9. Depaysement

1.6K 193 4
                                    

Ketika seseorang keluar dari dunianya dan masuk ke dunia baru.

•••

Sasa menatap lesu kanvasnya yang masih sangat polos. Seharusnya hari ini dia belajar melukis dengan menggunakan teknik plakat. Hanya saja, guru kesenian absen karena anaknya demam. Jadilah para siswa mendadak lesu karena tidak tahu harus belajar dari internet dan hasil lukis mereka harus dikumpulkan di pertemuan selanjutnya. Apalagi Sasa, yang jelas-jelas tidak memiliki bakat di seni, dia sampai tidak berminat pulang meski bel pertanda KBM selesai terdengar beberapa saat yang lalu.

"Sa, lo gak mau pulang?" tanya Alin. Dia sudah siap beranjak dari kursinya. "Ngapain bengong kayak gitu? Udah mirip orang linglung aja lo."

Perlahan, Sasa mengangkat kepalanya. "Lo udah ada rencana buat tugas kesenian? Kan, lo juga sama kayak gue, gak ada bakat lukis." Sasa membuang napas panjang. Kalau begini ceritanya, lebih baik Sasa mengerjakan 50 soal matematika daripada harus mengoleskan cat akrilik ke permukaan kanvas. "Lin, berhenti sekolah, yuk?"

Bukannya merasa prihatin dengan wajah putus asa sahabatnya, Alin justru tersenyum lebar. "Iya, gue emang gak punya bakat lukis kayak lo. Tapi, seenggaknya gue punya pacar yang bisa bantu gue ngerjain tugasnya."

"Cih! Sombong lo!" dengkus Sasa sembari memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. "Boleh gak kalau gue ikut sama lo? Kita sahabatan udah lama, lho, Lin."

"Kalau lo tahan lihat romantisme gue sama Zidan, sih, ayo-ayo aja." Alin terkekeh saat Sasa langsung menggelengkan kepala. "Ya udah, lo minta bantuan sama Mahesa aja. Kata Zidan, dia itu lebih jago ngelukis. Bisa ngerjain tugas sekaligus pendekatan."

"Jangan mulai, deh."

Hubungan Alin dan Zidan sudah berjalan sebulan. Mereka menjadi sepasang kekasih yang selalu dimabuk asmara setiap harinya. Mereka tetap menjaga sikap saat di sekolah, tetapi berani mengumbar kemesraan di depan umum jika sudah tidak menggunakan seragam. Makan siang selalu bersama, mengerjakan tugas selalu saling membantu, juga kencan setiap akhir minggu. Mereka sangat bahagia selama sebulan ini.

Hanya saja, itu sama sekali tidak berlaku untuk Sasa dan Mahesa. Baiklah, mereka memang menjadi teman baik sekarang. Namun, tetap merasa risi jika Alin ataupun Zidan mulai bicara melantur. Memang, ada yang lain di antara mereka, tetapi terhalang oleh Ivan.

"Tunggu." Sasa langsung menghentikan langkahnya. "Oma juga sama sekali gak ada bakat di lukis. Ivan lagi sibuk sama tugas. Gak ada yang bisa bantu gue selain Mahesa," ucap Sasa pada diri sendiri. "Gak apa-apa, gue cuma minta dibantu ngerjain tugas. Lagian, Alin juga udah pergi sama Zidan, gak akan ada yang ngomong sembarangan lagi."

Pada akhirnya, Sasa memutuskan berbalik dan berjalan menuju kelas 12 IPA 3 seorang diri. Alin dan Zidan sudah pergi beberapa saat yang lalu. Sementara Mahesa masih di kelas karena piket. Dia celingak-celinguk mencari sosok laki-laki berkulit sawo matang itu. Dan saat berhasil menemukannya, Sasa langsung melambaikan tangan.

"Mahesa! Sini!" panggil Sasa, lengkap dengan senyum lebarnya yang menampilkan keceriaan. "Habis piket, lo bakal langsung pulang, 'kan?" tanya Sasa saat Mahesa sudah berdiri di hadapannya. "Waktu lo buat hari ini luang, 'kan? Lo enggak akan ke Pegangsaan, latihan basket, atau main, 'kan?"

"Nanyanya satu-satu," ucap Mahesa dengan nada datar. "Iya, gue mau langsung pulang dan gak ada kegiatan lain setelah ini." Mahesa mengernyitkan kening, merasa curiga dengan senyum lebar Sasa. "Kenapa emangnya?"

Tangan lentik Sasa menarik ujung seragam Mahesa, ingin menunjukkan kesungguh-sungguhannya. "Lo tahu gue gak ada bakat di gambar sama lukis, 'kan? Waktu itu gue pernah cerita, lho. Waktu kita ke PIM." Mata bulat Sasa dibuat semenggemaskan mungkin supaya bisa meluluhkan Mahesa. "Nah, hari ini gue dapat tugas melukis pakai teknik plakat. Gue udah belajar dari Youtube, tapi gak ngerti. Makanya gue datang ke sini buat minta bantuan lo. Mau, ya? Nanti gue traktir makan."

Flimflam [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang