"To my dearest Katherine
Cinta itu rumit, mungkin akan membutuhkan sepanjang hidupmu untuk mencoba menguraikan emosi luar biasa yang tak akan pernah benar-benar bisa kau deskripsikan itu. Kadang ia begitu indah, menerbangkanmu dalam pusaran bunga merah muda. Kadang begitu menyakitkan, menjatuhkanmu hingga kau tak punya lagi kemampuan untuk berdiri. Tapi cinta bukanlah sesuatu yang terlalu buruk untuk kembali kau percayai. Semua yang salah akan menuntunmu menemukan yang benar pada akhirnya - aku percaya. Karena kau sudah di sini, menulis surat di dindingku, aku tau hatimu akan menemukan ketulusan yang sama pada akhirnya. Di sini, di Verona dan di manapun kau berada, kau hanya perlu mengikuti hatimu.
All my love, Juliet"
"Jadi, tepatnya apa yang kau tulis hingga mendapat balasan demikian?"
Katie menurunkan selembar kertas berwarna merah muda pudar itu dari pandangannya, dan menatap langsung pada pemuda yang duduk di seberangnya. Ia tersenyum kecut, melipat kertas itu, memasukannya ke dalam amplop berwarna serupa dan menyelipkannya kembali ke dalam buku jurnal hariannya. "Sejujurnya aku tak ingat. Tapi pastilah itu bersangkutan dengan kisah cinta kita yang kandas di tengah jalan." Ia menggerdikan bahu namun tidak berusaha menyembunyikan senyum yang senantiasa menari di bibirnya melihat raut wajah lawan bicaranya yang menggelap. "Ah, tentu itu bukan masalah besar lagi sekarang."
Jayden Maxwell, mantan kekasihnya, sekaligus teman yang mengantarnya ke bandara hari ini itu menatapnya dengan sorot permintaan maaf yang sudah berada di sana sejak berbulan-bulan lalu. Katie terkekeh ringan, dipikir kembali, rasanya ironi sekali. Lebih dari delapan bulan lalu, pemuda itu yang membuatnya ada di sini, dan sekarang pemuda itu yang menemaninya di sini. Bukan berarti ia keberatan tentu saja, ia bersyukur Jayden ada di sana. Setidaknya dia punya teman bicara untuk mengurangi kegugupannya yang tak kunjung reda sejak semalam. "Jangan menatapku seperti anak anjing kelaparan. Ku rasa urusan itu telah selesai sejak kau muncul di depan pintu kamar ku di Verona berbulan-bulan lalu."
"Ya, tentu." Jayden melenguh dan menghempas punggungnya pada sandaran kursi. "Aku masih merasa bersalah saja padamu."
Gelak tawa akhirnya terdengar dari celah bibir Katie. Walau ia tak pernah menyangka akan tiba saatnya di mana ia menertawakan perihal yang dulu mematahkan hatinya terlebih bersama mantan kekasihnya, namun nyatanya di sinilah ia, jelas-jelas tidak menampik bahwa walau Jayden bukanlah kekasih yang baik, setidaknya pemuda itu adalah teman yang baik. "Tidak perlu. All clear." Ia menepuk punggung tangan Jayden dengan gestur bersahabat. "Tidak ada yang perlu disesali."
"Yah, pada akhirnya, Kate, aku hanya berharap kau bertemu dengan orang yang baik." Jayden menggenggam tangan Katie. Ia punya seribu satu penyesalan pada gadis itu, bahkan jika ia memang ingin memperbaiki segalanya, ia cukup tahu diri untuk berada di sekitar Katie hanya sebagai teman. "Seperti apa yang tertulis dalam surat itu. Just follow your heart."
Katie tersenyum, membalas genggaman Jayden beberapa saat sebelum menarik tangannya ketika sayup-sayup didengarnya panggilan dengan nomor penerbangannya. "Kurasa itu panggilanku." Ia berdiri diikuti Jayden, membetulkan letak tas tangan dan menggenggam erat penarik kopernya. "Terimakasih sudah mengantarku, Jayden."
Lawan bicaranya itu tak semerta-merta membalas ucapannya. Pemuda itu menepuk pundak Katie dengan senyum menenangkan. "Hati-hati di jalan." Terkekeh ringan ketika berkata, "Semoga sukses dengan Ansell Jeon kali ini."
Mendengar nama itu Katie merengut, namun ia akhirnya tersenyum dan melambai sebelum menjauhi Jayden. Ia menarik nafas dalam-dalam. Masih sedikit tidak percaya pada akhirnya ia akan kembali ke Italia, kali ini tidak dengan hati yang patah, namun tak juga dengan hati yang utuh - tidak saat sepotong hatinya tertinggal di Verona berbulan-bulan lalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Juliet's Little Answer
FanfictionWell, Berniat melarikan diri sejenak dan melupakan segala rutinitasnya yang memusingkan serta kisah cintanya yang baru saja berakhir dengan tragis, justru membuat Katie terjebak dalam kisah lain bersama si pemuda menyebalkan dan kurang ajar yang sia...