P.s : Aman kok.
(。・ω・。)
New York, USA
Eight months later
"Really? Thank you so much! It's my pleasure."
Katherine Hathaway menjepit ponsel diantara telinga dan bahunya, sedangkan kedua tangannya sibuk mengambil kantung kertas berisi roti lapis dan cola dari kasir di sebuah truk penjaja makanan. Ia menggumamkan terima kasih tanpa suara, sebelum buru-buru menyingkir untuk membiarkan antrian berikutnya membayar pesanan mereka.
"I'd be delighted to. Of course! Yes, once again, thank you so much."
Ia tersenyum lebar tepat setelah mengakhiri sambungan dan memasukan ponselnya ke dalam tas di bahu kanannya. Matanya melirik kesana kemari, mencari tempat ternyaman untuk menyantap menu brunch nya hari itu. Walau keadaan Central Park jelas tidak bisa disebut sepi, toh hutan buatan di tengah kota itu jelas tidak sepadapat biasanya hari ini. Ia kembali tersenyum senang ketika mendapati sebuah bangku kayu kosong tepat di bawah pohon willow yang lebat.
Menghabiskan akhir pekan dan berkencan dengan dirinya sendiri sudah menjadi kebiasaan Katie sejak tuhan tahu kapan. Bukannya ia begitu kesepian dan tak punya teman, ia hanya merasa di pengujung harinya yang melelahkan ia membutuhkan waktu untuk memanjakan dirinya. Teman-temannya kerap kali menggerutu karena Katie tak pernah mau ditemani, bahkan Jayden Maxwell berkata siap untuk menemaninya kapanpun. Gadis itu kembali tersenyum, berpikir bahwa hubungannya dan Jayden bisa membaik adalah hal mustahil - well, setidaknya sampai pemuda itu muncul di Verona dengan seribu satu permintaan maaf.
Apakah mereka kembali bersama? Tentu saja tidak. Katie memiliki tendesi untuk tak ingin mengulangi hal yang sama dua kali, dan mantan kekasihnya itu cukup tahu diri. Mereka kembali berteman - tentu saja - dan itu membuatnya lega. Lagipula, toh kenangan buruknya bersama Jayden justru membuatnya mendapatkan salah satu kenangan paling berharga dalam hidupnya.
Ia tersenyum, mengunyah roti lapisnya perlahan sambil nenikmati untaian lagu dari musisi jalanan yang melakukan konser mini tidak jauh dari tempatnya duduk. Lagu yang dimainkan disana membuatnya larut dalam kenyamanan, ia lalu mengambil satu bundel kertas dari dalam tasnya, membalik-balik kertas itu sembari membaca beberapa kalimat terakhir.
"Then the lost love returns, embracing Charlotte and Allano in a bond that can no longer be separated even by time itself."
Katie tersenyum bangga. Rasanya ingin sekali memberikan pelukan untuk dirinya sendiri. Kisah perjalanannya di Verona kini akan resmi diabadikan dalam bentuk novel karyanya sendiri - itulah yang dikatakan pihak penerbit beberapa saat lalu - ah ia harus menghubungi granny dan grandpa Allano untuk mengabari perihal ini nanti. Ia menghela nafas, saat lagu berganti dengan nada familiar yang membuatnya teringat seseorang spesifik dari kisahnya di Verona.
....just a boy who caught in dreams and fantasies...
Keningnya berkerut. Apa kiranya kabar Ansell Jeon saat ini? Apapun itu Katie sungguh berharap pemuda itu mendapatkan hal yang terbaik dan bahagia. Ia menyandarkan tubuh, tiba-tiba merasa roti lapisnya tak lagi menarik. Selalu begitu, saat perihal Ansell melayang memasuki otaknya tanpa izin, godaan untuk melamun jauh lebih menarik dibandingkan apapun. Delapan bulan yang lalu, ia meninggalkan pemuda itu tanpa satupun kata perpisahan. Jika diingat, ingin rasanya Katie mengumpati dirinya sendiri. Kenapa ia pengecut sekali saat itu? Sudah jelas Ansell Jeon memiliki peluang untuk membalas perasaannya, demi tuhan mereka berciuman bukan tanpa asalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Juliet's Little Answer
FanficWell, Berniat melarikan diri sejenak dan melupakan segala rutinitasnya yang memusingkan serta kisah cintanya yang baru saja berakhir dengan tragis, justru membuat Katie terjebak dalam kisah lain bersama si pemuda menyebalkan dan kurang ajar yang sia...