Ada begitu banyak pagar besi yang harus ia lewati. Selain itu, telinganya terus berkedut mendengar cibiran tentang dirinya dari banyaknya mulut disana.
Lorong itu tak terlalu terang. Lampunya pun mungkin sudah tidak diganti cukup lama. Melewati banyak pintu tahanan, mereka membawa sosok itu masuk ke dalam ruang bawah tanah melalui pintu rahasia di gereja tahanan.
"Aku sudah menyiapkan keperluanmu. Mandi dan istirahatlah, Tuan."
So Jisub menarik dasinya kasar, lalu duduk di salah satu kursi dan menaikkan kakinya ke atas meja.
Orang yang baru saja berbicara dengannya adalah Kang Jungmo, kepala sipir tahanan yang akan So Jisub tempati.
Lokasi tahanan itu ada di Daegu. So Jisub dipindahkan kesana setelah menjalani sidang pertama yang belum menentukan hukuman untuknya.
"Ini adalah ruangan VVIP. Jika kau membutuhkan sesuatu, kau bisa menggunakan telepon yang tersedia." Kepala sipir menunjuk pada telepon yang ada di sebuah meja kecil.
"Aku sudah melakukan sebisaku untuk mencari tahanan yang bisa membuatmu nyaman. Selama berada di sini, aku akan mengumpulkan anggota kita untuk berdiskusi." Sosok berjas maroon yang sudah ada di ruangan itu sebelum kedatangan So Jisub mulai bicara.
Dia Kim Joohun. Pemilik sebuah perusahaan yang bergerak di bidang medis dan obat-obatan. Salah satu pendukung terkuat So Jisub selama di Korea.
"Sial. Aku harus sedikit repot karena ulah bocah-bocah itu." So Jisub menurunkan kedua kakinya. Mulai meraih rokok yang tersedia di meja dan menyalakannya.
"Ini semua karena kami mengikuti caramu yang hendak memanfaatkan gadis kecil itu. Jika kau membiarkan kami membunuhnya sedari dulu maka tidak akan serumit ini." Kim Joohun berujar dengan kesal.
Banyak kegiatan yang harus mereka batalkan karena insiden penangkapan So Jisub ini. Bisnis gelap yang sedang mereka jalankan saat ini harus merugi cukup banyak.
"Aku sudah memberikan uang untuk pengadilan. Mereka akan bekerja sama." Kim Joohun kembali berucap.
"Jangan hanya uang yang kau berikan. Cari asal usul keluarga mereka. Tidak menutup kemungkinan jika mereka akan berkhiatan nantinya." Kim Joohun mengagguk patuh mendengar perintah So Jisub.
"Sampai saat ini Taeho belum tertangkap. Hanya Hyeri dan Dongyeon yang tertangkap karena saat itu mereka sedang bersama." Kali ini, Kim Joohun memberikan informasi terkait tangan kanan temannya itu.
"Cari dia dan bawa padaku. Walau kini dia sedang bebas, aku yakin dia tak akan bisa membunuh Lalice. Jadi, aku harus sedikit memberinya ceramah." So Jisub mendesis. Salahnya juga karena dahulu harus mengutus Taeho untuk mengintai Lalice. Membuat lelaki itu menjadi lemah terhadap Lalice.
"Lalu, bagaimana dengan anakmu?"
Mendengar pertanyaan Joohun , Jisub menahan napasnya. Mengingat sosok sang anak membuat Jisub menjadi sedikit resah. Anak yang sangat jarang ia temui karena mereka sudah pisah rumah sejak lama.
"Biarkan dia menikmati hidupnya."
...........
Siang itu, tak ada seorang pun yang menemani Lalice. Hingga akhirnya datang satu sosok yang sejak tadi Lalice nantikan. Sosok itu kemudian membuka ransel dan meletakkan beberapa barang ke pangkuan Lalice.
Ada ponsel baru, Macbook, serta beberapa kertas. Lalice memintanya pada Wendy karena saat ini hanya gadis itu yang mau melakukan apa pun untuknya.
"Jika kakakmu tahu, aku bisa dibunuh karena memberikanmu ponsel." Wendy menggerutu. Saat kemarin ia menjenguk Lalice, gadis berambut abu itu memohon untuk membawakan ponsel baru karena ponselnya rusak, serta sebuah laptop dan beberapa berkas di apartement miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter ✔
FanfictionSebuah kepahitan akan terasa manis dipandangan orang lain. Itulah hidup, setiap orang tidak akan bisa memandang kehidupan secara sama. Menilai adalah keahlian, namun meneliti adalah suatu keseganan untuk mereka. Kim Jisoo, Kim Jennie, Rosé Park, dan...