Bitter : 34. Slap

3.9K 827 221
                                    

Tubuh itu ambruk di aspal ketika rasa lemas mulai menghampiri. Ia tak sanggup lagi berdiri, dengan rasa sakit yang menguasai bagian perutnya sekarang.

Dengan mata berkacanya, ia bisa melihat bahwa kini Lalice sedang berlari ke arahnya setelah berhasil melepaskan diri dari musuh. Jennie tersenyum kecil, ia tak pernah mendapati wajah panik Lalice sebelumnya.

"U-Unnie." Lalice meletakkan kepala Jennie di pangkuannya. Menekan perut itu yang terus mengeluarkan darah.

"Lili-ya, Unnie takut darah." Suara lirih itu membuat Lalice mendesis. Dibandingkan dengan khawatir akan melihat darah, tidak bisakah Jennie mengkhawatikan nyawanya saja?

Dor!

Dor!

Dor!

Suara tembakan menggema disana, bersamaan dengan datangnya sebuah mobil Porsche Cayenne berwarna putih yang ditumpangi oleh sosok misterius.

Sosok gadis berpakaian hitam dengan topi dan masker keluar. Ia terus mengeluarkan pelurunya, hingga melukai sebagian kaki tangan So Jisub.

"Choi Taeho telah memanggil beberapa orang kemari. Lebih baik kau bawa kakakmu pergi dari sini sekarang." Gadis misterius itu menghampiri Lalice, membantunya mengangkat tubuh Jennie menuju mobil Yoongi.

"Jungkook, kau antar Lalice dan Jennie. Kami akan menyusul setelah aman." Yoongi menyerahkan kunci mobilnya pada Jungkook.

Mengangguk paham, lelaki itu membuka pintu agar Jennie dan Lalice bisa masuk ke kursi penumpang tengah. Ia sendiri akan mengemudi mobil itu walau saat ini tangan kirinya terasa sakit bukan main.

"Kejar mereka!" Seruan marah Taeho terdengar bersamaan ketika mobil milik Yoongi pergi dari sana.

Gadis misterius itu tak tinggal diam. Dia menembaki seluruh ban kendaraan milik Taeho dan rekannya. Membuat lelaki itu menggeram dan memilih menghajarnya.

Perkelahian kembali terjadi. Lalice menoleh ke belakang sejenak, sebelum akhirnya genggaman tangan Jennie kembali menyadarkannya.

"Jungkook, bisakah lebih cepat? Darahnya semakin banyak keluar." Suara Lalice meninggi. Memilih mengusap wajah Jennie yang kini sudah dipenuhi keringat.

Peluru itu, pasti cukup dalam melukai Jennie. Lalice sudah yakin. Dia hanya berharap, jika peluru itu tak mengenai organ penting di dalam tubuh Jennie.

"Lili-ya, mau berjanji?" Jennie semakin menggenggam erat tangan Lalice ketika rasa sakit mulai menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Jangan bicara omong kosong." Lalice menyahut dengan suara tak bersahabat. Jennie tahu, bahwa kini Lalice sedang dilingkupi perasaan khawatir.

"Jangan tinggalkan aku."

Lalice tertegun, lalu detik berikutnya ia mengangguk cepat.
"Aku tidak akan meninggalkanmu."

Mendengar kalimat Lalice, Jennie tersenyum lega. Ia pandangi wajah dingin itu terus-menerus. Masih cukup tak percaya, bahwa ia bisa membuat hati Lalice yang sekeras batu kini menjadi sehangat selimut. Walau terkadang gadis berponi itu masih acuh padanya.

Mendadak, ia ingat dengan pertemuan pertama mereka. Dahulu, Lalice sangat menyebalkan. Ia selalu memarahi Jennie. Tapi sekarang, Lalice berubah menjadi anak yang penurut.

Sampai akhirnya rasa sakit itu membuat tubuhnya menggeliat, raut wajah Lalice kini mulai berubah sepenuhnya menjadi panik.

"S-Sakit. Lili, Unnie sakit." Rintihan itu, membuat perasaan Lalice sungguh sesak.

Bitter ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang