Sepuluh

1.9K 124 13
                                    

"Nggak di gudang, nggak di sini, semuanya heboh abis. Padahal yang datang anak nya Dirut bukan Beckham atau Bachdim. Lagian kayak nggak pernah lihat orang ganteng aja. Tuh, Pak Agil yang gantengnya selangit aja sampai dilupain. Padahal Pak Agil kan juga nggak kalah hot. Iya nggak?"

"Ibaratnya nih, Pak Agil tuh Choi Siwon dan kakaknya tuh Daniel Henney. Mereka punya porsi masing-masing dalam hal kegantengan. Eh, lo kenapa telungkup gitu?"

Eve yang sedang tenggelam dengan pikirannya memutar kepala membuat pipinya menempel di meja. Wanita itu menatap Kartika dengan tatapan memelas. "Tolongin gue Tik."

"Hah? Tolongin apa? Lo kenapa? Sakit?" Kartika buru-buru menempelkan punggung tangannya ke pipi Eve.

"Jin Tomang."

"A-- a...apa?!" Bergidik ngeri Kartika langsung merapatkan tubuhnya pada Eve dengan kedua tangan meremas bahu wanita itu. Mengangkat sedikit kepalanya yang menunduk karena takut, mata Kartika mulai memindai setiap sudut ruangan bermaksud mencari keberadaan makhluk halus itu namun tidak mendapati apapun. Hanya ada dirinya dan Evelyn di ruangan besar itu.

"Mana?" Bisik Kartika.

"Ternyata dia nggak ada."

Kartika menunduk lagi untuk melihat Evelyn dan mendapati wanita itu baru saja mendesah seperti orang putus asa. Dengan kedua tangannya Kartika mengguncang bahu Eve. "Lo nggak kerasukan kan?"

"Gue juga berharapnya begitu."

"Evelyn!" Kartika panik sendiri. "Lo jangan nakutin gue dong! Disini cuma lo dan gue doang. Kalau lo kerasukan beneran gue gimana dong?"

Eve melirik Kartika lewat ekor mata. "Sayangnya gue nggak kerasukan Tikaaa. Jin Tomang nggak ada. Lo dari mana sih ini?"

Ditanyai soal itu, kekhawatiran yang dirasakan Kartika berangsur surut. Wanita itu akhirnya bisa menarik napas lega, merasa yakin bahwa Evelyn sedang tidak dirasuki. Mengingat bahwa Eve tahu dia tidak ada disini sejak jam masuk kantor.

"Tuh." Kartika mengedikan dagu ke arah meja kerjanya seraya meninggalkan tempat Eve.

Merasa tidak bisa melihat apa yang ditunjukan Eve akhirnya mengangkat kepala dari meja. Tatapan wanita itu jatuh pada buku-buku yang bertumpuk diatas meja Kartika. Sepertinya Kartika baru saja meletakannya disana, Eve tidak melihat keberadaan buku-buku itu tadinya.

"Gue dari gudang." Jelas Kartika saat sudah duduk.

"Pantas lama." Komentar Eve.

"Yaialah. Gue masih berantem dulu sama Laba-Laba."

Eve mencebik. "Ngawur."

Kartika yang melihat itu terkekeh. "Lo kenapa lemas gini? Lapar? Udah jam istirahat loh. Anak-anak udah pada ngibrit ke Kantin dari tadi."

Menghela napas, Eve menjawab apa adanya. "Malas." Mood nya sedang tidak bagus saat ini.

"Pesan aja gimana?"

"Lagi nggak nafsu, Tik."

"Terus kalau nggak nafsu lo nggak makan gi...tu." Kartika mendadak saja bangkit berdiri.

Menoleh lewat bahunya, Eve melihat keberadaan Agil di dekat mereka membuatnya mau tak mau mendorong kursi sedikit agar bisa leluasa berdiri menghadap pria itu. Nggak sopan saja berbicara dengan bos sambil duduk, padahal bos sendiri berdiri.

"Saya mengganggu?" Tanya Agil sambil menatap Eve dan Kartika bergantian.

"Oh, nggak kok Pak."

Eve membiarkan Kartika yang menjawab sedang tatapannya tertuju sepenuhnya pada Agil. Tiba-tiba saja merasa bersyukur dengan kemunculan Agil saat ini, di tempat ini. Eve merasa kehadiran pria ini cukup membantu menyadarkan dirinya sekaligus mengusir setan penggoda yang menghasutnya hingga memuji penampilan pria lain.

EAGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang