17•

11 2 0
                                    

Semenjak Yuta mendapat pesan itu, Yuta benar-benar manjaga Ana dengan sangat baik. Tidak sampai protektif, hanya saja Yuta tidak ingin Ana nya disakiti oleh mereka yang ingin menjadikan Yuta miliknya. Ana merasa jika dia hanya dilindungi Yuta, tidak berpikiran aneh-aneh.

Tidak terasa, libur semester pertama akan dimulai. Seluruh murid banyak yang merencanakan liburan mereka. Ada yang akan keluar negeri, keluar kota, sekedar bermain dengan teman dan ada juga yang nolep alias rebahan. Yuta dan Ana belum ada rencana akan kemana. Mungkin sesekali mereka akan jalan.

Kini, mereka ada di lorong sekolah dengan Yuta yang menyapa seluruh siswa yang ada di sana. Ana hanya bisa geleng-geleng. Tidak jauh disana, ada Hakim yang berjalan kearah kelas, namun ada yang aneh. Kenapa menutup lehernya. Ana yang kepo mendekat di susul Yuta.

"Hakim, stop!" yang dipanggil sedikit mempercepat langkahnya. Yuta dengan cepat menarik tangan Hakim yang di belakangnya ada Ana.

"Kenapa pakai syal? Cuaca panas gini," Yuta melepaskan syal yang dipakai hakim, namun ditahan oleh empunya.

"Bukan urusan lu! Minggir gue mau kekelas," tapi Hakim kalah telak oleh tenaga Yuta hingga syal itu jatuh.

"Astagfirullah, Kim. Siapa yang lakuin ini?" Ana terkejut ada memar bekas cengkraman di leher Hakim. "Jawab Mba, Kim," suara Ana meninggi.

"Ikut gue, gue tau lu mau nangis. Gak usah ditahan," Hakim hanya menurut dan ikut ke atap. Diatap Hakim nangis sejadi-jadinya.

"Siapa Kim yang lakuin ini?" Ana bertanya lagi dengan nada lembut. Ana menahan tangis agar Hakim bisa kuat.

"Papah. Papah gue Mba. Karena ketauan selingkuh, dia cekek gue Mba," Hakim mengatakan dengan tangisan dan Ana membawanya kepelukannya. Yuta mengusap kepala Hakim.

Dibalik tawa Hakim, ada kesedihan yang tidak mereka ketahui. Hakim yang mereka kenal sangat berbeda dengan kondisi Hakim saat ini. Hanya tangisan yang mengerti suasana hati Hakim.

"Bejat Papah mu, Kim. Lalu kamu akan pulang kemana?" Ana kembali bertanya.

"Entah, Mama ku juga pergi sama pria lain. Aku benci keadaan rumah Mba. Mereka hanya mementingkan kondisi nafsu mereka, tidak mementingkan kondisi ku," Ana tidak lagi bisa menahan segala tangis yang ia tahan. Yuta menenangkan Ana dan ganti jadi Yuta yang duduk disebelah Hakim.

Yuta memeluk Hakim, Hakim sangat rapuh sekarang. "Mas tau, kamu Hakim yang kuat dan hebat. Kamu bisa laluin semua ini dengan Tuhan yang ada di hati kamu. Mas bisa bantu apa?" Hakim menggeleng. Cukup mereka berdua saja Hakim bahagia. Ntah sampai kapan pemuda itu bisa bertahan.

••|••

Jam masuk telah berbunyi, mereka masuk kekelas masing-masing dan memulai pelajaran. Dikelas Hakim, Semua teman-temannya menatap nya aneh. Hakim berbeda dari biasanya dan dia memakai syal? Saat cuaca panas. Hakim hanya terkekeh saat mereka menatap Hakim aneh.

Dikelas Yuta, pemuda itu tidak menceritakan masalah Hakim kepada mereka. Dia tidak ingin memulai pembicaraan sebelum yang bersangkutan yang memulai. Yuta yakin, jika ada teman nya yang di sakiti, tidak segan semua temannya akan balik menyakiti terlebih Johnny yang memiliki orang suruhan dan Tama jika sudah marah akan parah. Yuta yakin, Hakim akan bercerita sendiri kepada semua temannya.

Dikelas Ana, perempuan itu masih terpikirkan oleh Hakim. Semua teman Chandra akrab dengan nya dan juga keluarganya. Tidak heran jika Ana menangis melihat teman adik nya yang sudah di anggap adik nya itu disakiti. Terlebih oleh orang tua nya. Hati Ana masih sedih mengingat perkataan Hakim.

"Ana, are you okay?" Guntur membuyarkan lamunan Ana.

"Hmm, I'm okay. Why?" Ana tau jika Guntur menatap Ana dengan aneh.

"No, lo keliatan sedih banget. Yuta gak sakitin lo kan?" Ana tersenyum mendengar perkataan Guntur.

"Enggak. Udah lanjut nyatet lagi gih," Ana dan Guntur lanjut mencatat agar tidak dimarahi guru mereka.

••|••

Jam istirahat berbunyi. Sebenarnya Ana masih kenyang karena memakan bekal pagi dari Si Chilli itu. Tapi karena tak enak hati jika tidak menemani temannya itu kekantin, jadi mereka menemani nya ke kantin.

Dikantin ramai murid-murid. Ada yang beli minum, beli makan dan beli camilan. Ana hanya duduk di sebelah Rendy karena sebelah Yuta sudah ada yang menempati yaitu Doni. Kenapa tidak di depannya? Di depan Yuta sudah ada Guntur. Ana tidak masalah duduk dimana saja.

"gak laper Mba?" Rendy bertanya tak lama Ana duduk.

"Engga. Gak mood juga sih. Masih kenyang," Rendy memberikan es teh manis nya kepada Ana.

"Minum ini aja Mba. Aku biar beli air putih,"

"Gak usah, kamu aja. Mba bener-bener gak mood," Rendy tetap kekeh memberikan minumannya. Mau tidak mau Ana menerima.

Tak lama, ada seorang adik kelas yang ikut duduk di sebelah Ana. Disusul Taro duduk didepan adik kelas itu.

"Ha-halo Kak," gadis itu gugup berada disebelah Ana.

"Halo, gak usah gugup. Siapa nama kamu?" Ana bertanya dengan nada yang lembut.

"Aini, kak. Aku tuh sering liat kakak, tapi malu," Aini berkata dengan senyum malu.

"Gak usah malu, Aini pacar kamu ya Taro?" yang ditanya malah melihat kearah Yuta.

"Bukan pacar, tapi calon nya, Na," bukan yang di tanya yang menjawab tapi Tama yang menjawab.

"Widih. Yuta bakal dapet adik ipar nih," Juan tertawa dengan perkataannya barusan.

"Kalo si Taro macem-macem tendang aja masa depannya," Yuta berkata dengan tertawa. Yang lain ikut-ikutan sedangkan yang di tertawakan hanya melirik abangnya itu sengit.

"Bacot," makanan mereka datang, mereka menghentikan aktifitas mereka dengan Ana yang mengecek perilaku Hakim. Ana tersenyum miris melihat Hakim yang merasa sedikit kesakitan saat makan.

Tama menggebrak meja untuk memberikan perhatian. "Gue punya kabar!"emosi mereka karena kelakuan Tama.

"Paan?" Jefri bertanya dengan mencongkel makanan yang nyangkut dengan tusuk gigi.

"Jum'at depan ada pembagian rapot. Mampus lu pada. Pulang-pulang dihajar emak gara-gara nilai," Tama tertawa. Sedangkan yang lain jadi ketar-ketir. Ana melihat Hakim yang seperti orang ketakutan.

"Ren, kasih ini ke Hakim. Suruh dia minum, kalau gak mau paksa," Ana pergi duluan setelah pamitan dengan teman-temannya. Rendy memberikan apa yang diberikan Ana kepada. Hakim tersentuh dengan perhatian Ana kepadanya.

••|••

Dilain tempat, Dion baru saja menyelesaikan pekerjaan nya. Lelah, hanya itu yang bisa ia gambarkan. Lelah karena pekerjaan, dan lelah karena mengejar yang tidak akan dapat ia gapai.

Banyak wanita yang mendekati diri untuk berkenalan sampai mengajaknya tidur. Tapi Dion tidak tertarik. Dia tanya tertarik kepada perempuan dengan senyum manis dan masih berstatus sebagai pelajar SMA.

"Kamu harus jadi milikku, Nayana. Sekalipun nyawa Yuta yang menjadi taruhan, kamu tetap milik ku. Hanya milikku," senyum jahat tercetak jelas saat Dion melihat foto Ana.

Dion menyesal dulu mencampakkan Ana demi wanita yang tidak tahu malu. Pergi tidak bilang-bilang padahal ia tau jika Ana menyukai ah, atau bisa dibilang mencintai nya. Dia hanya terbuai oleh pesona wanita itu. Dering ponsel bergetar di saku jas Dion. Ia mengangkat telephone itu.

"Bagus, sangat bagus. Jangan biarkan mereka bersama. Hanya aku yang boleh bersama Ana," setelah mematikan panggilan tersebut, Dion melihat keluar jendela dan memikirkan masa depannya dengan sang pujaan.

~~~~
Vote dan comment. Karena vote dan comment kalian berguna untukku.

Terimakasih

[✓] NAYUTA || YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang