#15 Selingkuh

127 18 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Mark kaget melihat Koeun dan ibunya. Baru saja ia akan menyapa mereka saat Yena lebih dulu buka suara.

"Papa ngapain di sini?" tanya Yena pada satu-satunya lelaki yang berada di dalam lift.

Teman-temannya langsung kaget. Termasuk Koeun.

Sementara lelaki yang Yena panggil papa itu melirik sekilas wanita di sampingnya. Seperti sedang mencoba menjelaskan sesuatu, tapi sungkan.

Yena kemudian mengepalkan kedua tangannya. Ia mulai paham. "Jadi ini selingkuhan papa?" tanyanya dengan nada dingin.

Koeun membulatkan matanya mendengar Yena mengatai ibunya selingkuhan.

"Om, papanya Yena?" tanya Koeun memastikan.

"Dunia sesempit ini ya?" Yena tersenyum sinis ke arah Koeun sebelum lari menjauh dari sana.

"Yena!" teriak Yuqi. Ia berniat untuk menyusulnya, tapi Woojin menahan tangannya.

"Biar gue aja," katanya kemudian langsung berlari menyusul Yena.

Sebelum pintu lift tertutup, Koeun melompat keluar. "Ma, Koeun mau pulang aja." dan tepat setelah itu pintu lift benar-benar tertutup.

Koeun masih dalam keadaan syok karena ternyata orang yang kemungkinan akan menikah dengan ibunya adalah ayah dari teman sekolahnya.

Terlebih tadi Yena mengatai ibunya selingkuhan. Padahal setau Koeun, om Raewon alias papanya Yena itu sudah lama bercerai dengan istrinya.

"Koeun mau kemana?" Mark mengadang cewek itu.

Koeun menatapnya sekilas. "Pulang!"

"Aku anterin ya?"

"Aku bisa pulang sendiri!"

"Keras kepala kebiasaan!" Lucas ikut menimpali. "Udah lo pulang bareng Mark aja."

Koeun mendelik sebal. "Terserah."

Mark tersenyum kecil ke arah Lucas sebagai ucapan terima kasih sebelum menyusul Koeun yang sudah berjalan lebih dulu.

"Koeun kamu gak apa-apa pulang duluan ninggalin tante Jungah?" Koeun tak menjawab dan Mark hanya bisa memakluminya.

Ia mengantarkan Koeun dalam diam. Sesekali ia curi-curi pandang lewat kaca spion.

"Mark, boleh mampir dulu ke FDM?" tanya Koeun.

Mark sampai kaget karena Koeun akhirnya mau bicara padanya. Cowok itu tersenyum dan mengangguk pelan. "Iya boleh," jawabnya.

FDM alias Flow de memoire adalah salah satu cafe langganan Mark, Koeun dan Lucas saat masih SMP. Cafe itu menjual berbagai macam dessert yang enak.

Saat moodnya sedang tidak baik, Koeun sering mampir ke sana walau tidak lagi bersama kedua temannya itu.

Dan ini kali pertamanya lagi Koeun pergi kesana dengan Mark setelah sekian lama.

Sampai di FDM, mereka berdua langsung memilih tempat duduk dekat jendela di lantai 2 setelah memesan terlebih dahulu.

"Udah lama ya gak kesini, jadi kangen." Mark memulai percakapan sambil bernostalgia.

"Aku masih sering ke sini," kata Koeun.

"Kamu gak pernah ngajak kita lagi. Belakangan ini kamu selalu sendiri." Koeun tak menjawab ataupun menyangkalnya.

Semenjak masuk SMA ia memang lebih suka menyendiri.

Koeun bergabung dengan osis untuk mengingatkan dirinya bahwa ia masih manusia yang butuh bersosialisasi.

Walau ada batasan sehingga orang-orang tidak bisa terlalu dekat dengannya.

"Kamu berubah jadi kaya gini apa ada hubungannya sama perceraian orang tua kamu?" tanya Mark hati-hati. Koeun tidak pernah membahas hal ini dan Mark juga hanya sekedar tau saja tentang perceraian orang tua cewek itu.

"Eun?"

"Mungkin." Mark mengernyitkan dahinya. Merasa tidak puas dengan jawaban Koeun.

"Tante Jungah sama papanya Yena udah lama?"

"Aku gak mau bahas itu!" Mark langsung minta maaf begitu mendengar sederet kalimat yang diucapkan Koeun barusan.

"Aku mau di sini dulu. Kalau mau pulang, pulang aja."

"Kamu ngusir aku?" tanya Mark.

Tapi Koeun memilih untuk tak menjawab.

"Eun, kamu gak sendiri!" ujar Mark tiba-tiba.

Menurut buku yang pernah ia baca, biasanya cewek saat sedih akan cenderung berkata berlainan dengan isi hatinya.

Kalau dia nyuruh pergi, tandanya dia gak mau ditinggal sendirian.

Jadi Mark memilih untuk tetap di sana. Menemani Koeun yang sedang menyantap ice creamnya dalam diam.

Mark tidak berani mengatakan apapun lagi. Ia takut kalau mood Koeun malah akan semakin memburuk.

"Kamu deket sama Yena?" tanya Koeun setelah terdiam cukup lama.

"Dia temen sekelasku."

Setelah itu Koeun kembali diam.

Otaknya sibuk memikirkan kelanjutan hubungan ibunya dengan papanya Yena.

Kelihatannya Yena tidak akan merestui hubungan mereka berdua.

Hal itu membuat Koeun jadi berpikir ulang.

Apa ia akan tetap mendukung ibunya atau bekerjasama dengan Yena untuk memisahkan mereka?

"Mark aku mau ngomong sama Yena."

"Hah?"

-Ooo-

Four Walls [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang