Mengagumi seseorang lebih dari yang seharusnya.
•••
Mahesa bergerak mengambil foto yang baru saja dia cetak. Tanpa alasan yang jelas, dia tersenyum melihat foto itu. Momen di mana ia dan Sasa saling pandang memang diambil dalam waktu yang bersamaan. Keduanya terlihat bengong, tetapi ekspresi itu akan membuat siapa saja penasaran dengan pembicaraan di antara keduanya. Satu lagi, Sasa terlihat sangat lucu dengan kaus kuning cerah dengan gambar Donald Duck. Apalagi saat Sasa makan donat tadi, bibirnya yang manyun-manyun berhasil membuat Mahesa gemas sendiri.
Astaga! Kok, gue jadi kayak gini? Mahesa terperangah sendiri. Dia mengalihkan pandangan dari foto itu. Gak boleh, Sa. Lo gak seharusnya kayak gini. Lo jangan lupa kalau Sasa itu pacar Ivan. Mahesa menggelengkan kepalanya sambil menyimpan foto itu ke atas meja. Dia akan memberikannya pada Sasa Senin nanti.
Sambil terus berusaha menghentikan pemikiran aneh tentang Sasa, Mahesa berjalan ke luar kamar. Di ruang tengah sudah ada mama papanya yang sedang menonton televisi, Mahesa segera bergabung dengan keduanya.
"Nah, Pa, donat kentang tadi Mahesa yang bawa. Gak tahu juga dari mana, mama gak sempet nanya," celetuk Bu Rini-mama Mahesa. "Cuma mama tahu, sih, donatnya buatan kamu. Tapi, gak tahu bikin di mana. Ada praktek kewirausahaan di sekolah, ya?"
"Atau, bikin di rumah pacar?" timpal Pak William-ayah Mahesa. Beliau menatap putranya penuh goda. "Udah ada kemajuan, nih?"
Perkataan dua orang tuanya membuat Mahesa geleng-geleng kepala. Orang tuanya memang selalu paling kompak dalam menggoda anak. "Enggak dua-duanya," jawab Mahesa sambil mengambil satu donat dari atas meja. "Bikin di rumah temen."
"Zidan?" Bu Rini mengernyitkan kening saat putra bungsunya itu menggeleng pelan. "Lho, terus di rumah siapa kalau bukan di rumah Zidan?"
"Ya ... di rumah temen. Tapi, bukan Zidan." Acuh tak acuh Mahesa menjawabnya. Dia hanya fokus menikmati donat kentang di tangannya sambil menonton televisi, menyimak berita yang ditayangkan. Sebelum orang tuanya bicara yang tidak-tidak, Mahesa kembali menimpali, "temen Mahesa juga bukan cuma Zidan aja, Ma, Pa."
"Tapi, baru kali ini kamu pulang menjelang malam sambil bawa donat kentang buatan kamu sendiri. Mana banyak pula bawanya. Kan, mama sama Papa jadinya curiga." Bu Rini masih setia menatap putranya yang memasang wajah datar. "Kalau kamu mau punya pacar juga enggak apa-apa, kok, Sa. Selama itu bisa jadi penyemangat belajar kamu, kami sama sekali enggak keberatan."
Mahesa membuang napas sambil menatap mamanya. Sudah tidak terhitung berapa kali mamanya bicara seperti itu. Mahesa maklum, mungkin orang tuanya itu hanya khawatir ia tidak punya ketertarikan pada lawan jenis. Di saat Zidan sudah berpacaran saat masih di bangku SD, Mahesa justru belum pernah menyukai wanita sebagai lawan jenis di usianya yang mau menginjak 18 tahun. Namun, itu bukan berarti ada yang salah dengan Mahesa. Memang belum ada saja yang bisa membuatnya tertarik.
"Nanti, kalau udah jadi pacar, Mahesa bawa ke sini."
Senyum di wajah Bu Rini langsung terbit. "Bener, ya? Mama pegang kata-kata kamu, lho." Bu Rini juga ikut menikmati donat keju itu. Meski anak laki-laki kemampuan Mahesa dalam memasak memang patut diacungi jempol. "Sekarang masih PDKT, ya?" Beliau terkekeh saat Mahesa menatapnya penuh tanya. "Iya, perempuan yang kamu acak-acak dapurnya itu. Kalian masih tahap PDKT?"
Lho, emang ada gue bilang cewek yang nanti jadi pacar gue itu Sasa? Mahesa jadi membatin sendiri. Dengan cepat dia menggeleng, menampik perkataan mamanya. "Bukan Sasa, Ma. Maksudnya Mahesa, siapa aja yang nanti jadi pacar Mahesa, pasti dibawa ke sini, dikenalkan sama Mama Papa. Tapi, bukan Sasa. Dia udah punya pacar. Pacarnya juga temen Mahesa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Flimflam [Tamat]
Teen FictionKhaesa Valeria hanya gadis biasa yang baru mengenal indahnya cinta di masa SMA. Meski sosok Ivano adalah pacar yang sedikit keras, tetapi Sasa tetap mencintai laki-laki yang 2 tahun lebih tua darinya. Dibentak, dimaki, sampai disakiti secara fisik j...