Setelah membereskan bahan makanan yang Lalice bawa tadi, mereka segera menarik paksa gadis berponi itu menuju ruang televisi. Mendudukkannya dengan kasar serta memandanginya tajam.
"Mwoya? Kalian tampak seperti singa kelaparan," gerutu Lalice yang tak nyaman di pandang seperti itu.
"Kami sudah memutuskan." Ujar Jisoo penuh penekanan. Membuat Lalice mengerjit bingung. Tak paham akan apa maksud dari gadis berambut hitam itu.
"Kami akan bekerja di tempatmu." Lisa menganga mendengar ucapan Jennie.
"Mana bisa--"
"Saat malam, kau dan aku yang bekerja di tempat pengisian bahan bakar. Sedangkan di pagi hari, mereka berdua yang akan menggantikanmu di rumah makan seafood itu." Ucap Jisoo dengan kalimat lebih jelas. Namun mampu membuat kepala Lalice seketika berdenyut.
"Jika kau berbicara dengan atasanmu, pasti dia memperbolehkannya." Sahut Rosé yang berusaha meyakinkan Lalice.
Selama Lalice pergi bekerja tadi, mereka memang sudah mendiskusikan hal ini matang-matang. Tinggal dan makan dengan gratis membuat mereka merasa tak nyaman dengan Lalice yang harus bekerja siang dan malam. Alhasil, inilah keputusan yang mereka ambil.
"Aku akan mencarikan pekerjaan lain untuk kalian. Tunggu saja," jawab Lalice akhirnya. Dua pekerjaan itu tak bisa dia lepaskan karena selain membutuhkan banyak uang, Lalice juga tak akan betah berdiam diri di apartemen terlalu lama.
"Itu keputusan kami. Dan kau bocah, tak boleh membantah kami yang lebih tua darimu."
Lagi-lagi Jisoo membawa usia ke dalam percakapan mereka. Yang artinya Lalice tentu kalah. Dia hanya bisa menghela napas pasrah. Membuat ketiga gadis di hadapannya bersorak gembira. Karena akhirnya tak menjadi pengangguran lagi.
.......
Langkah itu sangat pelan. Dengan mata memandang langit yang kini menampakkan bulan dan banyak bintang. Dia sangat menyukai langit malam, karena menurutnya itu sangat indah.
Ini adalah hari terkahir Lalice untuk pulang sendirian menuju apartemen. Karena mulai besok malam, Jisoo akan berjalan di sampingnya. Mengusir rasa sepi yang selalu memeluk Lalice.
Dia sudah berbicara pada atasannya. Dan tidak masalah jika Jisoo ikut bekerja disana. Karena memang hanya ada satu pekerja di malam hari, yaitu Lalice. Sedangkan di siang hari, ada sekitar tiga pekerja. Namun Lalice tak mengenal mereka, karena dia memang tak ingin berkomunikasi dengan orang lain jika hanya untuk berbasa-basi.
Dor~
Lalice tersentak mendengar suara tembakan di dekatnya. Dengan takut-takut dia menoleh ke sembarang arah. Sampai tiba-tiba suara derap langkah kaki yang ramai tertangkap oleh telinganya.
Lalice semakin was-was. Membasahi bibirnya karena sudah terlalu takut. Hingga secara mendadak ada sebuah tangan yang menarik lengannya erat. Lelaki itu berlari, yang artinya Lalice harus ikut berlari jika tidak ingin terjatuh.
"Ya! Berhenti!"
Lalice ingin menoleh, namun lelaki yang menariknya itu segera berucap.
"Jangan menoleh. Cukup lari bersamaku."Gadis berambut ash grey itu hanya mampu menurutinya. Karena firasat Lalice mengatakan, jika dia tak mengikuti saran lelaki itu maka dia akan mendapatkan masalah. Walaupun kenyataannya Lalice tak tahu apa-apa.
Ketika akhirnya lelaki itu menarik Lalice untuk bersembunyi di kolong sebuah mobil yang terparkir. Mereka berdua bisa bernapas lega karena para kerumunan berbadan besar itu tak melihat mereka.
Sambil berbaring, keduanya sedang mengatur napas yang memburu karena berlari terlalu kencang. Lalu ketika dimana Lalice sadar, dia segera keluar dari sana. Diikuti oleh lelaki berjaket hitam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter ✔
FanfictionSebuah kepahitan akan terasa manis dipandangan orang lain. Itulah hidup, setiap orang tidak akan bisa memandang kehidupan secara sama. Menilai adalah keahlian, namun meneliti adalah suatu keseganan untuk mereka. Kim Jisoo, Kim Jennie, Rosé Park, dan...