Bab 10 - Insiden tak sengaja

2.4K 115 0
                                    

Lepas adzan isya tadi, aleyda memilih untuk pulang dari rumah uncle Sam. Jarak Priok ke apartemennya memang sangat jauh dan berlawanan arah.

Aley juga sudah mengembalikan mobil Ale, adiknya itu tadi ingin mengantar aley namun ia menolaknya. Lebih baik Ale langsung pulang ke alam sutera, karena jika harus mengantar aleyda terlebih dahulu, adiknya itu bisa tiba tengah malam di rumah. Akhirnya, aley memilih untuk memesan taksi online.

"Aley, pamit ya. Mama papa hati-hati, uncle, aunty, aley pamit pulang dulu." Ucapnya saat taksi online pesanannya muncul.

"Hati-hati."

Ia segera masuk, dengan menenteng sebuah paperbag juga jas dokternya.

Jam sibuk Jakarta masih berlangsung karena ini weekday. Aley harus bersabar untuk tiba di apartemennya. Tadinya ia sudah janjian akan menebeng dengan galaksi namun, tiba-tiba kakak sepupunya itu ada urusan mendadak, tepat sebelum adzan magrib berkumandang. Tidak ingin merepotkan, akhirnya ia memilih untuk menggunakan jasa taksi online.

Guyuran shower juga wangi sabun cair di kamar mandi apartemen, muncul di benaknya. Ia belum sempat mandi, sengaja sih karena dia gak tau juga kalo pulang malem gini.

Brakk

Cittt...

Badan Aleyda terlempar ke sisi depan. Ia refleks menatap ke arah jalan raya, sinar terang dari mobil di depannya membuat ia sadar dari lamunan.

"Pa---"

"Mbak sebentar," potong sopir taksi online itu lalu turun dari dalam mobil.

Penasaran, divya ikut turun untuk melihat.

Sebuah Pajero sport terlihat rusak di bagian depan, taksi online yang ia naiki juga sama rusaknya. Tak lama, seseorang terlihat turun dari mobil dengan raut berantakan. Bukan hanya wajah tapi pakaiannya juga.

Samar-samar aleyda bisa melihat supir taksi itu terlibat obrolan dengan sang pemilik mobil Pajero.

"Duh mas, saya minta maaf ya, sa---"

"Gapapa pak,"

"Tapi mas, saya gak ada uang untuk ganti,"

Pria itu mengangguk ,"say---"

Terlambat.

Pria itu keburu jatuh tersungkur di tanah. Aku refleks berjalan mendekat.

"Astaghfirullah, Irza," sahutku tak percaya. Tanganku terulur, hawa panas menyeruak saat memegang tubuhnya. "Pak bantu saya bawa dia ke klinik ya, seperti nya dia---demam" ucapku lagi.

Sang bapak sopir bernama amar itu terlihat ragu namun tetap.  mengangguk. "I--iya mbak,"

Akhirnya kami berdua memapah Irza ke dalam taksi online yang aku naiki. Aku juga meminta pak amar untuk menepikan terlebih dahulu mobil Irza lalu menguncinya. Perkampungan ini terlihat sepi namun sepertinya aman. Hanya sesekali pengendara yang melewatinya, wajar karena ini jalan pintas. Aku beberapa kali pernah melewati daerah ini.

Setelah itu, kami pergi menuju klinik terdekat.

Aku tidak tau apa yang dialami irza sebelumnya tapi entah mengapa, naluriku sebagai seorang dokter juga sesama manusia terpanggil. Meskipun aroma alkohol menyeruak dari bajunya. Prediksiku, laki-laki ini sempat minum sebelum akhirnya terkapar seperti ini.

Setibanya di klinik, aku segera meminta bantuan perawat untuk mengecek kondisinya.

Teringat akan keberadaan pak amar yang masih setia menemaniku, aku segera memintanya untuk pulang.

STRANGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang