Bitter : 2. Her Pain

13.2K 1.8K 414
                                    

Pagi hari yang cerah ini, beberapa sudut Korea Selatan dibuat geger oleh berita yang cukup mengejutkan dari salah satu pengusaha ternama di Negara itu.

Putri pasangan seorang Kim Junmyeon dan Bae Joohyun menghilang. Ada beberapa kabar jika dia di culik oleh salah satu pesaing bisnis Ayahnya, namun sampai saat ini belum ada kejelasan tentang hilangnya gadis berusia 19 tahun itu.

Sedangkan di kediaman Kim Junmyeon, semuanya dilanda rasa khawatir. Istri Junmyeon terus saja menangis tanpa henti setelah mengetahui jika anaknya kabur dari rumah.

Seketika dia menyesal karena terlalu mengekang dan mengatur anak perempuannya itu, hingga sang anak tak tahan lalu memilih pergi dari rumah.

"Aku sudah bilang, berhenti memperlakukan Jennie seperti burung yang kau simpan di dalam sangkar." Ujaran dingin itu keluar dari mulut anak sulung Junmyeon. Kim Sehun. Lelaki berusia 22 tahun yang kini bekerja di perusahaan induk milik Junmyeon sebagai manager utama.

"Appa dan Eomma hanya tidak mau Jennie terluka, Sehun-ah. Appa tak mau kejadian terdahulu kini terulang lagi," Junmyeon mengusap wajahnya kasar. Betapa pusingnya dia saat ini. Membayangkan sang anak yang entah sudah makan atau belum.

"Tapi kenyataannya yang kau takutkan terjadi, Appa."

Sehun benar. Junmyeon dan Joohyun merasa salah dalam merawat Jennie. Mereka berdua terlalu mengikat Jennie pada sebuah aturan hingga anaknya itu merasa sesak. Rasa kasih sayang yang berlebihan, ternyata cukup buruk. Karena memang, apapun hal yang dilakukan berlebihan akan menghasilkan dampak buruk.

.......

Jennie cepat-cepat mematikan televisi yang menampilkan berita dirinya, ketika mendengar derap langkah pelan milik Lalice. Berpura-pura lesu, dia memijat pelipisnya yang sama sekali tak sakit.

"Makanlah." Lalice meletakkan satu bungkus bubur yang dia beli di depan apartemennya.

"Kau ingin pergi lagi?" tanya Jennie saat Lalice hendak menuju pintu utama apartemen.

"Aku harus bekerja. Istirahatlah, dan jika sudah pulih kau bisa keluar dari apartemenku."

Punggung kurus itu sudah menghilang sempurna dari hadapan Jennie. Dingin, satu kata yang menggambarkan sosok Lalice di mata Jennie. Bahkan, gadis itu seakan tak tersentuh dengan suara lembut milik Jennie.

Dia jadi teringat oleh sosok yang kakak yang seperti jelmaan batu es. Membayangkan bagaimana jika Lalice dan kakaknya memiliki hubungan. Entah sekaku apa hubungan itu.

Berbeda dengan Jennie yang mulai menikmati bubur hangatnya, Lalice justru harus menahan rasa lapar di pagi hari ini.

Uangnya hanya tersisa sedikit, dan gaji gadis itu turun pada awal bulan. Sedangkan saat ini masih pada pertengahan bulan. Mengingat stok makanan instan Lalice tak banyak, gadis itu harus berhemat. Terlebih, ada seseorang yang harus Lalice rawat dengan uang seadanya.

"Kenapa aku harus baik padanya?" keluh Lalice yang tak mengerti dengan pemikirannya. Tak pernah sekalipun dia peduli pada orang lain. Pernah, hanya saja Lalice sempat dikecewakan dan membuatnya berubah menjadi sosok tak tersentuh.

Ketika hendak melewati sebuah tiang listrik, langkah kaki jenjang Lalice berhenti tiba-tiba. Saat mata bulatnya menatap selembar kertas yang tergepel di tiang itu.

Melepasnya, Lalice menggeram ketika membaca deretan huruf yang tertera. Juga sebuah foto seorang gadis yang cukup dia tahu itu siapa.

"Dia bahkan bisa dengan mudah kembali ke rumahnya. Kenapa memilih untuk merepotkanku?" tangan Lisa meremas kertas itu hingga tak berbentuk. Melemparnya asal dan memilih kembali melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda.

Bitter ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang