Part 27 - Sukabumi, Pelarian

1.4K 94 4
                                    

Lagi dan lagi, sukabumi wkwkwk punten akang-teteh mwehehe

FYI, entah kenapa setiap mau nulis tentang kejadian bencana alam as always yang terlintas cuman sukabumi. Meskipun sebenernya gue juga belom tau tempatnya gimana huhuhuhu
Jadi monmaap ya, kalo gabisa jelasin secara lebih detail, bisa imajinasikan sendiri ya :)

Btw, jangan lupa tinggalkan jejak ya, vote🤍 komen📝 dan sharee ceritanya kalo kalian sukaaa, timakaciwww🪐😍👋

***

"Kadang dua orang yang menjalani hubungan itu harus diberi ruang dan jarak yang teramat jauh untuk menyadari perasaan satu sama lain, apakah menetap atau pergi."

Hani | enjoy ur day🤍

***

Happy reading bestie!
.
.
.

Empat hari sudah aley berada di sukabumi, tidak membuat ia mati bosan. Ia justru sangat sibuk bersama rekan rekannya yang lain untuk membantu korban bencana alam tanah longsor dan banjir bandang. Di tenda pengungsian khusus ruang kesehatan yang dibuat sedemikian apik dan nyaman untuk para korban yang menjadi pasien-pasiennya, di sanalah aleyda bertugas.

Malam mulai larut, jarum jam sudah menunjukkan hampir pukul 8 malam. Dibantu tim SAR setempat dan anggota dari TNI maupun kepolisian, mereka semua berkumpul dengan tugasnya masing-masing. Malam ini, aleyda kebagian untuk jaga malam bersama dr. Rega---rekan sesama dokter juga salah satu teman sekaligus sahabatnya selama bekerja di setia budi, tentunya selain alen.

"Lo beberapa minggu ini kurang istirahat ya? Itu lingkaran hitam dibawah mata lo keliatan banget kalo uda gak pake make-up," Ucap rega saat keduanya duduk berhadapan.

Aku lantas mengernyit, sedikit kaget namun tidak kentara, beruntung cahaya lampu sedikit temaram jadilah rega tidak bisa melihat dengan jelas ekspresi aley. "Namanya dokter sibuk, lo juga pasti gitu deh,"

Dr. Rega berdecak, "alesan mulu lo, dikira gue gak merhatiin apa,"

"Uwuwuwu ya ampun, seneng deh ada yang merhatiin," Jawab aley sambil tertawa pelan.

Dr. Rega memandangnya kesal, namun aleyda pura-pura tidak melihat itu.

Empat malam berada di sini cukup membuat aley melupakan masalahnya yang terus berlarut-larut. Bahkan setelah bulan berganti bulan, baik aley maupun irza seolah enggan mencari satu sama lain. Sepertinya hubungan yang baru seumur jagung ini memang telah berakhir sejak obrolan ditengah malam, enam bulan lalu.

Aley juga tidak lagi mencari tau tentang irza begitu sebaliknya. Bahkan saat ia bertemu hanie beberapa hari lalu secara tidak sengaja, aley memilih untuk segera pergi daripada kakak perempuan irza itu banyak bertanya. Sebab, sudah pasti jelita menyampaikan obrolan mereka kala adik bungsu irza itu menghubunginya enam bulan lalu.

"Heh! Awas kesambet lo ya ley,"

Aley terkesiap, lamunannya buyar. Ia lantas mendelik kesal pada dr. Rega yang masih duduk di hadapannya. "Enak aja, setan juga liat-liat kali,"

"Liat-liat kalo lo lagi galau?"

"Ngaco!" Ketus aley, dr. Rega terbahak.

"Lagian lo ngelamun kan gak lucu kalo lo sampe ke tempelan dedemit sini ley,"

"Cangkem huh!"

"Sorry," Jawab dr. Rega cepat. Laki-laki di hadapannya ini lantas mengedarkan pandangan, di depan sana ada beberapa orang prajurit TNI yang berjaga di sekitaran tenda pengungsian. Di tenda ini pula, ada dua orang pasien dengan kondisi yang lemah namun masih harus di impus. Jadi aley dan rega tidak benar-benar berduaan disini.

STRANGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang