Bitter : 30. Kiss

6.7K 1.1K 218
                                    

Keluar dari ruang latihan bela diri, Lalice langsung disambut oleh dekapan hangat dari belakang tubuhnya. Itu adalah Rosé, sedangkan Jennie dan Jisoo mulai muncul di hadapannya.

"Aku ingin mengatakan satu hal. Tapi ini hanya pemikiranku saja." Lalice mulai bicara ketika Rosé sudah melepaskan dekapannya.

"Wae? Ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Rosé dan langsung diangguki oleh Lalice.

Dia memandang ragu ke arah Jennie yang tampak murung. Mungkin saja kalimatnya nanti akan membuat perasaan Jennie semakin gelisah.

"Aku sudah bilang kan, jika tadi malam polisi menahanku terlalu lama?" Semua mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan yang Lalice lontarkan.

"Saat kakak Jennie Unnie hendak menyebutkan ciri-ciri pelakunya, tiba-tiba salah satu polisi memotongnya." Lalice melanjutkan ucapannya.

"Bukankah seharusnya hal itu bisa membantu polisi untuk mencari pelakunya?" Jisoo bertanya dengan kebingungan.

Lalice mengangguk. Pikirannya sejak semalam terus saja berkeliaran. Tapi dia menahan itu semua karena takut membuat Jennie semakin cemas. Dan benar saja, kini raut wajah Jennie semakin tampak muram.

Sejak tadi malam, Lalice sulit sekali melihat Jennie tersenyum. Dia bukan penghibur yang baik, tentu sulit sekali membuat Jennie melupakan sejenak kekhawatiran gadis itu tentang Sehun.

Jisoo yang pada dasarnya suka melucu saja hanya dibalas oleh senyum paksa dari Jennie. Padahal Jisoo sudah mempermalukan dirinya sendiri hanya untuk membuat Jennie tertawa. Tapi berakhir dengan kegagalan.

Mempunyai sebuah ide, tangan Lalice mulai merogoh saku jaket kulit hitamnya. Dia lalu menyodorkan satu permen loli miliknya.

"Jika aku sedih, permen ini bisa meredakannya."

Jennie menerima permen itu. Memandang Lalice penuh keheranan. Padahal sifat Lalice begitu dingin, tapi mengapa sangat menyukai permen seperti anak kecil?

"Aku tidak mau permen. Aku mau yang lain," keluh Jennie memandang Lalice. Dia bukan anak kecil yang hanya dengan diberikan permen, maka rasa sedihnya menghilang.

Menatap penuh tanya, Lalice menginginkan jawaban tanpa berniat mengeluarkan suara. Jennie yang sudah paham, tampak mulai bersemangat.

"Igeo. Aku menginginkannya," tunjuk Jennie pada pipi kanannya.

Lalice langsung bergerak tak nyaman. Dia mengekspresikan betapa menggelikannya permintaan Jennie. Sampai sekarang saja, dia tak bisa menghilangkan rasa merinding ketika dulu Jisoo mencium pipinya tiba-tiba.

"Kau pikir aku akan memberikannya? Never!" Tekan Lalice menggeleng tegas.

Jennie mulai menunduk lesu.
"Arra."

Jisoo dan Rosé ikut cemas bersama Lalice yang merasa serba salah. Mereka benar-benar tidak punya ide lagi untuk membuat Jennie pergi dari ketakutan akan kakaknya itu.

"Unnie, bagaimana jika aku saja?" Rosé menawarkan diri. Bukankah dia dan Lalice sama di mata Jennie? Yaitu sebagai seorang adik.

"Aku sudah bosan mendapatkan ciuman darimu." Jennie menggerutu. Setiap hari Rosé memang selalu memberikannya kecupan setiap pagi saat hendak sarapan.

Rosé menyengir lebar. Sedangkan Lalice kembali meraih permen kesukaannya dari tangan Jennie. Dia tak akan membiarkan permen itu di abaikan.

"Aku ingin melihat perkembangan website yang dibuat Seokjin-ssi dan Yoongi-ssi," beritahu Lalice pada ketiga sahabatnya.

Bitter ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang