Epilogue

4.3K 184 7
                                    

Scroll sampe bawah ya. Jangan lupa jawab pertanyaanya. ^_^

•••

Dengan mata terpejam, Sasa menikmati semilir angin pantai. Ia ikut bersenandung, mengikuti nyanyian burung yang hendak kembali ke rumah mereka. Sementara telapak tangan dan kakinya mengusap pasir dengan penuh kelembutan. Gadis itu merasa sangat senang. Tidak ada yang lebih baik dari menikmati matahari tenggelam di pantai Bali.

"Jangan lihat aku kayak gitu, Sa," tegur Sasa. Meski indera penglihatannya sedang tidak digunakan, tetapi Sasa bisa merasakan bahwa Mahesa sedang memandangnya lekat-lekat. "Lihat ke laut aja. Mataharinya mau pergi, tuh."

"Ngapain aku fokus memperhatikan hal yang mau pergi kalau di samping aku jelas ada kamu?"

Mata Sasa langsung terbuka saat itu juga. Dia melirik Mahesa, membalas tatapan dalamnya. "Udah pinter gombal sekarang, ya? Siapa yang ajarin, sih?"

"Zidan," jawab Mahesa tanpa ragu. "Tapi, yang barusan bukan gombal, kok. Aku serius. Kamu lebih cantik dibandingkan pemandangan matahari tenggelam."

Tenggorokan Sasa mendadak kering. Dia langsung meraih soda dinginnya dan menenggak sampai setengah. "Kadang, aku suka mikir kalau kamu itu punya dua kepribadian, deh. Kalau ada orang lain, kamu mirip kulkas berjalan. Minim ekspresi, ngomong seperlunya, kalau ditanya juga belum tentu jawab. Tapi, kenapa kalau sama aku beda banget? Manja, cerewet, suka gombal. Kok, bisa gitu?"

"Emang, aku beda, ya?" Mahesa malah balik bertanya.

"Emang, kamu gak sadar?"

Dengan polosnya, Mahesa menggelengkan kepala. Lalu, dia terdiam sendiri, memikirkan kata-kata Sasa. Sungguh, dia tidak tahu bahwa kepribadiannya bisa berbanding terbalik begitu jika berinteraksi dengan Sasa atau orang lain. Perasaan, Mahesa bersikap sewajarnya saja.

"Kayaknya, aku begitu karena kamu istimewa, deh."

Sasa memutar bola matanya malas. "Mahesa," panggilnya. "Masih mau lanjut?"

"Aku serius, Sa. Kamu itu istimewa, makanya aku bisa bersikap beda waktu sama kamu. Karena kamu itu bisa bikin aku nyaman. Pas sama kamu, aku lebih bisa jadi diri aku sendiri," jelas Mahesa dengan wajah seriusnya. Di wajahnya sama sekali tidak terlihat ekspresi gurauan. Ia bersungguh-sungguh akan ucapannya barusan. "Kamu juga ngerasain hal yang sama, 'kan?"

"Iya juga, sih." Sasa mengangguk. "Kayaknya waktu sama kamu, aku lebih bisa jadi diri aku sendiri, deh. Aku bisa sayang sama kamu, tanpa lupa kalau diri aku sendiri juga butuh kasih sayang. Pas sama kamu kayak gini, aku tuh ngerasa nyaman sama bahagia banget."

Mahesa tersenyum. Dia mencolek hidung mungil Sasa. "Itu tandanya, aku emang pendamping yang pas buat kamu."

"Yang barusan tuh namanya narsis!" ejek Sasa. Meski begitu, dia tetap menyandarkan kepalanya di dada Mahesa. "Lihat, deh, langitnya mulai berubah." Sasa menunjuk langit ufuk barat. Matanya menatap takjub bukti kebesaran Tuhan. "Indah banget."

Tangan kekar Mahesa melingkar di tubuh Sasa. Dia menarik kekasihnya itu ke dalam pelukan sambil menatap pemandangan matahari tenggelam dengan penuh khidmat. Dalam hati, mereka terus memuja Sang Maha Kuasa sembari bersyukur atas kebahagiaan yang mereka rasakan.

Baik Sasa maupun Mahesa, keduanya sama-sama tidak menyangka jika pengkhianatan Ivan di malam pertama mereka bertemu menjadi awal kisah mereka. Tangisan pilu Sasa yang baru patah hati mengantarkan mereka untuk menjadi lebih dekat. Hadirnya Mahesa di setiap kesedihan Sasa menjadi gerbang kebahagiaan menyelimuti keduanya. Hingga akhirnya, cinta mengikat dua hati tanpa disadari.

Flimflam [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang