Sudah satu jam lamanya Lalice duduk di samping ranjang itu dengan bosan. Sebenarnya setelah Sehun ditangani, dia ingin pergi dari sana. Tapi beberapa anggota polisi menahannya. Lebih tepatnya mereka mencurigai Lalice dan menunggu Sehun sadar untuk menjelaskan.
Jujur saja, Lalice lelah. Tapi dia tak bisa melawan para polisi menyebalkan itu. Alhasil dia menunggu Sehun dengan rasa kantuk yang sudah memeluk. Sampai akhirnya ada sebuah tangan yang menggenggamnya hangat, membuat Lalice tersentak.
"Ah, syukurlah kau sudah sadar. Cepat jelaskan pada polisi jika aku bukan yang melukaimu." Dahi Sehun mengerut. Bukan bertanya mengenai keadaannya, Lalice justru mengomel padanya yang baru sadar?
"Bukankah kau gadis yang ada di mini market itu?" Sehun baru menyadari, jika gadis yang ada di samping ranjangnya ini sudah tak asing lagi. Walau nyatanya mereka baru bertemu satu kali.
"Eoh." Lalice menjawab dengan acuh. Dirinya memolih menghampiri beberap polisi yang berjaga di depan ruang perawatan Sehun dan menyuruh mereka menanyakan segera pada Sehun.
Lalice sudah sangat ingin meningalkan tempat dengan bau obat yang menyengat itu. Sepertinya dia alergi pada bau rumah sakit.
"Tuan muda, apakah gadis ini yang telah melukaimu?" mendengar pertanyaan polisi itu, ingin sekali Lalice memukulnya dengan sekeras mungkin.
"Bukan, Pak. Dia yang telah menyelamatkanku," ujar Sehun yang cukup kasihan dengan Lalice karena sudah dituduh tanpa sebab.
"Kau sedang tidak diancam oleh dia kan?" Polisi lain menunjuk Lalice dengan curiga.
"Tidak. Dia orang baik. Lagi pula, aku ingat siapa yang menusukku. Dia---"
"Ah, kalau begitu kau boleh pergi." Salah satu Polisi dengan cepat memotong ucapan Sehun.
"Kenapa tidak dari tadi?" Lalice kesal, dia melangkah keluar begitu saja dari ruangan Sehun tanpa pamit. Padahal, Sehun ingin lebih lama berbicara dengan gadis beponi itu.
Setelah perginya sosok Lalice, Sehun mendadak menjadi hampa. Apakah pantas dia kecewa karena Lalice meninggalkannya begitu saja? Tapi untuk apa? Bahkan dia baru bertemu dengan Lalice dua kali.
"Sehun-ah, gwenchana?" suara dengan nada penuh kekhawatiran itu membuyarkan isi pikiran Sehun mengenai Lalice.
Kim Jummyeon dan Bae Joohyun baru saja tiba di ruang rawat inap itu. Kedua orang tuanya pasti sangat khawatir.
Sehun ingin membuka bibirnya guna menjawab pertanyaan sang Ibu. Sebelum akhirnya niat itu dia urungkan tatkala melihat sosok seorang Dokter baru saja masuk.
"Bagaimana keadaan anakku, Dokter?" tanpa berniat basa-basi, Junmyeon bertanya.
"Lukanya tidak terlalu dalam. Tapi dia kehilangan banyak darah. Kebetulan saat Sehun-ssi datang, stok golongan darahhnya habis. Beruntung gadis yang membawanya tadi berbaik hati menjadi pendonor."
Mendengar penjelasan Dokter, Sehun merasa begitu bodoh. Dia bahkan belum mengucapkan terima kasih karena Lalice sudah membawanya ke rumah sakit dan mendonorkan darah.
"Lalu dimana dia sekarang?" Joohyun tampak penasaran. Dia tentu ingin melihat seseorang yang telah berbaik hati menyelamatkan putranya.
"Dia sudah pergi." Dalam kepalanya, Sehun bertekat untuk menemukan Lalice nanti. Dia harus mengucapkan terima kasih dan maaf.
..........
Pagi hari ini suasana hati Chanyeol sangat buruk. Dia datang ke kantor bawah tanah itu dengan membanting lembaran koran yang baru dibeli ketika dalam perjalanan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter ✔
FanfictionSebuah kepahitan akan terasa manis dipandangan orang lain. Itulah hidup, setiap orang tidak akan bisa memandang kehidupan secara sama. Menilai adalah keahlian, namun meneliti adalah suatu keseganan untuk mereka. Kim Jisoo, Kim Jennie, Rosé Park, dan...