Keadaan tidak menyadari apa yang terjadi di sekitar kamu.
•••
"Belajar yang rajin, ya. Jangan lupa juga buka buku yang aku kasih, supaya nilai TO kamu gede. Okay?"
"Iya," singkat Sasa sambil tersenyum tipis. "Kalau gitu, aku masuk dulu, ya."
Ivan langsung turun dari motornya. Dia merapikan rambut Sasa yang berantakan karena helm. Lalu, dia meraup kedua pipi kekasihnya itu dan menatap Sasa dalam-dalam. Entah mengapa, hari ini kasih sayangnya untuk Sasa bertambah berkali lipat. Bahkan, Ivan juga sampai mengantarkan Sasa kan sekolah, padahal itu sama sekali bukan kebiasaannya.
"Aku sayang banget sama kamu, Sa," cetusnya dengan penuh kelembutan.
Maafin aku, Van. Kasih sayang aku buat kamu udah terbagi. Masih dengan senyum tipisnya, Sasa menggenggam tangan Ivan dan menurunkannya perlahan. "Aku masuk dulu, ya. Kalau kelamaan di sini, nanti malah telat." Tanpa memberi peluang untuk Ivan kembali bicara, Sasa berlalu begitu saja dan bergegas masuk gerbang.
Sementara Ivan masih setia berdiri di tempatnya. Matanya menatap punggung Sasa yang kian menjauh dengan tatapan bingung. Kok, kamu enggak jawab perkataan aku, sih, Sa? Kenapa kamu pergi gitu aja? Semakin hari, sikap kamu makin aneh. Kamu kayak lagi nyembunyiin sesuatu.
Langkah Sasa terhenti saat di area parkir. Biasanya, dia akan disambut hangat oleh senyum manis Mahesa. Namun, kali ini laki-laki itu tidak ada. Sasa sudah mengedarkan pandangan, berusaha mencari sosok pemilik hatinya, tetapi tidak kunjung melihat batang hidungnya.
"Kok, muka lo ditekuk gitu, sih, Sa? Kenapa?" tanya Alin. "Bukannya kemarin lo abis piknik sama Mahesa, ya? Bukannya pasang wajah ceria, malah kelihatan sedih gitu."
"Kemarin gue emang piknik sama dia. Cuma itu anak gak tahu ke mana. Kan, biasanya kita ketemu di parkiran, sekarang malah gak ada." Bahu Sasa merosot seketika. Wajahnya yang kusut semakin tidak terbentuk. "Apa karena gue barusan gue diantar sama Ivan, ya, dia jadi masuk kelas duluan?"
Alin memutar bola matanya malas. "Udah pasti, lah! Dia enggak mungkin kuat lihat lo mesra-mesraan sama cowok lain. Udah pasti Mahesa masuk kelas duluan, males ketemu sama lo! Lagian, ngapain pakai diantar sama Ivan, sih?"
"Tadi pagi dia udah ada di rumah gue, jadi enggak mungkin gue tolak, dong. Terus, dia juga ngasih buku ini. Katanya, supaya gue bisa masuk Widyatama." Sasa menunjuk buku latihan try out kampus favorit itu dengan dagunya.
"Masih aja dia maksa lo buat masuk ke sana?" Alin membuka buku itu.
Isi bukunya lengkap bukan main. Soal pilihan ganda, essay, sampai penjelasannya ada si sana. Bahkan, ada juga contoh soal yang serupa. Jika Sasa sungguh-sungguh ingin masuk Universitas Widyatama, dia pasti bisa lolos dengan bantuan buku ini.
"Gue ke kelas Mahesa dulu, chat gue enggak dibales." Sasa memasukkan ponsel kembali ke tas dan bangkit dari duduknya. Dia tidak ingin membuang waktu hanya untuk menunggu Alin merapikan rambut. Namun, saat di teras kelas, Sasa harus berpapasan dengan Nina. "Eh, Nin. Mau ketemu siapa?" tanya Sasa, niat hati hanya ingin basa-basi.
"Mau ketemu sama lo."
Sayangnya, jadi basi beneran. Sasa mengusap lehernya. Dia berusaha fokus pada Nina meski berulang kali melirik pintu kelas Mahesa. "Ada apa, Nin?"
Nina maju, semakin mendapatkan diri pada Sasa. Dia juga menengok kanan kiri untuk memastikan tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka. "Tentang Mahesa," jawab Nina sejurus kemudian. "Dulu, lo bilang hubungan kalian cuma temen, karena Mahesa juga temen cowok lo. Kok, makin ke sini gue lihat kalian makin deket, ya, Sa? Interaksi kalian itu terlalu intens untuk disebut sebagai temen. Emangnya, lo udah putus sama Kak Ivan, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Flimflam [Tamat]
Teen FictionKhaesa Valeria hanya gadis biasa yang baru mengenal indahnya cinta di masa SMA. Meski sosok Ivano adalah pacar yang sedikit keras, tetapi Sasa tetap mencintai laki-laki yang 2 tahun lebih tua darinya. Dibentak, dimaki, sampai disakiti secara fisik j...