27. Retrouvaille

1.9K 174 5
                                    

Kegembiraan untuk bertemu lagi dengan seseorang setelah sekian lama berpisah ; bertemu kembali.

•••

Kaki jenjang Sasa menelusuri koridor dengan langkah yang panjang. Matanya terus bergerak membaca keterangan ruangan di pintu ruang rawat. Dan begitu sampai di tujuan, Sasa langsung masuk. Dia melepas tasnya begitu saja dan langsung menarik Mahesa ke dalam pelukannya. Rasanya ... seperti di rumah.

"Makasih karena udah bertahan, Sa. Makasih banyak karena lo enggak tinggalin gue," ucap Sasa dengan penuh kesungguh-sungguhan. Bahkan, saat ini Sasa sudah menangis. "Gue janji, gue akan rawat lo sampai sembuh, sampai lo bisa kayak dulu lagi. Asal lo janji, jangan pernah tinggalin gue."

Perlahan, tangan Mahesa terangkat untuk membalas pelukan Sasa. "Jangan takut, Sa. Gue gak akan ke mana-mana, kok. Gue akan selalu ada di samping lo. Dan gak perlu bilang makasih sama gue. Emang udah seharusnya gue berjuang."

Pelukan Sasa semakin mengerat. "Gue sayang sama lo, Mahesa. Gue gak bisa kalau gak ada lo."

"Gue juga .... Sa ...." Mahesa menepuk-nepuk punggung Sasa. "Jangan keras-keras peluknya. Perut gue masih sakit."

Sasa langsung terpekik. Dia segera melampiaskan pelukan itu dan menarik diri. "Maaf, maaf. Gue lupa kalau lo habis operasi. Masih sakit, ya? Apa perlu gue panggil dokter sekarang? Ya ampun, kenapa gue mendadak hilang akal kayak gini, sih?!" Sasa hendak memukul kepalanya, tetapi tertahan.

"Jangan sakiti diri lo sendiri," pinta Mahesa ambil memegang pergelangan Sasa. "Gue enggak apa-apa, kok. Sekarang udah gak sakit lagi."

Saat itu juga, Sasa membanting tubuhnya ke kursi yang ada di atas brankar. Seharian ini ia berusaha menahan diri untuk tidak kabur dari sekolah. Dia sangat ingin menemui Mahesa dan memeluknya. Sasa ingin memastikan bahwa Mahesa benar-benar telah sadar dengan kedua matanya sendiri. Namun, karena telah bersemangat, dia sampai menyakiti laki-laki itu.

"How are you?" tanya Mahesa. Tatapan dalamnya tertuju pada sepasang netra milik Sasa. Senyum tipis yang hilang sejak semalam kini kembali terlihat.

"I'm okay right now. 'Cause I can see your opened eyes." Sasa membuang napas panjang. Dia juga melakukan hal yang sama, tidak melepaskan tatapannya dari Mahesa. "Tapi, semalam gue bener-bener hancur. Ngelihat keadaan lo, gue takut gak bisa denger suara lo lagi. Gue sempet berpikir gak bisa ngobrol sama lo kayak gini lagi."

Mahesa meraih tangan Sasa dan menggenggamnya erat. "Gue di sini, Sa. Gue udah sadar, gue berhasil lawan maut." Mahesa menghapus jejak air mata di pipi Sasa dengan tangan kirinya. "Jangan nangis lagi, dong. Entar gue juga ikut nangis, gimana?"

"Gue bahagia aja. Semua ketakutan gue itu nggak akan jadi kenyataan." Sasa membalas genggaman tangan Mahesa. Dia mencium punggung tangan Mahesa dengan lembut. "Jangan bikin gue takut lagi, ya."

"Gak akan."

"Mahesaaa!" teriak Zidan saat masuk ke ruang rawat. Dia membentangkan tangan dan langsung berlari ke arah sahabatnya. Hendak memeluk, tetapi tertahan karena Mahesa menggelengkan kepala. "Lo kenapa bisa kayak gini, sih, Nyet? Sampai harus operasi segala lagi! Nyawa lo cuma satu, enggak ada cadangan. Harusnya, lo jaga nyawa lo yang satu-satunya itu."

Terdengar ringisan kecil dari Mahesa karena lengannya dipukul Zidan. "Ya, mau gimana lagi? Gue juga gak tahu tadi malam bakalan kecelakaan. Tapi, gue selamat, masih aman. Enggak jadi lewat."

"Gue panik banget tahu lo kecelakaan, anjir! Kalau gue enggak lihat instastory temen gue yang lagi nonton balapan lo, udah pasti gue enggak bakal tahu." Zidan geleng kepala, tidak kuasa sendiri melihat keadaan Mahesa. "Tapi, syukur banget lo masih bisa selamat. Itu otak pake baik-baik, jangan sok jadi jagoan jalanan!"

Flimflam [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang