"Ansell Jeon kau mengabaikan ku."
Ansell melirik gadis cantik yang kini sedang berdiri menatapnya dengan tangan terlipat rapat di dada. Ia melenguh dan menyandarkan punggung pada sofa merah marun di belakangnya, menghirup aroma kamelia lembut yang menguar dari lilin terapi buatan neneknya.
"Aku tidak mengabaikanmu Lisa."
Lisa, gadis yang menjadi lawan bicara pemuda itu mendelik tidak suka. Ia jelas tahu pemuda itu dengan sangat baik, jadi bagaimana bisa ia percaya kalau Ansell tidak mengabaikannya, sedangkan mata pemuda itu terus menerus menghindari matanya.
"Kau mengabaikanku."
Ansell menggerdikan bahunya sebelum menghela nafas. "Oke anggap saja begitu, aku minta maaf."
Mendengar itu Lisa tampak melunak, walau kilatan kesal tidak meninggalkan matanya begitu saja. Gadis itu berjalan mendekati kekasihnya, dan menghempaskan tubuh disamping pemuda itu.
"Kau tahu apa salahmu?"
Ansell melemparkan pandangannya pada Lisa beberapa saat sebelum berkata, "Tidak menghubungimu?" Ia nyaris mendengus ketika senyuman puas terpampang di wajah lawan bicaranya. "Tapi kau sendiri tidak mencoba menghubungiku Lis."
Lisa mengerjap beberapa kali. "Apakah harus?" Ia merengek ketika menyadari kalimatnya terdengar lebih menyebalkan dari pada yang sesungguhnya ia maksudkan. "Maksudku, kau tahu aku sibuk dengan banyak hal."
Ansell merotasi matanya kesal, menghidari tatapan sepasang iris kecoklatan menawan yang dulu selalu membuatnya tercekat. "Lantas?"
"Lantas?" Lisa mengerutkan keningnya. "Belakangan ini kau mengacuhkanku, apa itu benar?"
Ansell Jeon nampak berpikir beberapa saat. Ia ingin mengelak, namun ia tak pernah membohongi gadis itu sama sekali. Ia lantas menghela nafas dengan berat sebelum bicara. "Ya itu benar."
Sorot terkejut muncul di mata Lisa sesaat sebelum tergantikan dengan tatapan sendu yang membuat Ansell merasa bersalah sampai ke sudut hatinya. "Aku bukan satu-satunya yang punya kewajiban untuk memprioritaskan mu-" Ansell mengacak surai hitamnya yang mulai memanjang dengan frustasi berlebih. "Hell, hubungan ini bukan hanya milikku, ini juga milikmu. Tidak kah kau mengerti?"
Persetan, habis perkara. Ia sudah mengatakan perihal yang ia tahan entah sejak kapan, dan belakangan ini menggerogotinya seperti rayap pemakan kayu.
"Tapi kau-" Lisa menatapnya lalu meletakkan telapak tangannya di atas jemari pemuda itu. "mencintaiku."
Ansell menoleh, untuk pertamanya dalam empat puluh menit terakhir yang mereka habiskan bersama, ia menatap gadis itu tepat di mata. Ia melenguh, bagaimana Lisa bisa sedangkal dan semenyebalkan itu? Jika Katie dan Irene ada bersamanya disini, ia yakin mereka sudah mati-matian ingin mencelanya. "Yap untuk itu kau tidak salah." Ia nyaris merengek, kali ini benar-benar ingin mendorong gadis itu keluar dari rumahnya. "Sudahlah Lis. Aku sedang tidak ingin berdebat."
Lisa menggeser tubuhnya menjauh dengan satu geseran sempurna. Ansell Jeon tidak pernah seperti ini sebelumnya, dan ia tidak suka itu. "Kau tidak bisa memperlakukan ku seperti ini Ansell."
"Like what?"
"Like exactly what you're doing right now!"
Ansell memejamkan matanya, kilas balik semua waktu yang ia lewati bersama gadis itu muncul di otaknya dalam beberapa detik. Ia tidak tahu bahwa Lisa seegois ini, kenapa baru sekarang ia menyadarinya?
"Sayang, aku hanya ingin kau memperhatikanku. Maaf sudah berteriak." Sentuhan lembut lengan gadis itu yang kini memeluk lengannya membuat Ansell membuka mata, ia ingin melarikan diri saja. Lelah sekali rasanya, belakangan ini segala hal tentang Lisa selalu membuatnya pening. Entah kapan terakhir kali bersama gadis itu membuatnya senang, ia tidak ingat sama sekali.
Ia melirik Lisa sebelum membiarkan tangannya membelai surai gadis itu dengan lembut. "Tidak apa-apa." Ansell menghela nafas lelah. "Aku hanya butuh waktu berpikir."
Lisa menaikan satu alisnya dengan mata penuh tanda tanya. "Untuk?"
"Semuanya." Ansell menurunkan tangannya dan berdeham, berusaha mengatasi getir yang terasa mencekiknya. "Kau, aku. Tuhan tahu kapan terakhir kita bicara tanpa berdebat, ini tidak sehat Lis."
Lisa terdiam, ingin sekali menolak pernyataan pemuda itu, namun dalam diam ia tahu itu benar. Ia tidak ingat kapan terakhir kali mereka bertemu dan menghabiskan hari yang ringan dengan tawa dipengujung hari, alih-alih seperti itu, belakangan ini mereka terasa begitu kosong. Lisa tidak suka mengakuinya, tapi ia tidak bisa menolak fakta itu.
Ansell Jeon mungkin memang membutuhkan waktu.
Begitu pula dengan dirinya.
"Ansell." Lisa menyentuh surai hitam Ansell perlahan, mengamati betapa rupawannya sosok pemuda itu dari dekat. Ia merasa tercekat ketika pemuda itu menoleh untuk menatapnya. "Ayo berhenti-" Ia berdeham. "sebentar."
Ansell terkejut, dari beribu kalimat ia tak tahu gadis itu akan memilih gabungan kata yang membuat hatinya remuk. "Apa maksudmu?"
Lisa menggerdikkan bahunya sebelum bersandar dan menghela nafas. "Seperti katamu-" Ia melirik ekspresi terluka di wajah pemuda itu dan buru-buru mengalihkan pandangannya. "Kau tampak lelah dan menyerah padaku."
Ansell membulatkan matanya, wah benar-benar, siapa yang sebenarnya menyerah pada siapa? Ia benar-benar bingung saat ini. "Aku tidak menyerah pada mu." Brengsek, rasanya ia ingin merengek dan melempar semua barang disekitarnya. "Kau yang menyerah padaku."
Gadis itu berdiri, mengikat rambutnya secara asal sebelum menatap pemuda yang kini duduk dengan wajah mendongak melihatnya. "Aku harus pergi sekarang-" Ia membelai pipi Ansell perlahan, "Aku akan memberikanmu waktu sendiri."
"Lis, please."
Gadis itu tersenyum getir sebelum melangkahkan kaki keluar dari kediaman pemuda itu dengan dagu terangkat. Tidak, ia tak akan menangis. Bagaimanapun Ansell Jeon akan selalu kembali padanya.
Selalu seperti itu baginya.
\(-ㅂ-)/ ♥ ♥ ♥
Hollaa!! Apa ini?! Kenapa gada Katie nya?!
Sabar-sabar hahaha
Kalian kesel gasi sama Lisa? Apa malah sebel sama Ansell? Kalau aku suka malah sm Lisa woohoo she's like strong independent woman ฅ'ω'ฅ
Jangan lupa KOMEN DAN VOTE kawan!!
See ya di chap depan yang ada Katie nya.
Love, 💜💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Juliet's Little Answer
Fiksi PenggemarWell, Berniat melarikan diri sejenak dan melupakan segala rutinitasnya yang memusingkan serta kisah cintanya yang baru saja berakhir dengan tragis, justru membuat Katie terjebak dalam kisah lain bersama si pemuda menyebalkan dan kurang ajar yang sia...