16. Alexithymia

1.4K 161 9
                                    

Ketidakmampuan untuk mengekspresikan perasaan.

•••

"Bikin susu hangat aja, ya?"

"Oh, iya. Boleh, tuh." Sasa mengangguk sambil tersenyum kaku. Tanpa sadar, kepalan tangannya menguat saat Ivan mengusak rambutnya sambil beranjak dari kursi. Lalu, pandangan Sasa beralih pada seseorang yang ada di dekat kulkas. Kita itu cuma terpisah jarak 3 meter doang. Tapi, gue ngerasa jauh banget sama lo, Mahesa.

Tiba-tiba, Guntur mendaratkan bokongnya di samping Sasa. "Lo mau ikut ke Matraman, Sa?" tanyanya sambil memasukkan pisang goreng ke mulut.

"Kalau Ivan kasih gue izin, gue ikut, Kak. Kalau enggak, gue tunggu di sini juga enggak apa-apa, kok. Tapi, kalau kalian mainnya lama, kayaknya gue pulang aja, deh," jawab Sasa. Dia berusaha hanya fokus pada Guntur, memaksakan diri untuk tidak menatap Mahesa.

"Lo tenang aja, Ivan sendiri yang bilang sama gue kalau lo ikut ke Matraman, kok." Guntur menyeruput kopi hitamnya terlebih dahulu, sebelum akhirnya kembali berujar, "kayaknya, cowok lo emang serius mau memperbaiki hubungan kalian, Sa."

Secara spontan Sasa melirik punggung Ivan. Dia sedang bicara dengan pemilik warung kopi dekat markas Ligoni, memesan susu hangat untuk Sasa. Ya, Sasa sendiri bisa merasakan keseriusan itu. Saat menjemputnya tadi, Ivan menyempatkan masuk untuk sekadar menyapa dan mendapatkan izin Oma Denok. Bahkan, Ivan juga membawa kue gulung cokelat kesukaan omanya. Itu semua sudah cukup menjadi bukti keseriusan Ivan.

"Kemauan Ivan buat balik lagi sama lo udah kelihatan, Sa. Tinggal lo yang membulatkan hati." Guntur berdeham saat menerima tatapan penuh tanya dari Sasa. "Bukan apa-apa. Dari tadi gue perhatiin, fokus lo kayaknya bukan sama Ivan."

Jantung Sasa tersentak, napasnya terhenti, lehernya tercekik. Dia menegakkan duduknya, merasa was-was. "Maksud lo gimana, Kak?"

Gelas kopi hitam itu disimpan kembali ke meja. Berbeda dengan Sasa, Guntur justru menyandarkan punggungnya penuh santai. "Lo kayak yang kurang nyaman aja sama dia. Gue tahu, emang perlakuan dia yang dulu itu keterlaluan banget. Hal yang wajar kalau lo masih setengah hati sama Ivan. Tapi, kalau emang lo ada kemauan buat kasih dia kesempatan, gue yakin hubungan kalian akan membaik."

Perlahan, Sasa membuang napas lega. Dia mengangguk kecil sambil melemaskan tubuhnya yang sempat menegang. "Emm ... lo tahu sendiri gimana Ivan dulu, Kak. Tapi, terlepas dari semua itu, gue masih sayang sama dia, kok." Biarpun kasih sayang gue sekarang enggak bisa sepenuhnya gue masih buat dia. "Dan gue juga seneng dia mau berubah."

"Pelan-pelan aja, Sa. Ivan belajar jadi lebih baik, lo belajar maafin dia."

"Siap, Kak."

Hampir saja Sasa kena serangan jantung karena perkataan Guntur sebelumnya. Dia pikir, kegiatan curi-curi pandangnya pada Mahesa ketahuan sahabat Ivan itu. Namun, ternyata masih aman. Hanya saja, Sasa perlu berhati-hati untuk ke depannya.

"Nih." Ivan menyodorkan segelas susu hangat pada Sasa. "Minum sampai habis, biar badan kamu lebih anget. Udaranya dingin banget malem ini."

"Makasih," singkat Sasa sambil mulai menyeruput susu hangat itu.

Seperti yang direncanakan anggota Ligoni, malam ini mereka akan balapan di Jalan Matraman. Seperti biasa, mereka akan melawan musuh bebuyutan, Peregrine. Dan karena balapan terakhir Mahesa berhasil menyentuh garis finish lebih dulu, malam ini dia juga yang akan turun ke jalanan.

Di antara banyaknya penonton yang bersorak menyebutkan yang motor jagoan mereka, Sasa menatap Mahesa dengan penuh harap. Semoga dia baik-baik saja, semoga dia memang, doa itu terus Sasa panjatkan dalam hati. Dan saat laki-laki itu melangkah mendekatinya, senyum di bibir Sasa langsung terbit.

Flimflam [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang