Pintu unit apartement itu terbuka. Lalice menghela napas, sebelum akhirnya ia melempar sebuah tas yang berisi berkas-berkas milik So Jisub.
Ia pandangi setiap sudut apartement itu, ada rasa sesak yang mulai hinggap di hatinya. Disana, banyak terekam memori indah bersama Jennie, Jisoo, dan Rosé. Lalice bahkan tak tahu kapan bisa bertemu dengan mereka lagi.
Dia meraih salah satu frame foto dari atas meja. Di foto itu, hanya dirinya yang tidak tersenyum. Tapi andai mereka tahu, bahwa ia sangat bahagia berada di sisi ketiganya.
Andai saja Lalice tahu, bahwa kemarin adalah hari terakhir mereka bertemu. Ia akan mengungkapkan semuanya. Mengungkapkan betapa berartinya mereka untuk Lalice. Mengungkapkan rasa sayang yang selama ini ia pendam.
Chnayeol sudah mengabarinya saat di perjalanan pulang, bahwa orang tua Rosé dan Jisoo sudah tahu tentang semuanya. Sama seperti Junmyeon, mereka marah besar dan menarik Jisoo mau pun Rosé kembali pulang.
Meletakkan kembali frame itu dengan kasar, Lalice memilih pergi ke salah satu lemari. Meraih sebuah kotak First Aid Kit dan membawanya ke dalam kamar mandi.
Dia mulai membuka hoodie dan kaos pendeknya, sampai akhirnya menampakkan tubuh kurus berbalut sport bra itu dengan luka di perut dan lengan atasnya yang masih mengeluarkan tetesan darah.
"So Jisub sialan." Lalice mendesis, dengan tangan mulai mengeluarkan surgical forceps dan menggunakan alat itu untuk menarik peluru keluar dari lengannya.
Lalice menahan napasnya karena proses itu terasa sangat sakit. Sampai ketika peluru itu berhasil ia raih, ia lemparkan dengan kasar ke wastafel. Lalice selanjutnya menumpahkan banyak antiseptik pada luka tembak itu.
Setelah merasa darahnya tak lagi deras seperti tadi, Lalice mulai menjahit luka itu dengan straples bedah. Selanjutnya, dia meraih sebuah plaster. Membukanya dengan bantuan mulut lalu menutup luka tembaknya dengan itu. Terakhir, ia melilitkan perban putih disana.
Tugasnya belum selesai. Lalice masih harus mengobati luka di perutnya akibat tusukan beberapa paku ulah Choi Taeho.
Karena luka itu tak besar dan dalam, Lalice hanya memberikan antiseptik, menutupnya dengan plaster lalu melilitkan perban yang ikut menutupi perut hingga pingangnya.
Dia mendapatkan kemampuan seperti ini bukan dari pelatihan NIS. Ia sudah mendapatkannya saat keluar dari panti asuhan dulu.
Ia pikir, memiliki kemampuan untuk mengobati diri sendiri itu perlu. Terlebih dahulu ia harus tinggal sendiri dan dalam keadaan ekonomi yang sangat buruk.
Setiap terluka, Lalice selalu mengobati dirinya sendiri. Tak peduli seberapa parahnya itu, dia sudah terbiasa. Bergantung pada orang lain, bukanlah keinginan gadis itu. Selama dia bisa melakukannya sendiri, maka ia tak akan meminta bantuan.
Setelah merasa lukanya baik-baik saja, Lalice maraih ponselnya dari saku celana. Disana terdapat pesan singkat dari Jisoo yang terkirim beberapa menit lalu.
Jisoo
last seen at 01.09 KSTLili-ya, aku sedang berada di rumah sakit. Aku sudah tahu bahwa Samchon telah melarang kita bertemu. Ayahku pun demikian. Tidak peduli bagaimana caranya, aku akan berusaha menemuimu. Tunggu aku eoh? - 12.56 KST
Aku tidak bisa pergi dari sini. Aku hanya akan memberitahu satu hal sebelum ponsel ini dihancurkan oleh ayahku. Jennie, keadaannya semakin kritis. - 01.09 KST
Napas Lalice memburu. Semuanya menjadi kacau dalam satu malam. Dia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Karena pikirannya begitu berantakan.
"Sialan!" Lalice melempar ponselnya ke arah kaca wastafel hingga membuat kaca itu retak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter ✔
FanfictionSebuah kepahitan akan terasa manis dipandangan orang lain. Itulah hidup, setiap orang tidak akan bisa memandang kehidupan secara sama. Menilai adalah keahlian, namun meneliti adalah suatu keseganan untuk mereka. Kim Jisoo, Kim Jennie, Rosé Park, dan...