Manhattan.

663 105 19
                                    

Maap, gue gak bisa nulis cerita seperti yg kalian mau hehe. Dari awal ini udah ke konsep gini sih sampe end-nya. Dan lagi gue gak berbakat dan gak pernah ada niat buat nulis semacam NSFW (lapan belas coret), apalagi pake chara anak kesayangan gue re. jaehyun. Hehe yg tau tulisan2 gue di twitter pasti tau lah.

Pernah sih bikin short au yang bau-bau gitu, tapi itu cuma konsepnya doang, dalemnya masih aman-aman aja. hehe

enjoy~



___




Manhattan.

Tidak pernah sekalipun Jaehyun bermimpi akan bisa menginjakan kakinya di sini. Tapi takdir memang lelucon yang kadang Jaehyun sendiri lelah untuk terus mengharapkannya. Tapi terkadang Jaehyun berterimakasih kepada takdir. Karenanya keberanian yang selama ini terkubur di diri Jaehyun muncul dengan gagahnya. 

Seperti sekarang. 

Terhitung sudah lebih dari tiga tahun Jaehyun menimba ilmu di Manhattan. Kota yang bahkan sebelumnya awam di telinga Jaehyun yang sekarang justru menjadi tempat pengaduan Jaehyun. Manhattan dan New York. Tempat yang sempat membuat Jaehyun ciut pada awalnya. Karena mau bagaimanapun, di sini sangat jauh beda dengan Jakarta. Dari mulai makanan sampai perilaku orang yang ada.

Di Manhattan tidak ada nasi padang yang selalu menjadi penyelamatnya saat dia ingin memuaskan perutnya.

Di Manhattan tidak ada es buah yang biasanya menjadi pelepas dahaganya.

Di Manhattan tidak ada kopi dengan harga sepuluh ribu rupiah.

Di Manhattan tidak ada sate angkringan kesukaan Jaehyun.

Di Manhattan tidak ada Mingyu, Yugyeom, dan Eunwoo.

"Kangen juga."

Jaehyun menatap layar ponselnya. Melihat potret mereka berempat yang dia ambil sesaat sebelum Jaehyun lepas landas dari Jakarta ke Manhattan. Hari itu mereka datang pagi sekali untuk mengantar Jaehyun, kecuali Mingyu yang memang menginap dengan Jaehyun berbagi obrolan hingga pagi. Bukan hanya Yugyeom dan Eunwoo yang datang, Johnny juga datang untuk mengantar sang 'adik'.

Jaehyun mengambil ponsel lamanya, menekan tombol untuk beberapa detik sampai ponsel itu hidup dan menunjukan tampilan yang sudah lama dia tidak sapa. Terhitung sudah tiga tahun dia tidak membiarkan ponsel itu menyala. Sesaat setelah ponsel itu hidup, runtutan pesan dan panggilan tidak terjawab masuk berbarengan. Jaehyun hanya bisa tersenyum saat melihat itu.

Dia merasa jahat.

Dia mengingkari janjinya. Pada Mingyu, Yugyeom, Eunwoo, dan juga Johnny. Janji untuk tetap menghubungi mereka. Karena sesaat selepas pesawat yang dia tumpangi meninggalkan Indonesia, dia langsung mematikan ponselnya dan tidak pernah menyentuh ponsel itu sampai sekarang, hari kelulusan dia di kampusnya.

Tangannya bergetar. Masih ragu untuk membaca semua pesan itu atau tidak.

Jaehyun takut goyah. Alasannya untuk benar-benar memutus hubungan dengan semua yang ada di Jakarta adalah ini. Dia tidak mau menyerah dan goyah kalau seandainya dia terus dihadiahi pesan seperti itu. Rasanya dia akan terus meminta ingin pulang kalau mendengar suara dari salah satu dari mereka.

Mata dan jari Jaehyun menjelajah melihat setiap nama yang muncul di kontak masuk pesan nya.

Mingyu

Eunwoo

Yugyeom

Johnny

Jaehyun tersenyum kecut saat melihat jumlah pesan yang dikirimkan oleh Mingyu. Apakah dia setiap hari mengirimi pesan? Ada seribu lebih pesan Mingyu kirimkan. Jaehyun jadi penasaran, pesan seperti apa yang Mingyu kirim. Jarinya mulai bergerak ke atas, memberanikan diri untuk membuka pesan dari Mingyu. Belum sempat Jaehyun ingin membuka pesan dari Mingyu, ponsel lamanya berdering menampilkan seseorang yang sedang mencoba menghubungi Jaehyun.

Protect Jaehyun Squad! Jaehyun x 97 line [COMPLETED]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang