29•

17 2 0
                                    

Hari ini semua orang senang karena ujian mereka telah selesai. Mereka berharap, hasil kerja keras mereka terbayar dengan nilai yang keluar nantinya.

Juna, Jivanka, Taro, dan Chandra keluar dari ruang ujian untuk menuju kantin. Mereka ingin membeli minuman untuk menyegarkan pikiran.

"Jeno sama Rendy kemana deh? Kok gak keliatan?" Taro membuka percakapan diantara mereka saat sampai kantin.

"Jeno lagi ada urusan sama Anita, Rendy kayanya sih nanti kesini. Tapi sama Chacha," Chandra menjawab pertanyaan Taro.

"Yakin sama gue, bentar lagi Rendy sama Chacha jadian. Lagian lengket banget kemana-mana bareng," Jivanka ikut dalam obrolan.

"Ngomongin gue lu?" Tepat. Yang punya nama datang.

"Hai kalian. Ini Chacha buatin camilan. Siapa tau aja kalian suka, maaf kalau gak enak atau gak sesuai. Kata Rendy kalian suka apa aja makanya Chacha bawain itu. Gak Chacha kasih sianida kok, tenang aja. HALAL," mereka semua tertawa dengan ucapan Chacha. Apa Chacha tahan dengan Rendy yang mudah emosi? Semoga saja iya.

"Makasih neng geulis," Juna memakan Choco ball yang gadis itu bawa.

"Makasih Cha. Ini enak banget," ucap Jivanka,  Taro dan Chandra barengan.

"Oi cil. Kalian pada ngapain. Punya makanan gak bagi-bagi," Doni datang dengan teman-temannya yang lain.

"Cal cil cal cil. Punya nama nih gue. Ini juga makanan di kasi cewenya Rendy," yang disebut tersedak. Dan matanya menatap nyalang Jivanka.

"Widih. Bocil kita satu ini punya cem ceman toh. Halo geulis. Kenalin nama Abang, Jefri Adrian. Cowo ganteng se seantero sekolah ini," Jefri menyerobot masuk ke dekat Chacha.

"Hehehe. Halo bang Jef, aku Chacha temannya Rendy dan kawan kawan," mereka berjabat tangan. 

Tak lama, datanglah Yuta, Johnny dan Mark dengan pasangan masing-masing ditambah nenek lampir.

"Siapa yang suruh lu dateng?" Tama menatap sinis ke arah perempuan itu.

"Ya kemanapun Yuta pergi gue ikut lah. Masalah banget kalian," Ana menahan tangan Juan agar tidak ikut emosi.

"Udah diemin aja, anggap aja setan sedang beraksi," ucap Savana kepada temannya yang lain.

Yuta memerhatikan gerak gerik Ana. Sejujurnya, Yuta sangat tidak enak hati melihat raut murung Ana. Tapi daripada Ana di siksa oleh Lili, lebih baik Ia mengalah.

"Mau kemana?" Tanya Tamara saat melihat Ana bangkit dari duduknya.

"Pulang, Mas Dion udah jemput. Chan, kamu mau bareng atau engga?" Ana bertanya kepada adiknya.

"Engga Mba. Kan aku bawa motor kalau Mba lupa," setelah berpamitan dengan yang lain, Ana pergi ke arah parkiran. Dan benar Dion sudah menunggu.

••|••

"Ini tempat yang paling aku mau kunjungin sama orang yang aku sayang. Nah sekarang mau terlaksana deh karena ada orangnya," Dion menggenggam tangan Ana. Ana tidak menolah karena menurutnya Dion itu abangnya.

Kini mereka ada di taman hiburan. Tempat dulu Ana dan Yuta menghabiskan waktu bersama. Tempat yang sama dengan orang yang berbeda serta perasaan yang berbeda.

Tidak ada raut bahagia, yang ada hanya raut murung dan sedih diwajah Ana. Dion menyadari itu. Karena hal itu, ia memutuskan untuk membawa Ana kesini. Tapi, sepertinya itu kesalahan.

"Kamu mau pulang?"

"Engga Mas. Udah Ayuk kita main. Mas juga udah bayar mahal tiketnya," Ana memaksakan senyuman itu.

"Kalau kamu gak bahagia, ngapain aku ajak kesini Ana. Aku bawa kamu kesini biar kamu bahagia. Kalau ternyata engga, itu percuma. Masalah uang, itu urusan belakangan. Yang penting adik aku ini bahagia," Ana tersentuh dengan ucapan Dion. Sehingga dia dengan semangat ingin menaiki semua wahana.

Dion memberikan sinyal kepada seseorang untuk memotret mereka dan mengirim itu kepada Yuta. Dion licik, sangat licik.

••|••

+62877xxxxxx
Lihat perempuan ini. Dia pacar kamu kan? Bisa bisanya dia berkhianat.
/Send picture/

Yuta yang mendapat pesan dari nomor tidak di kenal itu naik pitam. Di foto itu ada Ana yang melingkarkan tangannya di tangan Dion dan jangan lupakan rangkulan di pinggang yang begitu posesif.

Kini siapa yang berkhianat? Dia yang menjaga Ana agar tidak disakiti oleh Lili atau Ana yang merasa tersakiti dan malah milih pergi dengan laki-laki lain?

"Sialan. Percuma selama ini gue jaga perasaan dia kalau dia aja kaya gitu. Nyesel gue," ucap Yuta dengan nada penuh amarah.

"Kamu kenapa Yut?" Tanya Lili. Mereka kini berada di cafe dengan temannya yang lain.

Lili yang ingin tahu pun merebut ponsel Yuta dan melihat gambar yang dikirim oleh nomor tidak di kenal. Dia merasa senang bukan main mengetahui kerja Dion.

Kerja bagus Dion. Sedikit lagi misi kita berhasil.

"Ih perempuan apaan nih?" Savana yang tadinya cuek jadi ingin tau dan merebut ponsel Yuta. Mereka semua mengerubungi Savana.

Mereka terkejut tentu saja. Tapi mereka semua yakin, kalau ini hanya sebuah permainan untuk memisahkan Yuta dan Ana.

"Yut jangan terpancing. Siapa tau aja ini suruhan nenek lampir ini. Lu harus percaya sama Ana. Kan lu tau kalau Ana sama Dion kaya Abang sama adik," Doni menenangkan Yuta.

"Halah, udah tau kaya gitu masih aja mau dipertahankan. Udah mending kamu sama aku aja," semua orang geram dengan Lili.

"LU!!  Bener-bener gak tau malu, gak tau diri. Seharusnya kita semua yang bilang itu sama lu, sialan. Gara-gara lu, semenjak lu hadir Ana sama Yuta selalu berantem. Lu punya tunangan tolol. Masih aja ngarepin Yuta. Gak tau malu najis," Savana mengeluarkan semua kekesalan nya kepada Lili.

"Yut, yakin sama gue. Ini cuma bohongan. Kita semua tau sesabar apa Ana. So, jangan percaya. Atau lu bakal nyesel," ucapan Johnny membuat Yuta diam.

Apa harus ia percaya kepada Ana? Apa harus?

••|••

Keesokan harinya, saat pulang sekolah. Ana dijemput lagi oleh Dion. Dari kemarin Yuta tidak memberinya kabar. Setidak penting itukah sekarang dirinya Dimata Yuta?

Kini mereka sedang menuju suatu tempat untuk memeriksa sesuatu.

Semoga aja hasilnya baik. Aku mohon Ya Allah, agar hasilnya baik.

Kini mereka berada di depan seorang pria dengan umur sama dengan Dion. Pria itu sedang membaca hasil yang telah ia pegang.

"Gimana hasilnya, Fay?" Tanya Dion dengan nada tidak sabar.

Sementara itu, Fayruz nama yang tadi di panggil oleh Dion itu menghela nafas. Tidak tega melihat kekhawatiran dari mata Ana dan Dion.

"Buruk," Fayruz jawab dengan tidak enak hati.

"Dokter beneran?" Ana sekali lagi bertanya untuk memastikan.

"Sebenernya Nayana sakit apa sih Fay? Lama banget lu ngomong nya. Gue khawatir," Dion menggenggam tangan Ana.

"Nayana, apa di keluarga kamu ada yang memiliki riwayat penyakit jantung?" Dokter Fayruz bertanya. Ana masih mengingat ingat.

"Ada, kakek saya dari ayah. Kenapa Dok? Dokter serius?" Ana paham kemana arah pembicaraan ini.

"Ya, dan kamu mengalami gagal jantung yang parah Ana ," jelas Dokter Fayruz.

×××××

TOLONG VOTE DAN KOMENNYA GAIS.

HEHEHE MAAF YA SUKA NGILANG LAMA. KARNA JUJUR, NYARI IDE ITU GAK GAMPANG. DITAMBAH TUGAS KEK APA TAU, JADI SUKA LUPA DAN MALES. DAN KALI INI KU LUNASI..

MAKASIH DAN TOLONG VOTE.

PAI PAI...

[✓] NAYUTA || YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang