New Romantics

867 172 111
                                    

Sejujurnya keadaan itu tidak canggung sama sekali, namun justru itulah yang membuat Katie merasa canggung setengah mati.

Ansell Jeon kini sedang duduk bersila di sebelahnya, kepala pemuda itu mendongak memandang langit malam. Ia masih tak percaya bahwa setelah ratusan hari berlalu, akan ada waktu di mana mereka kembali duduk bersama, berdampingan seolah tak pernah ada hal menyakitkan yang terjadi di antara dirinya dan Ansell, atau setidaknya menyakitkan untuknya, entah bagaimana untuk pemuda itu - ia tak tahu.

Dalam diam Katie menggeser sedikit posisinya menjauhi Ansell, agar ia lebih leluasa untuk memandangi pemuda itu dari sudut matanya. Ia melenguh, Ansell Jeon tak berubah sama sekali - masih memiliki padu padan paling memukau yang membuatnya pening tujuh keliling. Buru-buru ia mengalihkan pandangan sambil meruntuk. Jangan memperumit keadaan, pikirnya. Berada di sana tanpa harus mengingat bagaimana tempat itu menjadi saksi kebodohan yang menghantuinya selama berbulan-bulan saja, sudah membutuhkan usaha berlebih.

"Apa yang kau lamunkan?"

Katie sedikit terlonjak mendengar suara itu. Ia menoleh dengan tampang yang pastinya luar biasa bodoh hingga membuat Ansell tertawa. "Huh, ini dan itu. Tak penting."

Ansell melemparkan satu decakan tak yakin, sebelum kembali mengalihkan pandangannya. "Terakhir kali kita menghabiskan waktu berdua di tempat ini, kau berakhir meninggalkan ku dengan cacatan kecil. Apa kau ingat?"

Katie melirik pemuda itu tak percaya. Memangnya Ansell kira ia bisa melupakan kejadian itu? Apa dia bercanda? Ia menghela nafas, tahu bahwa cepat atau lambat pertemuan ini akan menuntun mereka pada topik tersebut. "Tentu."

Katie memainkan jemarinya tak nyaman. Kenapa dari semua waktu yang mereka habiskan sejak bertemu di Roma hingga mereka sampai di Tuscany, Ansell memilih mendiskusikan perihal itu saat ini? Di tempat ini? Tak ada yang berbeda, bahkan harum bunga-bunga yang bermekaran serta lembutnya rerumputan yang mereka duduki masih sama seperti delapan bulan lalu.

"Kalau saat itu aku kembali lebih cepat, akankah kau masih di sini?" Ansell mengalihkan perhatian pada Katie. Ia tersenyum, baginya eksistensi Katherine Hathaway di sisinya masih terasa seperti mimpi yang akan membuatnya meninju siapapun yang membangunkannya. Surai lembut keemasan itu, manik mata sewarna samudra itu, dan ekspresi lembut dan lucu di wajah cantik itu masih sama seperti dulu - masih menjadi pesona yang memabukan baginya. "Aku benar-benar berharap kau melakukannya."

"Soal itu," Katie meruntuk. Ia melirik Ansell dan menghela nafas ketika mendapati pemuda itu sedang menatapinya. Sejenak ia menimbang-nimbang untuk berkelit, namun bukannya itu keterlaluan? Bukankah surat Irene sudah menyuruhnya mengikuti hatinya? Dan bukankah ia juga sudah memantapkan hati? Persetan, sudahlah katakan saja, pikirnya. "aku tak tahan. Maksudku, kau tau aku jatuh cinta padamu. Demi tuhan, kau menciumku! Tapi Lisa...yah kau masih kekasihnya."

Suara kekehan Ansell membuat Katie berjengit sebal. Tidak tahan lagi, ia mengangkat tangannya untuk mendorong lengan pemuda itu hingga Ansell nyaris jatuh terdorong ke samping. Sungguh, ia tak mengerti apa yang lucu. Kenapa sih kebiasaan pemuda itu membuatnya bingung tidak berubah sama sekali? "Berhenti tertawa, dasar sial. Apa sih yang lucu?"

"Kau." Ansell bergeser mendekati Katie, lalu membelai kepala gadis itu. "Kau cemburu."

Katie mendecak, walau kegugupan mulai merambat naik karena gestur lembut Ansell, pernyataan itu mau tak mau membuatnya sebal. "Aku mencintaimu saat itu. Hebat sekali jika aku tak cemburu."

"Bagaimana dengan saat ini?" Ansell menaikan satu alisnya. Walau Irene pada akhirnya mengungkapkan perasaan gadis itu yang nyatanya tak berubah selama berbulan-bulan padanya tepat sebelum mereka bertemu, namun kali ini ia ingin mendengar Katie mengatakannya sendiri. "Kau sudah tak mencintaiku saat ini?"

Juliet's Little AnswerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang