What If

711 182 78
                                    

Seumur hidupnya, Katie selalu percaya pada cinta sejati. Seseorang yang akan kau temukan pada suatu titik di hidupmu dan bertahan denganmu di sepanjang sisanya. Ketika ia kecil, ia kira cinta sejati serumit kisah di buku-buku roman klasik tua milik kakeknya, namun ketika ia dewasa ia tahu bahwa cinta sejati sesederhana kakeknya yang tetap membeli kue lengkap dengan lilin berbentuk hati disetiap hari ulang tahun neneknya, atau ayahnya yang selalu mengucapkan selamat pagi dengan kecupan di kening ibunya.

Katie selalu percaya ia akan menemukan seseorang yang seperti itu dalam hidupnya. Yang jatuh cinta padanya, memilihnya, dan bertahan dengannya sepanjang waktu. Bahkan ketika hatinya patah dan remuk redam karena mencintai orang yang salah, ia tetap percaya - ia jelas tak mau mengakuinya - terlebih ketika melihat betapa manis dan bahagianya pesta kebun pernikahan Granny dan Granpa Allano pagi itu, hatinya semakin bebal.

"Katie!"

Suara familiar dan menyenangkan milik pemuda tertentu membuyarkan lamunannya. Katie melayangkan tatapannya pada Ansell Jeon, ia merotasi matanya dan melingkarkan lengannya pada lengan si pemuda yang sudah menunggunya. "Perlu ya, kau memekik seperti itu padaku?"

"Aku sudah memanggil namamu tiga kali, astaga." Ansell menggelengkan kepalanya. Tidak habis pikir dengan apa yang membuat Katie melamun di tengah keramaian dan suara musik yang mengalun begitu keras. "Apa yang kau lamunkan?" Ia memicingkan matanya pada si gadis. "Aku menolak alasan apapun kecuali kau memikirkanku."

"Sayangnya, aku memikirkan segalanya kecuali kau." Katie berjengit sebal, masih tak terbiasa dengan fakta Ansell Jeon terus menerus menempelinya, mengikutinya seperti anak bebek, dan mencekokinya dengan berbagai perkataan konyol. "Berhentilah merecokiku, Jeon."

Ansell terkekeh ringan, tangannya yang bebas terangkat untuk membelai jemari si gadis yang melingkari lengannya. "Oh tentu, tidak bisa Hathaway."

Katie ingin mengumpat. Gestur macam apa yang sebenarnya sedang dilakukan Ansell Jeon? Kupu-kupu tidak lagi cukup menggambarkan perasaannya, rasanya seperti ia punya seluruh kebun binatang di perutnya. "Dasar menyebalkan."

"Dan kau tetap menyukaiku, bukan?"

Katie melirik pemuda itu sinis, ingin sekali ia menendang badebah itu jauh-jauh darinya. Tapi bukankah percuma? Ansell bisa membacanya semudah buku yang terbuka. Ia menghela nafas. Tidak tahu lagi mana yang harus membuatnya lebih kesal, Ansell yang persisten sekali dalam hal membuat hatinya kalang kabut atau dirinya yang begitu lemah pada eksistensi si pemuda. "Iya, suka."

Ansell tergelak, sampai Katie ingin sekali memukulnya dengan sepatunya. Ia biarkan pemuda itu menuntunnya menuju meja mereka - meja bundar yang diisi dengan dua orang lainnya. Ia melirik dua temannya, Irene dan Darren yang balas menatapnya dengan jenaka. Ia meringis, kalau ada manusia lain yang mengetahui kisah cinta konyol yang ia hadapi saat ini sama baiknya dengan dirinya sendiri, maka mereka berdua itulah orangnya.

"Kalian nampak serasi." Irene tersenyum riang, seolah ucapannya adalah hal paling wajar di muka bumi.

Katie memicingkan matanya curiga, tidak tahu kalimat itu adalah pujian atau cara gadis bersurai cokelat menggodanya. Ia melirik Ansell di sisnya, dan melenguh ketika pemuda itu nampak tak terganggu. Ia justru membalas tatapannya dengan satu alis terangkat - menyebalkan dan sialnya sangat tampan.

Suara dentingan dari gelas yang beradu dengan sendok perunggu membuat Katie mengalihkan atensinya dengan enggan dari Ansell. Di depan sana, di meja yang berisi raja dan ratu hari ini, Granny berdiri. Wanita itu tampak cantik dengan gaun putih sederhana, rambutnya yang telah memutih digelung rendah, dalam hati Katie bertanya-tanya akankah ia bisa semempesona itu saat tua nanti? "Selamat pagi, semuanya. Teman-teman, keluarga, dan para tamu, ku ucapkan terimakasih atas kehadiran kalian disini."

Juliet's Little AnswerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang