Tujuh Belas

3.9K 691 49
                                    

Terima kasih dukungannya ya, ramaikan terus jangan sungkan.
Terima kasih juga yang bantu koreksi
Enjoy.
*

"Benar sekali Mbok, itu kertas belajar saya. Saya lalai dan Alfa menaruhnya."

Aku merasa suara yang keluar dari tenggorokanku seperti bukan suaraku. Suaraku terdengar terlalu kering, sayup-sayup dan menggetar. Suaraku terlalu jauh, seperti sedang berbicara dari atas bukit, lalu terombang-ambing oleh tiupan angin—-angin yang tidak berhembus kencang, tapi oleh sebab terlalu ringkih, suaraku jadi seperti terseok-seok kehilangan pegangan.

Aku berdiri ingin segera menghambur ke Pawon dan mengambil kertas-kertas itu. Namun untuk apa menghambur, bukankah akan menimbulkan kecurigaan. Aku harus berlaku, bahwa kertas-kertas itu hanyalah kertas belajarku, bukan sesuatu yang penting dan berbahaya, Berbahaya? O, ya ampun. Sekilas melirik pada Meneer yang tadi matanya kutangkap mengintip dari balik buku yang dibacanya, dan sedikit merasa tenang begitu Meneer Barend kembali memfokuskan diri pada bacaannya. Ah, tidak sedikit sama-sekali, sebab ketenanganku terseok-seok waktu kakiku berjalan ke Pawon, atau boleh jadi kakiku yang terseok-seok, tidak tahu persis.
 
Perasaan lega belum lenyap walau di tanganku telah menggenggam kertas-kertas ini. Termenung berjongkok di depan gentong, merasa tidak tahu harus bagaimana setelah ini. Jika aku membawanya ke kamar, tentu Meneer akan melihat aku masuk ke kamar—bukan hal mustahil pula ia akan gamblang melihat kertas-kertas ini. Mungkin aku harus melipat menjadi dua untuk menyembunyikan judul yang tertera, atau barangkali kudekap bagian judul, di dadaku.

Kepalaku pening dalam sekejap, mencemaskan bagaimana cara membawa buku ini ke kamar tanpa Meneer memerhatikan apalagi sampai membaca judulnya. Ada suara dari dalam hatiku berkata, rasa-rasanya mustahil Meneer akan memerhatikan sedemikian teliti apa yang aku bawa, lalu suara dalam hatiku yang lain, menyanggah; belum tentu selamanya beruntung, bagaimana kalau secara kebetulan sesuatu menggerakkan kepalanya untuk melihat apa yang aku bawa. Demikian suara hatiku saling berbantahan terus-menerus hingga  perdebatan itu naik ke kepala. Perdebatan yang sangat sengit hingga mengubah rasa cemas menjadi takut. Dadaku berdebar-debar.

"Biar saya yang menyimpan kertas-kertas itu ke kamar. Nyai kiranya dapat membawa panganan ini dihadapan Meneer," suara pelan Mbok Inah pada akhirnya yang menghalau segala perdebatan itu.

Aku tak langsung menjawab—-hanya menatapnya yang berjongkok sambil menyangga piring berisi irisan kue dalam kekosongan pikiran. Semua suara mendadak senyap, hanya tersisa ruang kosong yang hampa di kepalaku. Aku tidak berpikir atau mendengar kepalaku berpikir seperti tadi. Semua diam, mungkin pikiranku sedang berpikir, sementara aku tak boleh tahu. Untuk itu, aku dan si Mbok Inah berjongkok di depan gentong dalam kebisuan yang aneh. Kebisuan sedang berpikir.

"Apakah, Nyai menginginkan saya meletakkan kertas-kertas itu dibawah kasur?" bisik Mbok Inah. Aku merasa heran ia berbisik, namun juga merasa tentram dalam waktu yang sama, sebab perlahan-lahan rasa berdebar-debar di dalam dada, berkurang. "Saya akan berjalan di belakangmu, Nyai," bisiknya sekali lagi.

Aku berjalan diantara kenyataan dan mimpi saja layaknya. Tetapi hatiku kembali berdetak kencang—-tidak sekencang tadi, cukup membawa sisa takut yang sudah kubagi dengan Mbok Inah yang sedang berjalan di belakangku, lalu berbelok ke kamarku tepat ketika aku membungkuk meletakkan irisan kue berlapis-lapis itu. Aku bisa melirik padanya ketika wajahku menunduk, amat jelas bagaimana Mbok Inah membekap kertas-kertas itu di atas perutnya sambil terbongkok-bongkok masuk.

Beruntungnya diriku dan Mbok Inah, mana kala Meneer sedikit pun  bergeming dari buku yang dibacanya. Melirik sekejap saja enggan. Tetap tenang dan tentram di kursi empuknya, jika boleh kukesankan.

Rasanya ingin menghempaskan nafas kelegaan, namun tidak kulakukan. Kuatur nafas baik-baik sambil meletakkan tubuhku sesunyi dan setenang mungkin, lalu meraih buku yang Meneer beri pada tempo sebelumnya.

RUKMINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang