"Kadang, kita tuh udah tertarik sama seseorang cuman gak mau mengakuinya aja."
-han
Sebulan sudah berlalu sejak terakhir kali aley bertemu dengan Irza, yang kala itu mau menemani dirinya berbelanja sampai membawakan belanjaan miliknya ke mobil. Ia tidak lagi bertemu ataupun berkomunikasi dengan pria itu. Apalagi setelah aleyda memberitahu di mana keberadaan mobil pria itu. Sebulan sudah cukup membuktikan bahwa ada yang salah dalam dirinya. Ia merasa seperti ada yang hilang selama sebulan terakhir, selama ia tidak lagi berkomunikasi dengan Irza.
Aleyda mulai bertanya-tanya bagaimana keadaan pria itu, apa Irza tengah sibuk dengan pekerjaannya atau apa yang ia lakukan sebulan terakhir. Aley punya kontak irza namun ia terlalu gengsi untuk menghubungi pria itu terlebih dahulu. Memang, ia punya alasan apa untuk menghubungi pria itu, setelah semuanya selesai. Mereka berdua bukan saudara, bukan juga sepasang kekasih. Namun sayangnya---dua hari, berkomunikasi intens secara tidak sengaja membuat aley merasa nyaman. Awalnya ia pikir ini hanya perasaan sesaat namun sampai hari ini, ia justru masih terus memikirkan tentang Irza di kepalanya.
"Dr. Aley!"
Aku refleks membalikkan badan saat suara berat nan familiar itu terdengar. Lagipula, hanya ada satu orang yang menyebut aley dengan nama itu di rumah sakit, selain Alen tentunya.
"Eh dr. Rega, mau kemana dok?"
"Makan siang. Sekalian yuk?" Ajaknya ramah.
"Boleh deh." Bosan juga dengan menu di kantin rumah sakit.
Hitung-hitung juga sebagai refreshing setelah ia sibuk sebulan terakhir ini. Sebuah restoran Jepang yang tidak jauh dari rumah sakit menjadi pilihan mereka berdua.
Restoran Jepang itu cukup ramai namun sepertinya belum penuh, semoga tidak waiting list. Itu yang ia pikirkan saat Fortuner Rega memasuki parkiran.
Keduanya segera turun dan untungnya, masih ada meja kosong di lantai dua restoran. Tadinya, jika di sini waiting list, aley sudah berencana mengajak Rega ke rumah makan Padang di sebrang jalan.
"Kamu.. keliatan lesu banget akhir-akhir ini," komentar Rega, setelah mereka duduk dan memesan makanan.
Aley menatap Rega yang duduk di sebelahnya dengan senyum tengilnya. "Cie merhatiin!" Seruku.
Rega tertawa, manis sekali.
Sayangnya, aley tidak pernah berniat mendekati pria ini lebih daripada seorang sahabat. Rega tertarik padanya, namun aley selalu denial dengan hal itu. Karena di mata aley, Rega tidak akan pernah lebih dari sekedar sahabat, seperti Alen juga Fara.
"Aku tau kamu juga gak fokus kan, pas rapat kemarin?"
Rapat kemarin ya, sebenarnya bukan gak fokus cuman emang gak mendengar penjelasan secara rinci aja.
"Kamu itu terlalu kuker ya? Sampe segitu merhatiin-nya," Rega melengos, gantian aley yang tertawa.
"Aku punya mata kali, ley."
"Kata siapa gak punya? Aku kan gak bilang gitu."
Obrolan mereka terhenti, tepat ketika seorang pelayan datang membawakan pesanan mereka berdua.
Satu hal yang membuat aley cocok bersahabat dengan Rega adalah selera makan keduanya yang sama. Nyaris sama, Rega itu seperti copy paste aley versi pria. Itu yang di katakan Alen dan beberapa rekan dokternya yang lain.
"Kok kamu pesen matcha? Tumben." Komentarku.
"Mau coba sesuatu yang baru," aley menatapnya. Ia mengikis jarak lebih dekat dengan Rega, membuat Rega sedikit heran juga deg-degan. "Percaya sama ku, kamu bakalan menyesal." Bisikku.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRANGER
ChickLitAleyda tidak pernah menyangka jika kepulangannya ke Medan untuk menghadiri acara resepsi pernikahan Anastasya sepupunya, menjadi awal pertemuannya dengan seorang stranger. Ia pikir semua ini hanya sebuah pertemuan tidak sengaja, namun sayangnya sem...