Sembilan Belas

3.6K 630 47
                                    

Terimakasih yang bantu koreksi!
*

Hampir setiap waktu benakku tak berhenti memikirkan macam-macam, begitupun perasaan yang berkecamuk. Tak jelas dan makin sulit dipahami apa yang  sesungguhnya terjadi. Hampir setiap jam riuh sendiri seperti angin kencang, bergulung-gulung di dalam dadaku. Terutama setelah menerima surat yang dijanjikan Kang Mas Ghani, benar-benar ia penuhi. Butuh satu jam kurang lebih aku terus mengulang membacanya-duduk di depan meja rompel-sendirian.

Dengan malu aku mengakui, aku masih datang satu jam lebih awal seperti hari sebelumnya, berharap Kang Mas Ghani tidak benar-benar menghilang; bahwa ia hanya panik sesaat dan akan pulih setelah berjam-jam memikirkan kembali; tidur dengan perasaan aman; bangun dengan bugar dan bersemangat; datang satu jam lebih awal seperti rencana semula. Akan tetapi tidak demikian yang terjadi pagi itu. Kang Mas Ghani tidak datang dan hanya menunaikan janjinya yang lain; surat itu ....

Suasana hening karena memang belum seorang pun peserta pelatihan tiba di sana. Aku bisa leluasa membaca surat itu secara perlahan, lebih pelan ketika mengulangnya. Makin pelan lagi seolah setiap huruf saja tak boleh terlewat. Aku meresapi tiap kata dengan mengejanya. Semua kata menggetarkan sesuatu di dalam hati, padahal tak memahami benar maksud kata-kata yang terangkai seperti bunga. Mengherankan, malah, ada dua kata yang tak berhenti bergaung di benak ini: rindu, lalu kekasih. Dari semua kata-kata indah dua itu yang paling membuatku seperti melayang-layang.

Aku tak tahan menyimpan ini sendirian. Aku meminta pertolongan Mbok Inah untuk mengundang Nona Mince datang ke Pondok. Tepatnya dua hari setelah membaca surat Kang Mas Ghani—satu hari sebelum surat kedua akan diselipkan Ghani di bawah meja rompel; seperti yang dikatakannya—jika keadaan dianggapnya aman, ia akan kembali mengirim surat setelah tiga hari. Aku tak bisa lebih lama menyimpan semua ini sendirian, seseorang harus membantuku memahami apa yang terjadi dan apa yang kurasakan ini. Nona Mince, hanya dia orang yang paling tepat dan aku percaya.

Namun, tidak seperti perkiraanku sebelumnya, reaksi Nona Mince malah termenung—menung sambil terus menatapku, padahal aku sudah selesai menceritakan perihal Kang Mas Ghani dengan terang benderang. Tidak seperti biasanya, Nona Mince yang kukenal senantiasa bicara menggebu-gebu, lalu akan mengajariku atau sekurang-kurangnya menasehati. Kali ini pandangannya seperti layang-layang: menatapku, namun terombang-ambing ditiup angin. pikirannya tak tertuju kemanapun. Hanya dirinya saja yang tahu.

Sampai saat kulihat matanya berkaca-kaca, tangannya menepuk pelan dadanya dan nafasnya berembus berat. Rautnya nelangsa tapi aku tak tahu; karena sedihkah atau marah. Aku berdebar menunggu ucapannya, pun, sudah siap menerima nasihat kerasnya. Penantianku terasa lama, apalagi setelah ia menggerakkan matanya ke arah luar, menembus kaca bening di belakang sandaran kursiku. Tatapannya menerawang entah kemana, Nona Mince tersesat.

"Menakjubkan. Ceritamu menakjubkan, Rukmini. Dia kah gerangan orangnya yang meletakkan setangkai mawar di atas karung goni, seperti yang kau ceritakan kala dulu itu?" akhirnya ia bersuara, cepat-cepat aku mengangguk.

"Ceritakan padaku, bagaimana perasaannu dipuja lelaki sedemikian?" tanya Nona Mince. Matanya menatapku tak berkedip.

"Dipuja?"

Nona Mince mendesah, "suratnya itu, sajaknya itu indah betul. Ia memujamu setinggi bulan, tidakkah kau mengerti?" dengan malu aku menggeleng. "Dasar perempuan, bodoh!" dengusnya kesal, lalu hening. Nona Mince kembali seperti tadi; menatap ke luar, menembus jendela berkaca bening dibelakang sandaran kursiku, dan tersesat.

"Kau menghafal sajaknya, tapi kau tak tahu isinya, tapi ... kau hafal. Sebenarnya kau rasakan, tapi kau tak mengerti, bukan begitu, Rukmini? kata Nona Mince setelah sekian lama. Aku hanya menatapnya, tatapan memohon penjelasannya lebih lanjut.
Nona Mince menarik kreteknya, lalu membakarnya. Aku terpesona melihat baranya yang serupa titik-titik api.

RUKMINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang