Kejadian yang tidak bisa disalahkan.
•••
"Masa gitu doang kamu gak bisa, sih? Acaranya nyenengin, kok. Nanti kamu gak bakal sendiri, temen-temen aku bawa pacar mereka juga. Kamu tega biarin aku datang sendiri?"
"Aku tetep gak bisa. Aku harus mulai nyicil makalahnya dari sekarang," tolak Sasa penuh penegasan.
Jadi, saat ini Sasa sedang terlibat perdebatan dengan Ivan melalui panggilan telepon. Ivan memaksa Sasa untuk ikut ke acara ulang tahun teman sekelasnya. Dia tetap memaksa tanpa mau peduli dengan tugas makalah sejarah yang harus Sasa kerjakan mulai sekarang. Beberapa kali dia juga berdecak, jelas kesal dengan penolakan Sasa. Ini pertama kalinya Sasa menolak menemani Ivan untuk datang ke sebuah acara.
"Kamu kayak gini karena marah sama kejadian malam Minggu kemarin? Serius? Cuma gara-gara itu kamu gak sudi tolong aku?"
Sasa membuang napas panjang. Untuk kesekian kali, Ivan meremehkan perasaannya. "Enggak, kok. Aku udah lupa sama kejadian itu," jawab Sasa dengan jujur. Karena ada seseorang yang buat gue lupa sama sikap nyebelin kamu, Van. Sasa berusaha bersikap tenang meski emosinya sudah mulai tersulut. Sudah 15 menit, isi pembicaraan mereka hanya tentang pemaksaan. "Kamu bisa datang tanpa aku, Van. Nilai aku bergantung sama makalah. Aku gak bisa."
"Lo mau gue bawa cewek lain? Gitu?" Ivan tertawa sinis di seberang sana. Jika cara bicaranya sudah berubah seperti ini, itu artinya Ivan mulai marah. "Lo udah gak mau jadi cewek gue lagi? Hah?"
Dan jika sudah begini, Sasa juga tidak punya alasan untuk tidak meluapkan emosinya. "Lo ngomong apa, sih? Bagian mana yang gue bilang minta lo bawa cewek lain dan gue gak mau jadi cewek lo lagi? Lo dengerin gue ngomong, gak?" Jantung Sasa berdebar kencang. Bisa dibilang, ini pertama kalinya Sasa bersikap seberani ini pada Ivan. "Kenapa selalu gue yang harus mengerti lo? Kenapa enggak sekali-kali aja lo yang paham perasaan gue? Hubungan ini bukan cuma tentang lo, tapi tentang gue juga!" Sasa menarik napas dalam-dalam, berusaha menetralkan emosinya. "Terserah lo mau mikir kayak gimana. Lama-lama, gue capek ngadepin lo!"
Panggilan itu diakhiri sepihak oleh Sasa. Dia langsung membanting ponselnya karena dongkol. Namun, tidak bisa dipungkiri, Sasa lega melakukannya, lega karena sudah bisa menolak permintaan Ivan.
"Jadi, gini rasanya membela diri sendiri? Gini rasanya mencintai diri sendiri?" Jika biasanya Sasa akan menangis saat kesal pada Ivan, kali ini dia tersenyum bangga. Lalu, Sasa membanting punggung ke sandaran kursi dan membuang napas panjang. "Lo hebat, Sa. Gue bangga sama lo," ucap Sasa pada diri sendiri.
Merasa perlu mencari angin segar sebelum kembali lanjut mengerjakan tugas, Sasa bangkit dari duduknya dan segera ke luar kamar. Betapa kagetnya ia saat tak sengaja menabrak sebuah tubuh kekar yang berada di depan pintu kamarnya. Perlahan, Sasa mengangkat kepala. Dan kejutan kembali ia terima. Itu adalah Mahesa. Sasa langsung mundur selangkah, memberikan jarak untuk tubuh mereka yang hampir saja menempel.
"Lho? Lo ngapain di sini? Kok, dandannya rapi amat?" tanya Sasa sambil memperhatikan penampilan Mahesa. Sasa akui Mahesa terlihat menawan hanya dengan jins hitam dan kaus oblong putih yang dibalut jas biru.
Mahesa menunjuk dapur, di mana Oma Denok sedang sibuk dengan makanan yang baru saja dia antar. "Gue abis antar kue kering buat lo sama oma. Mama gue yang bikin. Katanya, buat balas donat kentang kemarin," jawab Mahesa. Lalu, ia melirik pakaiannya sendiri. "Gue juga mau sekalian ke acara ulang tahun temen. Makanya dandan kayak gini."
"Oh, temen lo juga?" Sasa mengangguk paham. "Barusan Ivan juga telepon gue, minta ditemenin ke acara itu. Cuma, gue tolak. Ada tugas makalah sejarah yang harus dikumpulin lusa." Sasa tersenyum tipis. Tentang mengapa, ia merasa perlu membicarakan hal ini pada Mahesa. "Lo bilang gue harus bisa lebih mencintai diri sendiri, 'kan? Dan yang gue baca, salah satunya dengan cara menolak permintaan orang lain kalau gue emang gak mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Flimflam [Tamat]
Teen FictionKhaesa Valeria hanya gadis biasa yang baru mengenal indahnya cinta di masa SMA. Meski sosok Ivano adalah pacar yang sedikit keras, tetapi Sasa tetap mencintai laki-laki yang 2 tahun lebih tua darinya. Dibentak, dimaki, sampai disakiti secara fisik j...