#4 Sayang

191 16 1
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Doyeon celingukan di depan pintu kelasnya. Memperhatikan keadaan di luar kelas. Setelah merasa aman barulan cewek itu keluar dan bergegas menuju kantin.

"Bang di bungkus aja," kata Doyeon pada si penjual siomay. Ia sedang tidak mood untuk makan di kantin.

Setelah membeli siomay dan sebotol softdrink ia berniat untuk kembali ke kelas saat tiba-tiba saja seseorang mencekal lengannya dari belakang.

"Mau sampe kapan lo ngehindarin gue?" Refleks Doyeon menjauhkan diri dengan maju beberapa langkah. Kemudian ia berbalik dan menemukan Jihoon yang berdiri sambil lurus menatapnya.

"Gue lagi gak mood ngomong sama lo!" ujarnya sedikit ketus. Ia kemudian berlalu meninggalkan Jihoon.

"Lo kenapa?" tanya Koeun ketika melihat Doyeon yang ngos-ngosan seperti baru di kejar setan.

"Abis olahraga!" jawab Doyeon ngasal. Dalam ia hati ia sudah mengumpat kesal. Kenapa juga ia harus ketemu Jihoon disaat dia sedang mati-matian menghindari cowok itu.

"Oh!" Koeun hanya menjawab singkat kemudian kembali fokus dengan novel yang sedang dibacanya.

Koeun dan Doyeon memang sekelas meski keduanya tidak terlalu akrab karena pada dasarnya Koeun memang tidak dekat dengan siapapun.

Koeun tipe orang yang senang menyendiri dan jarang ikut berkumpul dengan teman-temannya kalau itu tidak begitu penting.

Kadang Doyeon heran sendiri kenapa orang seperti Koeun bisa jadi ketua osis. Seingatnya sosok ketua osis itu harus orang yang supel bukan autis seperti teman sekelasnya itu.

"Hari ini lo piket kelas, jangan lupa!" ujar Koeun sebelum menutup novelnya dan pergi meninggalkan kelas.

Setelahnya Doyeon hanya duduk sendirian sambil memangku wajahnya dengan sebelah tangan. Sekilas ia melihat sekitar. Memperhatikan teman-teman sekelasnya yang asik mengobrol.

Ada rasa iri dalam hatinya. Selain Koeun, cewek-cewek di kelasnya jarang ada yang mau mengobrol dengannya.

Doyeon tidak memiliki satupun teman cewek di sana. Ia lebih sering ngobrol dengan anak-anak cowok.

Ia merasa diasingkan.

Hal itu terjadi karena dulu ia pernah pacaran dengan seorang Park Jihoon.

Jihoon itu cokibernya sekolah. Banyak cewek-cewek yang suka sama dia. Selain karena wajahnya yang ganteng, dia juga ramah sama semua orang.

Waktu pacaran sama Jihoon Doyeon sering mendapat perlakuan tidak adil dari teman-temannya.

Mereka mulai menjauhinya dan menjelek-jelekannya. Tak jarang beberapa kakak kelas juga melabraknya dan menyuruh Doyeon untuk putus dengan Jihoon.

Sebenarnya Doyeon bukan tipe cewek lemah yang gampang nurut gitu aja, tapi kondisinya waktu itu membuatnya mau tidak mau harus rela memutuskan Jihoon. Ia pikir dengan putusnya hubungan mereka kehidupan Doyeon akan kembali seperti semula.

Tapi ia salah.

Doyeon memang tak lagi diperlakukan kasar ataupun dibully, tapi ia diasingkan.

Sejak saat itu semua cewek seolah memusuhinya dan berhenti bicara padanya.

"Sori ini semua salah gue." Itu yang diucapkan Jihoon saat Doyeon meminta putus darinya.

Setelah putus mereka sempat menjauh dan memperlakukan satu sama lain seperti orang asing. Sampai suatu hari Jihoon mendatangi Doyeon dan mengatakan kalau ia masih menyukai cewek itu. Ia bilang ia tidak sanggup lagi untuk menjauhi Doyeon.

Dari situ mereka mulai sering bertemu lagi walau secara diam-diam.

Jihoon masih sama seperti Jihoon yang Doyeon kenal.

Tapi semuanya berubah ketika Doyeon memutuskan Jihoon untuk yang kedua kalinya.

Jihoon berubah jadi orang yang pemaksa dan sering mengancam Doyeon jika cewek itu tidak mau menurutinya.

Itulah alasan kenapa Doyeon menghindari Jihoon akhir-akhir ini.

Ia tidak mau berurusan dengan Jihoon. Ia ingin melupakan perasaannya pada cowok itu.

***

Setelah piket kelas selesai Doyeon tidak langsung pulang. Ia malah asik melamun sambil memutar-mutar spidol papan tulis.

Tidak ada siapapun lagi di kelas itu selain dirinya.

Lamunannya buyar saat ia mendengar langkah kaki yang mendekat.

Doyeon menoleh ke arah pintu dan melihat Jihoon menutup pintu kelasnya lalu berjalan mendekat ke arahnya.

Matanya langsung melebar saking kagetnya."Jihoon?"

"Mau sampe kapan lo ngehindarin gue?" Jihoon bertanya dengan wajah murung.

"Pergi dari sini. Berabe kalau sampai ada yang liat!" kata Doyeon panik. Ia berdiri dan mendorong tubuh Jihoon.

Namun bukannya menurut Jihoon malah menarik tubuh Doyeon ke dalam pelukannya. "Gue kangen sama lo," bisiknya.

"Jihoon lo udah gila?!" bentak Doyeon sambil mencoba melepaskan pelukan Jihoon yang justru malah semakin erat.

Dengan sekuat tenaga akhirnya Doyeon berhasil melepas pelukannya dan mendorong Jihoon mundur hingga beberapa langkah.

"Kita udah gak punya hubungan apa-apa lagi!" Raut wajah Jihoon berubah setelah ia mendengar ucapan Doyeon barusan.

Matanya berkilat marah.

"Lo udah berani sama gue?" tanyanya. Nada suaranya berubah dingin.

Tubuh Doyeon seketika menegang. Ini sisi Jihoon yang tidak ia sukai.

"Lo tau apa yang bakal gue lakuin kalau lo masih keras kepala kaya gini!" Untuk sesaat jantung Doyeon seakan berhenti berdetak.

"Jihoon plis jangan kaya gini." Wajah Doyeon menunduk. Matanya mulai berkaca-kaca saat membayangkan apa yang akan dilakukan Jihoon.

Seolah tersadar, Jihoon kaget melihat Doyeon yang hampir menangis.

Hatinya ikut sakit melihatnya.

Jihoon sebenarnya tidak bermaksud jahat. Ia hanya tidak ingin kehilangan Doyeon.

Tanpa ragu cowok itu kembali mendekati Doyeon dan memeluknya.

Kali ini Doyeon tidak meronta. Ia hanya terdiam dan membiarkan Jihoon mengelus rambutnya.

"Jangan tinggalin gue, gue sayang sama lo."

-Ooo-

Four Walls [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang