Rana bingung ketika mendapati kamar rawat Aubry kosong, matanya membelalak melihat bantal berlumuran darah. Tubuhnya gemetaran, pikiran terburuk itu membuatnya sesak. Cepet-cepat dia menarik kursi dan menghempaskan badannya dengan keras disana. Tangannya memeluk bungkusan plastik putih berisi CD titipan sahabatnya.
"Aubry", suaranya lirih bergetar menahan tangis, di keluarkannya Hpnya dan mencari nomor kontak Nikki dengan jari bergetar. Tak ada jawaban, hanya berbunyi tuuut berkali-kali dan akhirnya mati. Segera dia menghubungi nomor lain dan dalam deringan pertama langsung di angkat.
"T-tama.." Isakan pilu lolos dari mulut Rana.
"..."
"Aubry Tam"
"..."
"Pokoknya lo pulang aja kesini, urgent!", Rana mematikan HPnya dan berlari keluar menuju ruang resepsionis. Suster jaga mengatakan bahwa pasien bernama Aubry Melody baru dipindahkan ke ICU.
Dengan jantung berdebar dan air mata meleleh tak tertahankan, Rana berlari disepanjang lorong lantai satu lalu berbelok kekiri. Disana terduduk lesu Nikki dan Jody, sedangkan ibu berdiri di samping pintu ICU yang tertutup, bahunya bergetar dengan saputangan biru menutupi hidungnya.
"Ibu", Rana menepuk pelan bahu wanita paruh baya itu, Ibu berbalik dan langsung menghambur kepelukan Rana. Keduanya terisak, meluapkan emosi dan ketakutan tanpa menahannya lagi. Tak satupun dari mereka yang berbicara, terlalu takut menyuarakan fikiran mereka.
Puas menumpahkan tangis, Rana menarik Ibu ke bangku yang tersedia di lorong itu, berderet-deret duduk Jody, Nikki, Rana dan Ibu. Menit-menit telah berlalu, kegelisahan Nikki menjadi-jadi. Sesekali dia berdiri, berjalan mondar-mandir sambil menatap nanar pintu ICU yang tertutup, tangannya mengacak-ngacak rambut dengan gusar lalu kembali duduk, terlihat jelas jejak airmata yang telah mengering di pipinya.
Nikki POV
Kenapa lama sekali? tak adakah seseorang dari dalam sana yang bisa keluar sebentar memberi kejelasan kepadaku? Aubry kenapa? Penyakit sialan itu bisa sembuh kan? kutarik-tarik rambut dikepalaku dengan kasar, tak kupedulikan lagi helaiannya yang rontok dan menyakiti kepalaku. Aku cuma mau Aubry! Jika dia butuh ginjalku maka dengan senang hati akan kuberikan, aku tak butuh hidup ini jika tak ada dia. Fikiran itu membawa tubuhku luruh, merosot di tembok tepat dihadapan pintu bertulisan ICU dengan hurup besar berwarna merah.
Kutangkupkan kepalaku dilipatan lengan yang tersangga diatas lutut. Aku menangis, ya laki-laki egois dan tidak punya perasaan ini tak tau malu lagi untuk terisak pelan dilantai. Terserah apapun pendapat mereka, yang pasti hatiku sakit dan aku masih tak percaya dengan apa yang menimpa Aubry. Apakah ini salahku? Kurasakan sebuah tangan mengelus puncak kepalaku halus, hatiku berbunga-bunga, harapanku terbang ke awan, entah ini halusinasi tapi aku berharap yang mengelus kepalaku ini adalah kekasihku. Ku angkat kepalaku, menengadah kepada si pemilik tangan, Harapan itu hancur lebur dibalut kecewa. Itu Ibu.
"Kita semua menyayanginya nak.." Jeda yang panjang, aku masih menengadah menatap mata itu, mata yang sama dengan Aubryku.
"Wajar kita menjadi sedih, ini terlalu mendadak, Ibu bahkan berfikir dia akan pulang hari ini..", hening ini menyiksa,pandangan Ibu seperti menerawang menatap langit-langit, kulihat Jody dan Rana turut mendengar ucapan Ibu dengan khusuk.
"Ibu tak tau apakah dia akan pulang kerumah Ibu atau ke Rumah Allah, tapi ibu tau, apapun itu adalah yang terbaik untuk Aubry", Aku hanya diam dan menatap mata itu, belum menelaah artinya, tiba-tiba kesadaran menghantamku, rasanya tak ada setitikpun lagi oksigen dibumi ini ketika kalimat terakhir ibu barusan mengalun lembut tanpa beban,sudah berhasil kucerna.
KAMU SEDANG MEMBACA
White Melody
RomanceKisah cinta anak band yang berakhir duka.. Adakalanya sebuah lagu bisa mewakili perasaanmu dan kisah perjalanan cintamu...