Bitter : 17. Like a Puzzle

8.1K 1.4K 239
                                    

Sudah satu bulan lebih lamanya, kamar itu tak berpenghuni. Kamar yang sangat jarang Taeyeon masuki. Karena dulu, Jisoo selalu menguncinya. Sekali pun gadis itu ada di dalam kamar.

Dia merasa sangat gagal menjadi seorang Ibu. Membiarkan Jisoo kesakitan sendiri. Dan bahkan ketika pergi, Taeyeon tak menahan Jisoo sedikit pun. Mengira jika anak tunggalnya itu akan pulang jika lapar, namun nyatanya tidak. Bahkan, Taeyeon tak tahu, putrinya itu masih bernyawa atau tidak.

Wanita itu melangkahkan kakinya memasuki kamar Jisoo. Kamar yang tampak rapi, dengan rak buku besar di dalamnya. Taeyeon bahkan tak tahu, jika Jisoo adalah pengoleksi buku.

Menghampiri rak itu, Taeyeon mengernyit saat melihat itu bukanlah kumpulan buku novel atau hal yang berhubungan dengan jurusan kuliah Jisoo. Melainkan beberapa buku tentang kesehatan.

Taeyeon menarik salah satunya. Membuka buku tentang penyakit dalam itu, lalu tak sengaja sebuah amplop putih terjatuh dari sana. Amplop yang nemiliki sebuah logo Universitas terkenal di Korea Selatan, namun bukan Universitas tempat Jisoo berkuliah sekarang.

Taeyeon meraihnya. Membuka dan membaca keseluruhan isi surat itu. Yang ternyata berisi pernyataan jika Jisoo telah lolos sebagai calon mahasiswa baru Fakultas Kedokteran.

Seketika, kedua lutut Taeyeon terasa lemas. Air matanya kembali meluruh, membayangkan betapa teriksanya Jisoo selama ini. Karena menjalani sesuatu yang bertolak belakang dengan apa yang diingknkan, bukanlah hal mudah. Tapi bahkan selama ini Jisoo tak mendapatkan kalimat penyemangat, alih-alih justru penyiksaan yang dia terima dari sang ayah.

"Bagaimana bisa... Kau hidup seperti itu, Jisoo-ya?" tanya Taeyeon lirih. Memeluk surat dan buku kesayangan milik Jisoo itu.

Seandainya Taeyeon harus berada di posisi Jisoo, mungkin dia tak akan sanggup menjadi kuat seperti anaknya itu. Selalu menuruti keinginan orang tuanya, namun sedikit pun tak mendapatkan kasih sayang yang sempurna.

"Kembali lah ke pelukan Eomma, Sayang. Eomma janji, tak akan ada yang bisa menyakitimu lagi." Tubuh Taeyeon meluruh ke lantai. Meratapi penyesalan yang dia rasakan, juga menahan rindu yang benar-benar menyiksa.

.........

Chanyeol membahasi bibirnya yang sama sekali tidak kering. Menutupi diri jika ternyata dia sangat gugup sekarang. Melihat tatapan tajam Jennie dan Rosé yang menusuknya. Terlebih Jisoo dan Lalice sama sekali tak membantu. Jisoo yang asik dengan permainan di ponselnya, sedangkan Lalice yang tampak asik menikmati permen susu kesukaannya.

"Apa yang ingin kau bicarakan? Bahkan teh yang ku buat untukmu sudah habis." Ucap Rosé kesal, menunjuk pada cangkir di hadapan Chanyeol yang kini sudah kosong.

"Ah, nde. Begini Nona," Chanyeol berdehem sejenak. Merasa kini tenggorokannya kering padahal sudah menghabiskan satu cangkir teh hangat.

"Jujur saja, aku tidak bisa melepaskan mereka berdua. Selain sudah terikat kontrak, aku juga sangat membutuhkan mereka---"

"Berapa uang ganti ruginya? Aku akan membayarnya asalkan kedua orang itu harus keluar." Jennie berkata dengan tegas. Membuat Jisoo dan Lalice saling melempar pandangan. Membayar? Bahkan sekarang saja gadis itu adalah seorang pengangguran.

"Nona, bagaimana... Jika aku menawarkan kesepakatan yang lain?" senyum tipis muncul di bibir Chanyeol, tapi Lalice yang melihat itu memiliki firasat jika ada arti lain di dalam ucapan Chanyeol.

"Kesepakatan?" tanya Rosé bingung.

"Nde. Bagaimana, jika kalian ikut bergabung bersamaku?"

"Ya! Kau gila?" Jisoo bangkit dari duduknya. Membulatkan matanya menatap Chanyeol yang meringis karena mendengar teriakan Jisoo.

"Selain kalian tak akan membayar ganti rugi, kalian justru bisa mengawasi mereka secara langsung. Kalian juga akan mendapatkan gaji," ucapan Chanyeol itu membuat Jennie dan Rosé saling pandang. Mereka berdua sama terkejut, karena tak pernah membayangkan jika akan bergabung bersama Badan Intelegen Negara.

Bitter ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang