***
"Minggu depan nyokap gue sama bokap lo mau makan malam bareng mereka ngundang kita buat dateng sekalian mau ngomongin soal pernikahan mereka. Gue bakal dateng jadi gue harap lo juga." Yena menganga lebar. Kaget dengan apa yang baru saja didengarnya.
Ia pikir Koeun sama sepeti dirinya. Akan menolak hubungan orang tua mereka, tapi ternyata malah sebaliknya.
"Lo serius mau ngerestuin mereka?"
"Kenapa nggak?" Koeun malah balik bertanya.
Yena tau Koeun itu bukan tipe orang yang suka bercanda. Apalagi buat urusan kaya gini, tapi bolehkah dia berharap kalau barusan Koeun hanya bercanda?
"Bokap gue selingkuh sama nyokap lo dan lo masih nanya kenapa harus gak setuju?" Nada suara Yena meninggi. Saat Koeun mengirimnya pesan dan mengajaknya bertemu ia pikir mereka akan sejalan.
"Nyokap gue bukan selingkuhan bokap lo. Mereka deket waktu orang tua lo udah cerai!"
Yena tertawa sinis. Emosinya semakin meningkat.
"Gue kira murid pinter kaya lo bisa paham urusan kaya gini, ternyata gue salah ya? Gue terlalu berharap sama lo dan soal undangan tadi ... sori gue gak minat!" Setelah mengatakan itu dengan penuh penekanan, Yena pergi meninggalkan Koeun.
Sementara Koeun hanya bisa mengembuskan napas lelah.
Yena tidak tau kalau ini juga keputusan terberatnya.
Ia sudah memikirkan matang-matang.
Saat Koeun sudah lulus nanti kemungkinan ia akan melanjutkan kuliah diluar kota kemudian bekerja lalu menikah. Dengan begitu ia tidak bisa terus menerus menemani ibunya.
Bukankah lebih baik jika ia merelakan ibunya menikah lagi daripada ibunya main-main tidak jelas dengan pria lain?
Kenapa Yena tidak bisa berpikiran yang sama dengannya?
Koeun sebenarnya ingin membujuk Yena, tapi ia merasa mereka tidak sedekat itu. Yena juga pasti tidak akan mendengarkan bujukannya.
Apa gue minta bantuan Mark aja ya? batin Koeun saat teringat kalau Yena menyukai Mark.
Eh tapi nanti Mark harus ngedeketin Yena dong?
Koeun lantas menggelengkan kepalanya cepat.
Nggak mau pokoknya!
Cewek itu melipat kedua tangannya di depan dada. Merasa kesal dengan pemikirannya sendiri.
Masalahnya Mark itu kan ...
Ah bahkan untuk dirinya sendiri pun Koeun enggan mengakui.
Setelah berpikir cukup lama Koeun akhirnya beranjak dari sana.
Lebih baik ia pergi ke tempat lain untuk menjernihkan pikirannya.
Saat Koeun berjalan ditrotoar tak sengaja matanya menangkap sosok Lucas sedang duduk sendirian di kedai kopi.