17. Doss

1.4K 165 6
                                    

Kalo ada typo, tolong bantu koreksi, ya.
Terima kasih! ♡

•••

Tidur atau terbaring di tempat yang sangat nyaman.

•••

Dengan tatapan kosong, Sasa memasukkan keripik singkong ke dalam mulutnya. Suara menggelegar dari televisi sama sekali tidak berpengaruh, gadis 17 tahun itu masih bisa melamun. Suara cekikikan Alin juga tidak mengganggu Sasa barang sedikit pun. Dia hanya terus fokus pada lamunannya.

"Lin, gimana dong? Kayaknya, gue makin sayang, deh."

"Hah?" Alin menoleh. Bibirnya yang tertarik lebar mengerucut saat tahu Sasa hanya sibuk melamun sejak tadi. Dan sepertinya, Alin tahu ke mana arah pembicaraan Sasa. "Harus berapa kali gue bilang sama lo, Sa? Putusin itu cowok! Cowok kasar kayak dia bakalan susah buat berubah. Gue yakin, dia minta kesempatan kedua juga cuma karena takut lo pergi. Dan begonya, lo malah iya-iya aja."

Sungguh, Alin kesal bukan kepalang pada sahabatnya ini. Sudah ratusan kali Alin meminta Sasa mengakhiri hubungannya dengan Ivan, tetapi dia masih saja bertahan. Memang, ia sudah dengar kalau Ivan telah berubah. Namun, entah mengapa, Alin tidak yakin perubahannya itu akan bertahan lama. Nanti pasti akan membuat Sasa kecewa lagi.

"Dan sekarang lo malah bilang makin sayang sama dia? Otak lo itu di mana, sih?" Alin geleng-geleng kepala, tidak habis pikir dengan jalan pikiran Sasa. "Sa, lo itu lumayan cantik, lho. Pasti ada satu atau dua orang yang suka sama lo di sekolah kita. Dan gue yakin, mereka bisa bikin lo bahagia. Daripada si Ivan, bisanya bikin lo mewek doang."

Dengan gerakan lambat, Sasa memutar kepalanya untuk melirik Alin. "Kata siapa gue lagi bahas Ivan?"

"Hah?" Otak Alin mendadak berhenti bekerja. Sudah panjang lebar dia bicara, ternyata topik mereka tidak sinkron. "Terus, lo bahas siapa, dong?"

Sasa menyimpan toples keripik singkong ke atas meja. Dia memposisikan tubuhnya supaya bisa menghadap Alin dengan sempurna. "Lo harus janji enggak akan heboh kalau ketemu orangnya. Lo janji enggak bakal bikin keributan di sekolah. Dan lo juga—"

Napas Alin tercekat, matanya melotot, dia menggenggam tangan Sasa dengan begitu erat. "Bukan Ivan? Dan cowok itu anak SMA Garuda? Kok, lo enggak kasih tahu gue, sih, Sa?! Siapa orangnya? Baik, 'kan? Ganteng? Pinter?"

"Alin!" sela Sasa, sukses membuat sang sahabat diam seketika. "Gue belum selesai ngomong, masih wanti-wanti aja, lo udah seheboh ini. Gimana kalau udah tahu orangnya?"

"Ya, maaf. Gue itu terlalu bersemangat, Sa. Akhirnya, mata dan hati lo terbuka juga, enggak lagi jadi budaknya si Ivan. Akhirnya lo sadar kalau cowok lo itu terlalu toxic buat ABG naif kayak lo." Alin menggeser duduknya, mempertipis jarak di antara mereka. "Jadi, siapa orangnya?"

Untuk beberapa saat, Sasa hanya terdiam. Dia tahu, Alin itu bocor. Namun, dia berpikir akan merasa lega jika berbagi tentang keresahannya pada Alin. Sasa menarik napas dalam-dalam, lalu mulai bicara, "Mahesa!"

1 detik, 3 detik, 5 detik, Alin masih mematung di tempat. Saat di detik ke-7, Alin langsung menutup mulutnya yang terbuka lebar. Sungguh, dia sangat terkejut mengetahui fakta ini. Atau, lebih tepatnya, Alin sangat bahagia. Akhirnya, setelah 2 bulan berusaha mendekatkan Sasa pada Mahesa, sahabatnya mengaku juga menyayangi laki-laki berkulit sawo matang itu.

"Awalnya, gue cuma anggap dia temennya Ivan, terus berubah jadi temen gue. Tapi, makin ke sini, gue makin enggak bisa tahan sama semua sikap dia, Lin. Cara dia tatap gue, ngomong, bersikap, itu semua bikin hati gue makin lemah." Sasa membanting tubuhnya ke sandaran sofa. "Apalagi tiap kali dia bilang sayang sama gue. Rasanya, dada gue mau meledak."

Flimflam [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang