Jalan kaki dengan lambat, tidak tergesa-gesa, atau melangkah dengan tenang.
•••
"Sa, sarapannya yang cepet, Nak Mahesa udah nunggu di depan, tuh."
Sontak saja Sasa tersedak mendengar penuturan omanya. Cepat-cepat dia menyambar gelas dan menenggak air hangat sampai habis. Masih dengan keterkejutannya, Sasa menatap omanya tak percaya.
"Disuruh cepet-cepet, malah bengong begitu. Kasihan Nak Mahesa kalau harus telat gara-gara kamu. Jauh-jauh jemput ke sini, tahunya malah jadi rugi. Nasinya dihabisin, mubazir," omel Oma Denok. Beliau menyimpan sendok dengan rapi di atas piring, pertanda sarapannya telah selesai.
Lagi, Sasa malah melakukan hal sebaliknya dari yang dibicarakan sang oma. Dia malah bangkit dari duduknya dan bergegas menuju ke luar. Matanya seketika. "Mahesa?"
Laki-laki itu mengangkat kepalanya. Dia langsung tersenyum saat bertukar pandang dengan Sasa. "Gak usah buru-buru, gue enggak akan ninggalin lo, kok. Makan nasi beda sama makan es krim, enggak bisa sambil jalan."
"Ini seriusan lo? Lo jauh-jauh dari Tanah Abang ke sini cuma buat jemput gue? Ya ampun, Mahesa, kenapa bikin repot diri sendiri? Gue bisa naik ojol. Biasa juga gitu, kok."
"Ngomelnya entar lagi aja, sekarang lo lanjut sarapan aja dulu." Mahesa berdiri, membalikkan tubuh Sasa, lalu mendorong lembut gadis itu untuk masuk kembali ke rumah. Dia tersenyum melihat tubuh kecil itu berlalu menuju meja makan. "Masih pagi, lo udah cerewet aja, Sa."
Ya, Sasa tidak salah lihat mendapati kehadiran Mahesa di teras rumahnya pada pukul 6.15 pagi hari. Laki-laki itu memang sengaja bangun, siap-siap, dan berangkat lebih pagi supaya bisa ke Setiabudi terlebih dahulu, untuk menjemput Sasa. Perjalan 1 menit menuju sekolah diperpanjang menjadi setengah jam supaya bisa duduk satu jok dengan seorang Khaesa Valeria.
"Nanti, oma ada kelas zumba. Jadi, waktu kamu pulang, oma enggak ada di rumah. Kalau mau makanan hangat, kamu pesen sama ojol aja, ya. Atau beli apa dulu di perjalanan pulang."
"Iya, Oma. Itu gampang. Pokoknya, Oma seneng-seneng aja di kelas zumba nanti." Sasa bergerak mencium punggung tangan omanya, lalu berbalik memandang Mahesa. "Yuk, jalan sekarang."
Mahesa juga melakukan hal yang sama, mencium punggung tangan Oma Denok sebelum berlenggang pergi. "Kita pamit dulu, ya, Oma."
"Hati-hati, ya, Nak Mahesa. Siap-siap aja di perjalanan kupingnya panas. Kayaknya, Sasa lagi bahagia, dari tadi ngomongnya banyak banget," ucap Oma Denok sambil terkekeh geli. Beliau setia berdiri di ambang pintu untuk melihat kepergian cucunya. Dan entah mengapa, beliau merasa tenang saat melihat Sasa bersama Mahesa. "Semoga aja Mahesa itu jodoh kamu, Sa. Oma bakal bahagia banget kalau emang begitu adanya."
"Kata oma, lo lagi bahagia. Bahagia kenapa?" tanya Mahesa sembari melirik kaca spion. Dia terkekeh saat Sasa memalingkan wajah, menghindari tatapannya.
"Drama korea yang gue tonton happy ending, dong! Gue seneng banget! Gue harap, pemeran utamanya jadi pasangan beneran di dunia nyata. Mereka serasi banget, ganteng sama cantik. Aktingnya juga bagus, sama-sama punya good attitude. Pokoknya, gue bakal dukung mereka sampai pelaminan!" seru Sasa dengan penuh semangat.
Dan ternyata, tebakan Oma Denok benar adanya. Sasa sangat cerewet pagi ini. Pembicaraan mereka sepanjang perjalanan didominasi mengenai drama yang semalam rampung Sasa tonton. Sesekali Mahesa melirik kaca spion, untuk sekadar melihat ekspresi gadis itu. Meski beberapa pengendara sempat melirik ke arah motornya, Mahesa tidak peduli. Dia hanya ingin menikmati kebersamaannya dengan Sasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flimflam [Tamat]
Teen FictionKhaesa Valeria hanya gadis biasa yang baru mengenal indahnya cinta di masa SMA. Meski sosok Ivano adalah pacar yang sedikit keras, tetapi Sasa tetap mencintai laki-laki yang 2 tahun lebih tua darinya. Dibentak, dimaki, sampai disakiti secara fisik j...