Siang itu, empat gadis tampak berkumpul di taman belakang sembari memakan beberapa cemilan yang tersedia.
Mereka tampak seperti pengangguran padahal pikiran gadis-gadis itu sedang penuh sekarang. Tentu saja karena kasus yang tak kunjung selesai. Mendadak, sidang yang seharusnya dilakukan dua hari lalu kini di undur menjadi minggu depan.
Mereka tentu bingung. Tidak, lebih tepatnya hanya Jisoo, Jennie, dan Rosé. Karena Lalice mengetahui alasan mengapa sidang So Jisub di undur.
Hal itu terjadi karena ada campur tangan Lalice. Ia sudah menyerahkan bukti yang didapat dari Park Seojoon. Sampai hari ini hingga tiga hari kedepan, tim kepolisian yang Suzy percaya sedang melakukan penggeledahan di berbagai tempat.
"Wendy Sunbaenim akan kembali besok. Mereka sudah menemukan barang buktinya. Hanya saja karena pihak kepolisian setempat sulit bekerja sama, mereka cukup kesulitan." Lalice yang saat ini sedang memberikan makanan ikan di depan kolam seketika tertegun mendengar penuturan Rosé.
"Kita tidak bisa berharap banyak. Hakim ketua yang kita harapkan sudah mundur. Tidak ada lagi orang jujur di persidangan itu." Kali ini Jisoo pun angkat bicara.
Sedangkan Jennie, mendadak suasana hatinya memburuk. Ia sungguh tak ingin membahas masalah kasus itu. Ia hanya takut Lalice kembali memikirkannya dan berbuat nekat lagi.
Tapi ternyata ketakutannya itu tidak terbukti. Lalice tampak acuh dan kembali sibuk dengan ikan-ikan yang hidup di dalam kolam taman belakang.
Sejenak ia merasa tenang. Memilih memberi kode Jisoo dan Rosè agar tak lagi membahas masalah So Jisub. Untung saja keduanya mengerti dengan baik. Mereka akhirnya memilih diam dan memakan cemilan yang ada.
Setelah merasa ikan-ikan di dalam kolam itu kenyang, Lalice mulai bangkit dari duduk di atas karpet tempat sahabat-sahabatnya berada.
"Rosé-ya," panggil Lalice dengan tatapan hanya tertuju pada Rosé.
"Apa kau sudah bahagia?" Pertanyaan itu cukup aneh untuk di dengar. Tidak ada angin, tidak da hujan. Lalice tiba-tiba bertanya dengan serius.
"E-Eoh." Ini sudah kesekian kalinya Lalice bertanya tentang kebahagiaannya.
"Kali ini aku sungguh-sungguh, Lili. Aku benar-benar merasa bahagia. Selain kalian ada di sisi ku, aku juga bahagia karena ayahku sudah berubah." Rosé menyadari jika ia memang belum menceritakan tentang kehidupannya di dalam rumah kepada ketiga sahabatnya itu.
"Aku tidak tahu apa sebabnya. Tapi beberapa hari ini Appa tampak seperti ayah sesungguhnya untukku." Rosé mulai mengingat-ingat apa yang telah ayahnya lakukan akhir-akhir ini.
"Dia melakukan hal yang tak pernah ia lakukan padaku dahulu. Dan itu... Membuatku benar-benar bahagia."
Diam-diam Lalice tersenyum. Setidaknya, ia sudah menepati janjinya dengan Rosé. Melihat wajah sahabatnya yang lebih berseri membuat Lalice merasa lega bukan main.
"Jisoo Unnie." Kini perhatian Lalice berganti pada Jisoo.
Di antara mereka, mungkin hanya Jisoo yang belum mendapatkan kebahagiaannya sendiri. Gadis itu sudah terlalu banyak memiliki luka, dan bingung harus menyembuhkannya seperti apa.
"Aku memang tidak tahu apa yang kau rasakan. Walaupun berat, cobalah untuk memaafkan mereka. Karena hanya dengan itu, kau bisa benar-benar bahagia." Jisoo sangat paham apa yang Lalice maksud.
Benar adanya jika ia belum memaafkan kedua orang tuanya. Merekalah yang menjadi sumber lukanya selama ini. Mereka yang membuat hidup Jisoo seperti di neraka. Jisoo tak akan pernah lupa, bagaimana ia diperlakukan seperti bukan seorang manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter ✔
FanfictionSebuah kepahitan akan terasa manis dipandangan orang lain. Itulah hidup, setiap orang tidak akan bisa memandang kehidupan secara sama. Menilai adalah keahlian, namun meneliti adalah suatu keseganan untuk mereka. Kim Jisoo, Kim Jennie, Rosé Park, dan...