24. HURT THEN SICK

1.3K 156 64
                                    


Song: Dan-Sheila On 7 (Billy Cover)


****

Sakit sekali. Mendapati orang yang dikasihi sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja, rasanya seperti dihantam sesuatu amat menyakitkan. Belum lagi hatinya juga menanggung rasa yang sama atas lontaran panjang beberapa jam lalu, bebannya semakin bertambah.

"Apa emang selama ini apa yang aku lakuin sia-sia? Dan malah buat aku sama Jennie sama-sama sakit kayak gini? Dia ngga ditakdirin buat aku?"
Segelintir pertanyaan menyakitkan itu berkelintaran di kepala, sambil matanya menatap raga lemah yang tengah diurus mamanya.

Menguarkan napas untuk menguatkan diri, Lisa kemudian berjalan pelan menghampiri ranjang.
"Masih belum turun panasnya, mah?"

Youna yang sedang membenarkan selimut mendongak.
"Udah."

"Alhamdulillah." Lisa menghela lega.
"Eum... mah. Boleh Lisa duduk di situ?" Izinnya menunjuk tempat yang diduduki Youna.

"Oh boleh."
Youna bangkit. Lisa kemudian menggantikan setelah berterima kasih.

"Mama tinggal ke dapur bentar ya?"

"Iya." Lisa tersenyum mengantar kepergian Youna.

Setelah sang mertua menghilang di balik pintu, mata Lisa kembali mengarah pada Jennie. Ia sedikit menghela sebelum tangan kanannya tergerak pelan menuju kepala si gadis.

Lisa mengusapnya dengan irama teratur. Perlahan senyum kecilnya pun terbit merasakan ketenangan mulai menyeruak di hati.

Benar kata orang. Rumus cinta itu mudah. Dia penyakit, dia pula obatnya.

Cup

Bibir Lisa menempel lembut di dahi Jennie. Hanya sebentar kemudian berpindah di dekat telinga.
"Cepet sembuh."

Lisa menjauhkan wajahnya dan kembali mengusap-usap kepala Jennie. Helaannya lolos samar-samar.

"Jujur tadi itu sakit, Jennie. Kamu nyakitin aku. Tapi aku ngga bisa bales balik ke kamu. Ngga boleh, dan ngga seharusnya." Lirih pedih Lisa dalam hati.

'...Abang harus inget pesan daddy. Jadi laki-laki harus?...'

'...Kuat...'

'...Laki-laki yang kuat?...'

'...Bukan seenaknya nyakitin hati orang. Apalagi hati perempuan...'

Pesan yang selalu melekat dalam kepalanya berkelintaran. Kenangan percakapan itu yang mengingatkannya untuk selalu menahan diri jika ingin membalas.

"Li?"

Disadarkan. Lisa menoleh mendengar potongan namanya dipanggil.

"Dicariin papa. Suruh nemuin di ruang kerja." Beritahu Youna sambil berjalan mendekat.

Lisa mengangguk dan bangkit.
"Sekali lagi, Jennie. Aku bakal coba sekali lagi. Dan kalo mau kamu masih sama, aku bakal nurutin." Batin Lisa bertekat saat sekali lagi ia menatap Jennie. Sebelum kemudian melangkah keluar kamar.

"Bang."

Langkah Lisa yang baru melewati pintu dicekal oleh panggilan Rosa. Ia menoleh dan tetap di tempat menunggu si gadis menghampiri.

"Mau kemana?"

"Nemuin papa. Kata mama dicariin." Jawab Lisa yang mendapat anggukan dari Rosa.
"Kamu?"

"Mau ke dapur."

Mereka kemudian saling diam. Kaki keduanya tetap berjalan bersama.

"Bang."

EIS:SIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang