10 - At my Worst

650 25 3
                                    

        Poster foto kami ketika pertama kali registrasi terpampang dengaan ukuran sangat besar di Booth-booth sekitar lapangan besar ini, ternyata itu gunanya, batinku. Untungnya kami memakai baju-baju berwarna sama dan terlihat tidak terlalu kucel setelah mengantri di terik matahari saat itu. Grand Final hari ini telah dipublikasikan di televisi dan hasilnya lapangan indoor ini penuh sesak, apalagi akan ada band tamu yang akan tampil malam ini.

        Aku sendiri tidak terlalu tertarik atau exciting seperti teman-temanku yang lain ataupun band-band yang lain, aku hanya ingin malam ini cepat selesai, aku cukup main bagus dan tersenyum disaat-saat yang dibutuhkan lalu tidur di hotel dan pulang kerumah Ibu besok pagi. Cuma itu. Bahkan ketika make up artist yang bingung akan ku panggil mba atau mas itu sedang melukis wajahku, aku cuma diam dan menatap datar ke cermin berbingkai lampu itu.

"Angkat dagunya cantik, Nah polesan lipstik ini akan membuatmu seolah terus tersenyum walaupun sebenarnya bibir cantikmu itu terus merengut", katanya sambil tersenyum, menyindirku sepertinya. aku hanya mengangguk dan tersenyum lemah kepadanya. "Makasi ya...", ucapku tulus.

        Semua pakaian dan sepatu kami hari ini di endorse, dan pakaian atau sepatu cewek cuma disediakan untukku seorang, karena selebihnya adalah cowok. Aku berdiri lama di depan cermin besar yang merefleksikan tubuhku dari ujung rambut dampai ujung kaki, mirip lady rocker profesional, bisa dibilang seperti Chua bassist Kotak, tapi dengan garis wajah dan tatapan tajam yang lebih  feminine. Seperti bukan aku, wajah yang balik menatapku kini jauh lebih tegas, dewasa, tegar dan terlihat lebih kuat daripada seseorang yang berada dibelakangnya. Aku tak akan mempermalukan teman-temanku, Aku bisa!

***

        Panggung ini tinggi, kalau panggung audisi pertama cuma 20 cm, kurasa panggung grand final ini tingginya 2 meter. Aku tiba-tiba merasa nervous ketika melangkahkan kakiku kepanggung besar dan tinggi ini, dan ketika melirik Fajar ternyata dia tak kalah gelisahnya, padahal dia terlihat sangat tampan dengan kemeja hitamnya, lebih parah Tio yang mukanya pucat dan keringat dingin seperti menahankan sakit perut, kebiasaan buruk kalo dilanda gugup parah, sedangkan Tama dan Angga mencoba melawan nervous dengan berjalan berangkulan sambil cekikikan entah menertawakan apa.

        Huffft, ku hembuskan nafasku dalam-dalam mengangkat Ibanezku dan menyampirkan talinya dibahu, seketika gugup tadi hilang tak berbekas, aku merasa terlindungi dibalik gitarku. Setelah semuanya siap lampu yang redup tadi menyala terang benderang, dengan panik aku melihat sorakan dan suitan yang riuh membahana di gedung besar ini. Dari tadi ngga ada suit-suitan yang terdengar. Aku melemparkan pandangan "Ada apa?" ke Tama, dia menunjuk layar besar disebelah kiriku. Oh MG!!!! wajahku yang tadi sedang memasang gitar terpampang sebesar layar ukuran 3x2 meter. Kenapa aku?

"Segar melihat perempuan cantik malam iniiiiiiii?", MC yang wajahnya familiar itu mengarahkan mic ke penonton dambil memegang belakang telinganya. Kami mendapat urutan terakhir di grand final ini.

"Ga sabar liat mereka perform?????", pertanyaannya di sambut teriakan penonton, seketika adrenalinku terpacu sampai ke ubun-ubun. Kami bisa!!

"Sambutlah... S.U.N.S.H.I.N.E Sunshine!!!!!", dia mengeja hurufnya satu peratu persis seperti audisi pertama dikotaku.

        Lagu pertama kami Untuk Selamanya adalah lagu up beat tentang persahabatan yang tak pernah lekang, Tama dengan pedenya melompat lompat dan berjalan dari kiri ke kanan panggung, tampak luwes dan seperti tak punya beban, dilagu pertama ini Tama ngga memainkan gitarnya, Aku tertawa ketika dia merangkul pundakku, karena lirik lagu yang dinyanyikannya begitu nyaman dan dibawakannya sambil tersenyum lebar.

Kita telah bersama begitu lama, tumbuh bersama bagai saudara, meski lain emak lain bapaknya kita tetap jalan bersama, karena kita untuk selamanya....

        Lagu kami disambut meriah oleh seluruh penonton di gedung ini, mereka bergoyang-goyang menikmati musiknya, lagu ini baru pertama kami bawakan di Jakarta dan sepertinya akan mudah di terima, dan ketika lagu berakhir kami dihadiahi tepuk tangan meriah.

        Intro Jingga mulai mengalihkan perhatianku, aku sepenuhnya terhanyut pada nada-nada lirih yang diciptakan Tama, dulu kami membawakan lagu ini dengan gaya up beat, ceria pada kenyataan pahit dibalik liriknya, tapi di final ini kami merubahnya total menjadi nada yang sesungguhnya,mungkin dia dulu menciptakannya ketika patah hati. Sebelumnya membawakan lagu ini terasa mudah, tapi kali ini terasa sangat sulit, bagiku sendiri tentu saja.

Jingga warna langit sore itu, Mempesona indah bak paras wajahmu, Hembusan angin lembut menerpaku, membuatku ingin memelukku, dibukit ini kita berjanji, bertemu untuk mengungkap sesuatu, tentang perasaanmu yang mungkin ada untukku, tapi ternyata kau tak memilihku,, Jingga ini sendu, huuuuuu... , kau memilih pergi dan meninggalkanku, yang kini terpaku melihatmu berlalu...

        Lead gitarku telah usai, digantikan nada-nada Rhytm mengiringi Tama, mataku seolah tertarik ke sisi kanan gedung yang agak sepi, diantara ratusan manusia aku bisa melihatnya, sedang menatapku lurus dengan tatapan penyesalan yang mendalam, mungkin suatu hari nanti aku bisa memaafkannya. Tapi fikiranku teralihkan ketika tiba-tiba seorang gadis dengan gaya rambut ikal tergerai sebahu, pakaian kasualnya tampak santai dan nyaman, wajahnya tersenyum girang sambil mengendap dibelakang lalu menutup matanya, perlahan tangannya turun ke pinggang Nikki memeluknya erat dari belakang.

No edit, buru-buru ngetik soalnya mau pulang ngantor.. see u at 5 Jan 2015..

Cawwww

White MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang