06. Tuduhan menyakitkan

9.6K 517 16
                                    

••|Happy Reading|••

Naradha tidak bisa mengelak lagi, di tangan sang Mama sudah terlihat jelas tiga testpack yang beberapa hari lalu dirinya gunakan. Lidahnya terasa kelu, cewek itu tidak tahu harus menjelaskan dengan cara apa pada orang tuanya. 

Sintya menggeram tertahan saat anaknya hanya diam, dan menunduk. Wanita itu mencengkram erat kedua bahu Naradha membuat cewek itu sedikit meringis kesakitan. "Jawab Radha! Apa ini?! Hah?!"

Naradha masih menunduk, perlahan butiran air mata mulai turun membasahi pipinya. Hatinya terasa di tusuk oleh belati putih saat melihat sorot kecewa dari kedua manik mata Mamanya, Naradha tahu Mamanya pasti sangat kecewa saat ini. ketakutan dalam kepalanya kembali terjadi, pikiran negatif yang ia harap tidak hadir kini akhirnya terjadi. Naradha bodoh. 

"Bilang kalau ini bukan hasil kamu Naradha!!" Sintya membentak dengan kasar di depan wajah Naradha, hal itu membuat Naradha semakin terisak dalam diam. Hatinya hancur, Naradha membuat kedua orang tuanya begitu marah dan kecewa.

Arsen yang melihat itu langsung bangkit dari sofa dan menghampiri anak dan istrinya, Arsen memegang kedua bahu Sintya mencoba menenangkan istri tercintanya itu. "Sayang sabar, bukan kaya gini caranya. Kita omongin baik - baik."

Sintya menepis tangan suaminya, "Apa yang bisa dibicarakan baik-baik, Mas? Apa?" Sintya menunjuk wajah Naradha. "Anak ini sudah keterlaluan Mas, dia hamil! Kamu lihat sendiri kan? Hah?! Kamu masih mau bela dia mas?" Sintya sangat kecewa, bukan hanya kecewa pada Naradha tapi juga kecewa pada dirinya sendiri. Sebagai seorang ibu Sintya merasa gagal dalam menjaga anak gadisnya.

"Sintya, sabar sayang." Arsen hanya memeluk istrinya, tidak bohong bahwa lelaki itu juga syok dengan apa yang terjadi saat ini.

Naradha terduduk lemas di lantai, memegangi perutnya sendiri. Hari ini Naradha melihat sendiri kedua orang tuanya menangis di depannya, sorot mata keduanya yang jelas terlihat mengisyaratkan kekecewaan membuat Naradha semakin terisak.

"Maafin Radha Ma, maafin Radha." Lirih cewek itu pelan. 

Saat sudah merasa sedikit tenang. Sintya maju menghampiri Naradha yang terduduk di lantai, dan memeluk anaknya itu. Semarah apapun dirinya pada Naradha, Sintya tidak akan membiarkan anaknya terpuruk dan merasa tertekan. Ia mencoba mengontrol emosinya dan mencoba menyalurkan kekuatan untuk Naradha lewat pelukan hangatnya ini. meskipun hatinya sudah tidak berbentuk lagi, rasa tidak rela, kecewa, kegagalan berputar sempurna memenuhi pikirannya. 

“Kenapa bisa Radha? Kenapa?” Tanya Sintya menuntut, namun Naradha tidak mampu menjawabnya. Cewek itu tidak tahu harus mulai dari mana, dia takut, takut menambah rasa kecewa untuk orang tuanya. 

Arsen mengepalkan tangannya saat sang anak hanya diam, “Papa gak akan pernah mengampuni orang itu, Naradha.” Ada raut amarah yang terlihat jelas di wajahnya. "Orang itu harus tanggung jawab!" putus Arsen tegas, dalam benaknya hanya ada satu orang yang harus bertanggung jawab soal ini.

Gema Bagaskara. Ya pasti pemuda itu yang telah menghamili anaknya. Pikir Arsen, lelaki paruh baya itu kemudian mengambil jas hitamnya yang tersampir di sandaran sofa dan berjalan keluar dari rumah dengan langkah tegas meninggalkan Anak dan Istrinya.

NARADHA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang