ANE TADI SORE SEBENERNYA MAU UP, TAPI TERNYATA DISURUH BELI OBAT. KARNA GABUT, SEKALIAN AJA NGABUBURIT DAN BARU PULANG PAS MAU MAGHRIB. JADI UPNYA BARU SEKARANG.
SORRY YAK😄
Cekidot!!!
***
"Makasih."
"Sama-sama, sayang."
Jennie melempar senyum tipis usai Mino mencium pipinya.
"Ehem!"
Sepasang remaja itu langsung menoleh ke arah si pembuat deheman. Berjarak tiga langkah, seorang pria dengan baju penuh lumpur kering tengah menatap keduanya dengan datar.
"Ngapain lo liat-liat?" Sentak Mino dengan wajah setengah mendongak, menantang.
Berbeda dengan Mino yang tampak tak segan menyentak, Jennie yang berdiri di samping motor kekasihnya justru mulai berkeringat dingin. Ia terkejut bagaimana bisa kekasihnya berkata seperti itu, karena Jennie tahu siapa lelaki paruh baya di depan mereka
Wira. Ayahnya-lah yang kini tengah beradu netra dengan sang kekasih.
Memang tak ada yang tak mengenal pria itu di sekolah Jennie. Apalagi Wiralah sang pemilii sekolah. Namun karena saat ini ia menggunakan masker dengan keadaan tubuh cukup lusuh, orang luar seperti Mino tidak akan mengenalinya jika tidak jeli.
"Saya punya mata, mas." Wira menjawab dengan nada tenangnya.
Mata Mino semakin menajam. Ia menatap bolak-balik tubuh Wira dari ujung ke ujung, kemudian mendengus sinis.
"Cuma tukang kebun sok belagu. Masuk sana! Pak Wira udah nungguin buat mecat lo."
"Mino__"
"Diem dulu, sayang. Dengerin aku, habis ini kamu bilang sama papa kamu buat pecat dia. Ngerti?"
"Tapi__"
"Ngga ada tapi-tapian. Kamu ngga liat dia ngeliatin kita kaya gimana__"
"Loh, om? Kok masih di sini?"
Tiba-tiba seorang lelaki datang menghampiri ketiganya. Kondisi tubuhnya tak jauh beda dengan Wira. Bahkan terdapat cangkul menggantung di pundak kanannya.
"Engh! Bau banget si lo!" Cibir Mino, menatap Lisa jijik.
Lisa, si pemuda itu menoleh. Ia cukup terkejut melihat kehadiran Mino dan Jennie. Namun tak berapa lama, ia kembali mengalihkan pandangannya pada pria di sampingnya.
"Om kenapa belum masuk?"
"Oh itu, tadi nyapa non Jennie dulu. Ayok masuk." Jawab Wira dengan sedikit menekan pada panggilan terhormat anaknya.
Setelahnya, ia merangkul pundak Lisa dan membawa pemuda yang tengah terheran itu masuk.
***
"Mau kemana kamu?"
Jennie yang baru akan mencapai anak tangga dikejutkan dengan suara sang ayah dari arah dapur. Ia berbalik badan dan langsung beradu pandang dengan tatapan datar Wira.
"Cowok tadi siapa kamu? Pacar?"
Jennie bungkam. Ia tak bersuara sedikit pun bahkan sampai Wira tiba di hadapannya.
"Siapa?"
"..."
"Jawab, Jennie!"
"Iya! Dia pacar aku!" Jennie menyela dengan lantang. Napasnya berangsur memburu menatap sang papa.
Wira menaikkan sebelah alisnya, cukup terkejut. Lantas pria empat puluh tahunan itu terkekeh sinis.
"Ma, liat anak kita udah berani sekarang. Dia udah berani pake suara tinggi di depan papa." Adunya pada sang istri, dengan senyum menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
EIS:SIE
Fanfiction[JENLISA] *** Dirimu yang dingin namun manis. Dirimu yang kusebut es krim, aku punya satu pertanyaan untukmu. Benarkah dari kebersamaan kita, yang boleh aku nikmati hanya aura dingin dan wajah manismu? Hanya es krim? Tidak bisa kau lebihkan sedikit...