Dua Puluh Tujuh

974 75 4
                                    

Duduk berdua bersama orang yang secara tidak langsung Eve tahu punya potensi menyingkirkannya, membuat rasa khawatirnya membludak hingga berkembang menjadi antisipasi. Tas sengaja Eve taroh di pangkuan agar mudah dia raih, untuk dijadikan sebagai tameng kalau-kalau Oma Bertha berniat menyiramnya dengan air sebelum melemparinya uang.

Yeah... Tidak menutup kemungkinan adegan murahan dalam FTV akan terjadi siang ini dengan dia sebagai salah satu pelakonnya. Eve baru pertama kali mengalami yang seperti ini dan minimnya pengalaman tak lantas membuatnya pasrah begitu saja. Justru sebaliknya, bertekad untuk menghadapi.

Dia bukan wanita lugu. Jelas. Apalagi bodoh. Tidak sama sekali. Untuk sampai ke tahap menjadi editor di sebuah penerbit besar bukanlah hal mudah. Eve sudah merasakan pahit manisnya pengalaman hidup dan mengatasi hal remeh seperti ini bukanlah perkara sulit.

Namun, entah Eve saja yang terlalu antusias menunggu aksi atau justru sebaliknya dinding bangunan yang terlalu menarik untuk dipandang-- sampai Oma Bertha terus-terusan melihat ke sana--hingga tidak sadar waktu lima menit sudah terlewati dengan mereka yang hanya duduk diam membisu.

Hell. Kemana perginya wanita yang berkata butuh bicara dengannya itu?

Mengalihkan pandangan dari gelas menuju Oma Bertha, Eve pun pada akhirnya memperhatikan wanita itu lebih seksama. Nenek dari pihak ayah dan ibunya sudah lama meninggal dan Eve juga tidak punya kenalan dekat seumuran Oma Bertha yang bisa di pakai untuk membandingkan, namun dari pertemuan sebelumnya dan kali ini, Eve bisa menarik kesimpulan bahwa Oma Bertha tidak bisa di pandang sebelah mata.

Tampak seperti sosialita pada umumnya namun agak sedikit berbeda, Oma Bertha terlihat berkelas. Bahkan kursi di seberang yang wanita itu duduki serasa tak cocok bersanding dengan sosoknya yang bersahaja.

"Interior cafe ini bagus sekali." Suara yang di tunggu-tunggu akhirnya menggema, tanpa sadar Eve sudah menegakan tubuh mendengarnya. Melirik sebentar pada segelas lemon tea milik Oma Bertha yang masih utuh.

Baiklah. Saatnya menyiapkan diri.

"Desainnya modern dan artistik."

Desain?

Oh ya... interior. Eve membatin paham. Magnolia memang termasuk jajaran cafe kekinian yang berhasil menarik minat pelanggan bukan karena menu dan fasilitas namun karena desain interiornya.

"Lukisan dan gambar seninya sungguh menarik."

Memang. Letak tempat ini yang tidak jauh dari Addvos memungkinkannya untuk sering mampir bersama Kartika dengan alasan selain ingin nongkrong sebentar jika lembur juga karena ingin mengambil gambar sekadar di post di story.

"Unsur tradisionalnya juga kental sekali."

Tentu.

Tapi....

Sebentar.

Wanita ini tidak serius kan mengajak bertemu untuk membahas interior cafe?

"Biaya yang di keluarkan pastinya tidak sedikit untuk membuatnya seindah ini."

Ini apalagi?

"Saya bisa membelinya."

Eve sudah mengerang dalam hati. Saya juga tahu Anda berduit. Tapi saya tidak mau tahu soal niat beli-membeli itu!

"Apa kamu mau, Evelyn?"

Lebih dari argumen-argumen di kepalanya, kali ini Eve sukses dibuat terpaku bingung. Ekspresi Oma Bertha ketika menoleh untuk melihatnya benar-benar tanpa candaan. "Kalau kamu mau, saya bisa membelinya."

EAGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang