Selama seminggu itu, Ayu kian gencar mendekati Yuta. Mengajak jalan, menongkrong, bersenda gurau, bercerita hingga larut, itu semua ia lakukan untuk mendapatkan hati Yuta. Ya, Yuta tidak memberitahu Ayu bahwa ia memiliki seseorang yang sangat ia sayang. Tidak ada pikiran jelek yang hinggap di benak Yuta untuk Ayu.
Taro beberapa kali mengatakan kepada Yuta, bahwa Ayu mungkin menyukai Yuta. Taro memperhatikan gerak gerik dan tingkah laku Ayu kepada Mas nya ini. Dan jawaban Yuta selalu sama, mungkin Ayu seperti itu karena mereka sudah lama tidak berjumpa. Seperti hari ini, Ayu mengajak Yuta jalan.
"Udah siap?" Yuta bertanya, karena mereka menaiki motor.
"Uwis," setelahnya, motor yang dikendarai Yuta jalan ke arah alun-alun Solo.
Suasana disana ramai dan kelap kelip lampu menghiasi jalan itu. Rata-rata pengunjung adalah pasangan muda mudi yang tengah menjalin kasih.
Ayu menggenggam tangan Yuta, "kesana, Yuk,". Yuta terkejut dengan perlakuan Ayu ini. Ia di ajak ke penjual makanan ringan disana.
Yuta melepas genggaman yang Ayu lakukan tadi. Ayu merasa heran, kenapa Yuta melepas genggaman tangannya?
"Kenapa dilepas?" Ayu bertanya dengan alis berkerut.
"Gak nyaman," Yuta menjawab dengan jujur.
Belum sempat bertanya, makanan yang tadi mereka pesan telah tiba. Yuta makan dengan biasa saja, tapi Ayu masih memikirkan lepasan tangan Yuta dan sikap Yuta yang berbeda. Tidak ada yang berbicara saat makan, dan 10 menit kemudian, mereka telah selesai makan.
"Katanya kopi di coffe shop disana enak. Kesana Yuk," lagi, Ayu menggenggam tangan Yuta dengan erat. Yuta sudah berusaha melepas genggaman tangan itu, tapi tidak bisa.
Mereka masuk dan duduk di bangku yang dekat dengan jendela. Ayu yang memilih tempat itu agar ia bisa melihat keadaan diluar sana. Indah. Hanya kata itu yang ayu bisa lukis untuk saat ini, melihat keramaian diluar dan bersama seseorang yang ia sukai.
"Oh iya, aku mau tanya. Kenapa kamu lepas genggaman tangan aku?" Ayu bertanya setelah kopi yang mereka pesan tiba.
"Gak nyaman," masih dengan jawaban yang sama.
Alis Ayu menekuk. "Lho, kenapa? Aneh banget kamu tuh,".
Yuta menghela napas. "Ya gak nyaman, karena ada hati seseorang yang lagi aku jaga. Gak ada alasan spesifik cuma itu. Aku gak mau dia sakit cuma karena ini. Ya walaupun dia gak bisa liat kita, tapi kalau dari sekarang aja gak bisa jujur, gimana nanti," Yuta menjelaskan panjang lebar.
"O...owh kamu udah punya pacar, maaf aku kira kamu masih sendiri," Ayu menunduk.
Yuta menepuk bahu Ayu. "Ya dia bukan pacar aku. Tapi dia lebih dari pacar, dia dunia aku. Layaknya kehidupan, dia adalah pemberi segalanya dan aku adalah penerima semua itu,". Yuta tersenyum saat mengatakan itu, membuat hati Ayu sakit dan iri dengan perempuan itu.
"Minuman aku udah habis, kita pulang ya. Aku masih ada beberapa tugas yang belum selesai," Ayu mengatakan dengan senyum terpaksa.
"Iya," Yuta dan Ayu keluar dari coffe shop itu dan berjalan kearah parkiran. Disepanjang perjalan pulang, tidak ada yang ingin membuka suara. Tidak saat pergi tadi, suasana yang berbeda.
10 menit mereka telah sampai di pekarangan rumah keluarga Yuta. Saat Ayu hendak pulang kerumahnya, Yuta memanggil.
"Yu, tunggu sebentar. Aku mau berterima kasih ke kamu. Selama seminggu ini, kamu nemenin aku jalan-jalan, tau kota ini lebih jauh. Terimakasih untuk itu. Aku harap kita bisa bertemu lagi," Yuta tersenyum dengan lembut. Hati Ayu sakit melihat senyum itu.
"Sama-sama. Aku harap juga kita bisa bertemu," sebelum Ayu berbalik arah, Ayu mencium kening Yuta. Yuta membeku dan pikirannya kosong.
••|••
Berbeda dengan Ana, ia lebih banyak jalan bersama Chandra atau ayahnya. Memotret pemandangan dan melihat suasana di desa itu dengan udara yang sejuk. Jujur, Ana suka suasana di desa itu.
"Betah Mba?" Mama bertanya dengan teh hangat ditangannya.
"Betah sih, tapi karena udah lama di Jakarta suasana disini kalau kelamaan jadi gak enak," Ana meminum teh yang tadi Mama bawa.
"Halah alesan, bilang aja kamu tuh biar gak jauh dari Yuta makanya ngomong gitu," Ana dan Mama terkikik dengan ucapan tadi. Ucapan Mama benar dan Ana tidak bisa mengelak.
"Besok kita pulang?" Mama mengangguk sebagai jawaban.
"Mending sekarang, kamu siapin baju buat besok kita pulang. Biar besok gak ribet," setalah Mama mengatakan itu, Ana masuk ke kamar dan memberesi baju yang akan ia bawa pulang.
"Ah, kangen Yuta. Seminggu gak telepon dia, gak chat dia jadi aneh," ya, mereka sama-sama tidak saling menghubungi selama seminggu itu. Alasannya, agar waktu liburan bersama keluarga lebih nyaman. Setelah memberesi seluruh pakaiannya, ia langsung tidur agar besok pagi bisa pulang dengan selamat.
Keesokan paginya, Ana bangun dan langsung pergi kekamar mandi untuk bersih-bersih dan mempersiapkan diri untuk pulang ke Jakarta. Setalah 1 setengah jam bersiap siap, keluarga Ana berpamitan dengan saudara Ana.
"Bi, Ana pulang dulu ya. Kapan-kapan kalau ada waktu Ana main kesini," Ana menyalami Bibi nya.
"enya, ogé bawa kabogoh anjeun, kenalkeun ka bibi anjeun," Bibi Ana mengatakan dengan tertawa. Ana hanya tersenyum malu.
(Iya, sekalian bawa pacar kamu, kenalin ke bibi ya)Setelah semua berpamitan, mobil itu keluar dari rumah Bibi dan pergi melaju kearah Jakarta. Diperjalanan Ana tidak henti-hentinya tersenyum. Setelah seminggu, ia akan bertemu dengan Yuta.
"Mba mu senyum-senyum mau ketemu Yuta," Ayah membuyarkan lamunan Ana.
"Apa sih ayah, oh iya. Minggu depan Yuta mau ajak aku ketaman bermain. Boleh kan?" Ana bertanya dengan nada memohon.
"Boleh asal jangan pulang malam," Ana dimobil tidak henti-hentinya tersenyum dan mengucapkan terimakasih kepada ayah dan Mama.
3 jam perjalanan, Ana dan keluarganya telah sampai dirumah. Ia buru-buru bersih-bersih dan turun untuk membantu Mama menyiapkan makan malam.
••|••
Yuta sudah berada dirumah setelah memakan waktu 8 jam perjalanan. Kini jam menunjukkan pukul 7 malam. Tidak terasa, dan dia juga merasa pegal. Setelah mandi dan sholat, Yuta memutuskan untuk tidur.
Tidak sempat memberi kabar kepada Ana. Terlalu lelah untuk bergerak dan lelah juga untuk berbicara. Besok ia akan bertemu Ana dan membawakan oleh-oleh untuk perempuan itu.
Tapi belum sempat ia menutup matanya, bunyi ponsel nya terdengar. Yuta tidak ingin mengangkat, tapi saat melihat nama Rendy disana, ia memutuskan untuk mengangkat. Rendy sangat jarang menelepon nya, tidak seperti temannya yang lain.
"Kenapa ren ?" Dengan suara serak Yuta bertanya.
"Mas... Hakim masuk rumah sakit," Rendy mengatakan dengan nada yang terengah-engah.
"Apa??!! Kok bisa?" Yuta jadi gelapan dibuatnya.
"Udah mas jangan nanya dulu, ajak Mba Ana, sama Taro kesini yaa,"
"Iya, nanti gue ajak. Share loc jangan lupa," setelahnya, Rendy menutup teleponnya.
Kenapa bisa Hakim masuk rumah sakit? Apa jangan-jangan Papah nya kembali berulah dan ini lebih fatal? Segala pertanyaan yang ia tidak bisa jawab terus menghantam kepalanya. Dia bersiap siap dan mengambil kunci mobil tidal lupa memanggil Taro dan berpamitan kepada orang tuanya.
~~~~~~
Vote dan comment. Karena vote dan comment kalian berguna untukku.Terimakasih
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] NAYUTA || Yuta
FanficTentang dua anak remaja yang menjalin kisah dalam sebuah hubungan yang penuh lika-liku dan juga pemberian berharga. 100% murni dari otak, tidak copas dari siapapun. beberapa part mengandung kata-kata kasar. °°°° Start : February 2021 End : Novembe...