"Kok bisa pacarnya adek lo, lo bawa ke sini?"
Mendapat pertanyaan begitu, respon Gerald adalah diam kemudian dengan acuh kembali melanjutkan makannya. Padahal baru saja mulut itu berbicara menjelaskan status wanita yang datang bersamanya malam ini.
Vano sebagai lawan bicara, bukannya tersinggung atau lanjut bertanya, malah sebaliknya terkekeh geli seperti menemukan hal yang lucu. Mata pria itu beralih pada satu-satunya wanita di meja. "Hai. Salam kenal ya Evelyn."
Senyum yang tersungging di bibir itu terlihat bersahabat seolah-olah tampang perayunya yang Eve lihat di dalam tadi dan di kelab malam itu memang tidak pernah ada.
"Gue temenan sama Agil di medsos, tapi nggak pernah pantau. Gerald juga nggak pernah kelihatan gandeng cewek makanya di pikiran gue tadi, kalian nggak mungkin dateng bareng, apalagi bareng nih anak. Nggak mungkin banget gitu."
Vano memang benar tidak percaya mereka datang bersama sampai Gerald harus turun tangan menegaskan sekali lagi baru pria itu berhenti mengoceh. Membutuhkan waktu cukup lama sebelum berhasil menyalami kedua orang tuanya, karena otak Vano yang mendadak blank mendengar fakta itu.
"Sorry untuk yang tadi. Oh ya, sama yang di Kelab waktu itu. Gue nggak tahu lo ceweknya Agil. Gue minta maaf dari lubuk hati gue paling dalam."
Menelan kunyahannya, Eve membalas permintaan maaf itu dengan tersenyum maklum. "Nggak apa-apa Mas."
Bermaksud mengalihkan pandangan namun matanya malah bersirobok dengan mata Gerald yang meliriknya kesal. Semakin bingung saat tatapan bertanyanya dibalas pria itu dengan memalingkan wajah.
"Sohib gue bisa ngambek ternyata." Terkekeh, Vano menepuk pundak pria itu dan tindakan Gerald yang langsung menyingkirkan tangannya membuat kekehan itu berubah menjadi tawa.
Melihat interaksi itu Eve tidak tahan untuk tersenyum. Pertama kalinya mendapati Gerald yang seperti ini.
"Terus kenapa lo sampai ke Kelab Evelyn?"
Sekejap mengalihkan perhatian dari Gerald ke arah Vano yang bertanya. "Saya? Saya ke sana karena mau jemput teman Mas."
"Siapa? Pasti gue kenal deh."
"Sania."
"Oh... Sania nya Om Bayu?"
"Sania Melisa Mas. Dia belum punya suami."
"Ya, maksud gue juga Sania itu."
"Tapi tadi Mas bilang Om Bayu. Sania nggak punya Om apalagi suami nama Bayu."
Sedetik saja dan tawa Vano langsung menyembur. "Astagaaa lo polos banget sih!" Ujarnya antara takjub dan gemas. Lanjut melempar lirikan pada Gerald yang melihatnya. "How soo cute. Pantesan aja."
Tanpa bersusah payah memahami apa yang tengah dibicarakan, Eve mulai menyendok puding dan memakannya. Vla yang lumer di mulut membuatnya memejamkan mata. Enak banget!
"Lo kerja dimana Evelyn?"
Mata itu membuka. "Hm?"
"Kerja dimana?" Ulang Vano.
"Penerbitan."
"Addvos?"
Eve mengangguk dan Vano seketika berubah heboh. "Wow. Bisa dong gue main ke sana?"
"Vano."
Teguran itu nyatanya membuat Vano kembali tertawa. Terlihat puas sekali. Melirik Gerald dengan ekspresi pura-pura bodoh. "Gue kan mau ketemu Tatiana. Lo mikir apa sih?"
"Tapi paling gue di usir. Heran deh. Cantik-cantik judesnya minta ampun. Mana judesnya sama gue doang lagi. Bahkan di IG aja gue gak di confirm sama dia. Memang gue salah apa coba? Apa jangan-jangan Tatiana tahu ya gue ngincer dia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
EAGER
Random#14 - chicklit 12/09/2022 EAGER : INGIN SEKALI; BERHASRAT; Evelyn bukan mati rasa. Dia tahu apa arti tertarik pada lawan jenis. Tapi selama hidupnya, Eve belum pernah merasakan efek "kupu-kupu berterbangan dalam perut" seperti kata kebanyakan orang...