Bab 23 - Happy birthday

1.5K 86 0
                                    

"Kelahiran seorang anak adalah kado terindah bagi setiap orangtua."

Pahlawandayy

***

"Irza..."

Ya, sosok Irzaldi berdiri di hadapannya, lengkap dengan sebuah kue tart yang diatasnya terdapat lilin angka 29, beserta tulisan happy birthday. Di belakangnya, ada lampu-lampu yang yang menerangi tepat di dekat sisi kolam renang.

Merasa jika aleyda tidak akan menghampiri, Irza memajukan langkah dengan yakin seolah tak terjadi apa-apa diantara keduanya. Tepat ketika ia berada di dekat aleyda, kekasihnya ini menatap Aley yang masih diam dan hanya memandangi dirinya.

"Happy birthday, untuk kamu, aku, hanie, dan juga Samuel."

Deg.

Aku?

Hanie?

Samuel?

Tunggu... Apa maksudnya ini----

"Hanie itu kakak kembarku, dan Samuel, dia juga ulangtahun hari ini." Penjelasan singkat Irza yang hanya aku angguki.

Setelah semalam acara surprise yang mana ada Irza di dalamnya sedikit canggung, ah sangat canggung dan garing, mereka memilih untuk kembali ke kamar masing-masing. Pada akhirnya aleyda tidak seorang diri di sini, ada Ale, galak, juga---irza. Keempat orang dewasa ini tengah menghabiskan sarapan di meja makan, sarapan yang di buat oleh aleyda karena hanya dirinya satu-satunya perempuan di villa ini.

Meja makan pagi ini juga cukup sunyi karena dua diantara keempat orang ini, terlihat tidak berniat sarapan. Tentu saja itu Ale dan juga galak. Bahkan selesai sarapan, mereka berdua segera pamit untuk kembali tidur dan Aleyda hanya bisa menyetujuinya. Memang apa yang akan mereka kerjakan disini.

"Biar aku cuci piringnya," sahut Irza mendahului saat aku akan mencuci piring kotor. Aku mengangguk dan segera mencuci tanganku. Irza, kekasihnya ini segera melakukan ucapannya dalam diam, dan aku memilih untuk memeriksa Kulkas dan menyiapkan bahan untuk membuat camilan.

Bye-bye menyepi.

Huft.

Mengambil beberapa macam buah, keju, mayonaise dan bahan lain untuk membuat salad buah. Mencucinya lalu memotongnya sesuai selera dan segera meletakkan kembali buah-buah itu di tempatnya.

"Aleyda, aku minta maaf,"

Aku mengangkat pandangan, menatap nya lama lalu kembali fokus pada olahan yang tengah aku buat. Helaan nafas Irza terdengar jelas, hanya ada kami berdua di sini.

Sebenarnya aleyda begitu menghindari untuk berinteraksi dengan Irza namun kakinya seolah berkhianat untuk tidak mau pergi dari dapur. Dengan menahan rasa deg-degan setengah mati, aley tetap berada di dapur hingga kekasihnya ini selesai mencuci piring. Salad buah adalah tameng agat ia memiliki alasan untuk tetap berada di satu ruangan yang sama dengan Irza.

Gengsi.

Sebagai perempuan, ia juga termasuk perempuan yang tidak akan mau repot-repot untuk menegur lebih dulu, itu prinsipnya.

Keras kepala? Memang, persis seperti sang mama. Jika Irza bisa mengerti dirinya seperti papa mengerti mama, artinya, pria ini sama sabarnya seperti papa yang selama ini begitu sabar menghadapi kerasnya mama selama bertahun-tahun dan berhasil membina rumah tangga dengan baik.

"Aleyda," panggil Irza yang tidak aku tanggapi.

"Aku tau kamu masih marah sama aku tap---"

"Tapi apa?" Sela ku cepat.

STRANGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang