Aula istana sangat ramai diisi para bangsawan. Bunyi tapal kuda yang bersahutan, kereta-kereta yang berjejer di depan gerbang hanya untuk masuk ke istana. Gelapnya malam tidak terasa karna lentera-lentara yang terpasang hampir di setiap sudut aula. Sedangkan di sebelah utara, tiga kursi yang terlihat sangat mewah dan paling menonjol diantara barisan kursi-kursi yang lain, duduklah sang Raja, Luna beserta Putra Mahkota.
Pesta ini bukanlah pesta sembarangan, melainkan ajang pemilihan untuk calon Luna berikutnya, sosok yang kelak menggantikan Ratu Jaein dan mendampingi Pangeran Mingi di tahta nantinya.
Undangan tersebar ke seluruh negeri, keluarga bangsawan mempersiapkan Omega terbaik mereka untuk diutus agar menjadi sang Luna.
Satu-persatu tamu berdatangan, para wanita Omega mencoba berpenampilan secantik mungkin untuk memikat hati sang Pangeran.
Ratu Jaein memindai satu-persatu tamunya, mencoba mencari wanita yang tepat untuk Putranya. Sedangkan Mingi di kursinya hanya menatap lurus, menatap pada satu titik, tempat di mana Selir Yoora dan anaknya duduk.
Tepat pada mata Pangeran Hongjoong.
Pangeran Hongjoong yang malam ini mengenakan hanbok berwarna biru langit dengan rambut diikat benar-benar memikat hati Putra Mahkota. Dia duduk tenang di kursinya, mengawasi jalannya acara tanpa menyadari dirinya sendiri juga diawasi oleh Mingi.
Hingga tiba-tiba pandangan keduanya bertemu.
Mingi masih tidak bergeming, memandang intens Pangeran sekaligus adiknya di seberang sana. Sementara Hongjoong spontan menundukkan kepalanya, tidak berani berkontak mata lebih jauh dengan sang Putra Mahkota.
Bunyi kembang api yang bersahutan menandai pembukaan acara. Satu-persatu gadis rupawan dari keluarga bangsawan menunjukkan kemampuan mereka, mempertunjukkan yang terbaik untuk keluarga Kerajaan.
Tapi mata Mingi masih senantiasa menatap Hongjoong di seberang sana. Baginya Hongjoong lebih menarik daripada sayembara bodoh ini.
Hongjoong di seberang sana bergerak gusar, dia tau Mingi memerhatikannya. Percakapan beberapa saat lalu antara mereka masih melekat kuat di ingatan Hongjoong.
"Saya tidak butuh Luna di hidupku, Hongjoong-wangja."
"Tapi Kerajaan ini membutuhkannya, Mingi-wangja."
"Maka jadilah Luna-ku."
Hongjoong membungkukkan tubuhnya sebagai tanda hormat, "Alpha sepertiku tidak bisa menjadi Luna. Saya undur diri, Putra Mahkota."
Lalu berbalik untuk masuk ke dalam Aula karna Ibunya memang sudah menunggu di sana. Tapi baru dua langkah, Hongjoong berhenti.
"Dan, tolong anggap beberapa bulan yang lalu tidak pernah terjadi."
Hongjoong jelas tau karakter Mingi luar dalam karna mereka tumbuh di lingkungan yang sama. Meskipun kedudukan mereka berbeda di dalam kerajaan, Raja Changmin tidak pernah membedakan perlakuan antara Putranya dari sang Permaisuri dan Putranya dari para Selir.
Hongjoong dan Mingi sama-sama Alpha, tapi Hongjoong jelas tau kalau sang Putra Mahkota lebih dominan darinya. Dan Hongjoong sebagai pihak yang didominasi tidak bisa berbuat banyak selain menuruti keinginan Putra Mahkota negeri ini.
Bermula dari afeksi ringan di siang hari, ungkapan cinta ketika berkuda di kala senja, lalu berlanjut dengan malam yang panas dan penuh gairah. Hidup kedua Pangeran itu terus berporos pada hal-hal tersebut.
Hingga malam ini pun tiba.
Pangeran Hongjoong sadar bahwa seorang Raja seperti Mingi hanya akan didampingi oleh Luna, oleh seorang pria atau wanita Omega. Bukan Alpha seperti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geschichte
Historia CortaSekumpulan kisah kapal-kapal ATEEZ dengan berbagai genre.