The Perfect Disguise

638 173 67
                                    

Saat ini jika Katherine Hathaway diminta untuk menyebutkan satu orang paling sering membuatnya pusing maka gelar itu sudah jelas berpindah dari Jayden Maxwell ke  Ansell Jeon, si pemuda yang baru dia kenal kurang dari tiga puluh hari.

Ansell Jeon, yang selama beberapa hari belakangan menjadi semanis anak kucing kini kembali ke tabiat awalnya ketika ia baru mengenal pemuda itu, yakni menyebalkan, bebal, imbesil, bermulut tajam, dan tentu saja jahil luar biasa. Coret semua perasaan berdebar yang belakangan mulai ia rasakan saat bersama pemuda itu, coret semua kalau perlu hapus hingga tidak bersisa, oh God dia tidak mau.

"Berani bertaruh, dia juga pasti sudah tidur dengan orang lain. Hell, bahkan mungkin tidur dengan gadis lain saat masih bersamamu."

Katie menggerakan garpunya, menusuk nusuk pastanya tanpa minat. Berusaha mati-matian mengabaikan seluruh ucapan pemuda menyebalkan yang sialnya begitu menawan hingga ia sulit sekali mengalihkan pandangan walau ia berusaha.

"Biar saja dia tahu kalau kau sudah baik-baik saja dan bahagia tanpanya. Itu balas dendam yang terbaik tahu." Ansell Jeon menyandarkan tubuhnya dan mengunyah sandwichnya dengan lahap, mengoceh dengan semangat tanpa memerdulikan ekspresi lawan biacaranya yang masam.

Menatap Katie dengan jahil, Ansell memajukan tubuhnya ke arah gadis itu. "Well, kau sudah menang. Tidak perlu khawatir, aku sungguh membuatmu seolah tidur denganku."

Katie memelototi Ansell, terkejut dengan bagaimana santainya pemuda itu mengatakan perihal privasi seperti itu di tempat umum, sedangkan Ansell hanya terkekeh. Bagaimana Ansell bisa terlihat sesantai itu saat Katie yang ia sebut sahabatnya sedang kalang kabut? Ia bukan gadis polos, tapi ia sedikit lebih konservatif. Katie tidak tidur dengan sembarang orang, dia hanya melakukannya dengan orang yang dia cintai. Jayden Maxwell tahu itu lebih baik dari siapapun, dan kini mantan kekasihnya itu mengira Katie sudah tidur dengan pemuda lain di belahan dunia lain. Bukannya ia perduli pada perasaan atau anggapan Jayden, sial persetan ia sama sekali tidak perduli, tapi ia perduli pada dirinya, pada citra dirinya sendiri.

Ansell memutar matanya malas, menopang dagunya dengan satu tangan diatas meja. "Wajahmu tidak enak sekali dilihat, memangnya seburuk itu tidur denganku?"

Gadis pirang itu kembali memelototinya, astaga Katie nyaris mengira matanya akan melompat keluar karena terlalu banyak memelototi Ansell Jeon hari ini. "Kapan aku tidur denganmu badebah? Jangan seenaknya bicara."

"Tadi malam."

Oh sial, ingatkan Katie untuk tidak melempar garpunya pada pemuda itu. Bagaimana bisa tertidur bersama di kamar Irene setelah marathon film bersama bisa disebut tidur. Hell, mereka berdua memang tidur bersama, tapi mereka tidak tidur bersama seperti itu , mereka hanya tidur. Oh sial, demi tuhan ia bahkan bingung harus menjelaskannya bagaimana.

Ia menghela nafas lelah, sudah kehilangan seluruh nafsu makannya. Memiih untuk mendorong piringnya menjauh. "Bagaimana kalau topik Katie Hathaway-pergi-ke-Italia-dan-tidur-dengan-pemuda-yang-baru-ia-kenal sampai di telinga teman-temanku? Mau bilang apa aku pada mereka nanti?"

"Come on Kate. Jangan terlalu serius begitu, kau itu hidup di Amerika, bukan di negara antah berantah yang kolot. Santai saja, terserah si brengsek itu saat ini, kalau dia membicarakanmu di belakangmu, pelototi saja dia seperti kau memelototiku dari tadi." Ansell tidak menahan senyumnya sama sekali ketika berbicara pada Katie, merasa terhibur sekali sejak mengangkat telepon dari mantan kekasih gadis itu tadi malam.

Katie diam saja, tahu jelas dia tidak akan menang melawan Ansell Jeon yang sedang dalam mode jahil seperti itu. Ia menelungkupkan wajahnya di meja dengan tangan terlipat, ia mulai memikirkan skenario apa yang akan dimainkannya ketika ia kembali ke New York. Lebih dari siapapun, ia tahu bahwa waktu liburanya hanya sementara walau entah sejak kapan ia ingin menetap di Verona selamanya.

Ia tidak mau memikirkan hal ini, tapi nyatanya ia terus saja memikirkan kepulangannya ke New York yang semakin dekat. Ia menggerakan kepalanya, menghadap pemuda di hadapannya dengan dagu yang masih diletakan pada lipatan tangannya di atas meja. "Kalau aku pulang nanti, mau tidak mengunjungiku di New York?" Kalimat itu keluar dari bibirnya tanpa melewati otaknya lebih dulu, membuat dirinya sendiri terkejut.

Tidak seperti Katie yang terlihat hati-hati saat mengucapkannya, Ansell Jeon justru terkekeh ringan. Menyentil pelan kening gadis pirang itu, lalu menatapnya dengan lembut. "Kate, aku punya lebih dari cukup uang untuk bulak balik London - New York setiap minggu, Jangan khawatir okay? aku bisa mengunjungimu kapan saja."

Sebuah senyum lega muncul di wajah Katie, membuat lawan bicaranya ikut tersenyum. Ia sungguh sedang berperang dengan akal dan perasaanya sendiri, merasa bersalah karena mengharapkan pemuda itu secara berkelanjutan ada disisinya seperti ini, dan merasa senang karena nyatanya pemuda itu tidak menolak eksistensi Katie sama sekali untuk terus ada di hidupnya.

"Akhir minggu ini kita pergi ke luar kota tempat Granny menikah. Jangan lupa ya, aku akan menjemputmu. Irene akan pergi kesana bersama Darren."

Katie mengangguk, bagaimana ia bisa lupa kalau Irene yang sangat antusias untuk berbelanja gaun dengannya sudah membicarakan acara itu ratusan kali. "Kau yakin tidak akan pergi dengan Lisa? Maksudku, aku bisa pergi dengan Irene dan Darren."

Ansell menggelengkan kepalanya tidak setuju. "Tidak, dia sudah pasti sibuk. Kau tahu, pemotretan dan fashion week, semacam itulah. Lagi pula aku punya kau disini, aku tidak memerlukan yang lain."

Saat ini Katie sangat bersyukur bahwa dia adalah dirinya. Jika gadis lain mendengar ucapan semacam itu dari seorang Ansell Jeon, pasti mereka bisa salah paham kan? Atau sebenarnya ia juga sudah salah paham namun mati-matian menyangkalnya, Katie tidak tahu.

"Jeon, kalau kau bicara begitu terus aku bisa terbawa suasana."

Tidak perduli lagi, biar saja ia mengatakannya. Dia tidak mau terlarut dalam perasaan bodoh ini secara terus menerus, sendirian pula. Dia gadis yang patah hati, dan Ansell Jeon sudah seperti morfin pribadinya selama beberapa hari belakangan, walau ia tak mau, tetap saja pemuda itu membuat luka-luka hatinya mulai tak terasa sakit lagi.

Ansell Jeon terdiam selama beberapa detik sebelum terbahak hingga terbatuk, "Astaga Kate, aku tahu aku memang sangat mempesona. Kita teman, tapi tidak ada larangan bagimu untuk terpesona padaku. Itu hak mu."

Katie melenguh, kenapa pemuda di depannya tidak mengerti sama sekali bahwa ia sedang tidak bercanda, dan betapa seriusnya perkara ini bagi perasaannya.

"Tapi, " Ansell berdeham menghentikan tawanya, "Kau tidak serius kan? Maksudku ya itu hak mu, tapi aku,"

"Sudah punya kekasih." Katie memotong ucapan pemuda itu. Lebih baik ia yang mengucapkannya dari pada pemuda itu. "Aku tahu, aku tahu. Aku hanya berandai andai. Tidak serius, sudahlah lupakan saja."

Ansell terdiam lalu menatap gadis itu untuk mencari tahu kebenaran di balik matanya, tapi Katie melenguh dan menunduk. Lebih dari separuh akalnya tahu ia tak boleh membiarkan Katie merasa seperti itu.

"Kate aku tidak bermaksud membuatmu merasa seperti itu. Kau tahu, aku hanya merasa perlu menghibur dan melindungimu." Ansell mengacak rambutnya, merasa frustasi atas pilihan kalimatnya.

Katie menegakan tubuhnya lalu memaksa dirinya tertawa. "Hei jangan terlalu serius begitu. Kita teman, tidak ada celah bagimu untuk masuk ke hatiku dengan cara seperti itu."

Ansell tersenyum lega, tidak sepenuhnya yakin pada gadis itu. Tapi jika Katie mengatakannya seperti itu, ia akan percaya.

"Are we okay?"

Kekehan pelan terdengar dari mulut pemuda itu sebelum dia bertanya dan tersenyum dengan senyuman tulus yang membuat Katie merasa tercekik. Oh tuhan,  dia harus dapat Oscar jika ia bisa mempertahankan akting ini sampai akhir bulan.

"yup. We're good."

*_**_**_*

Yap hai jumpa kembali setelah sekian lama hehe

Makasih banget banget kalau kalian nungguin book ini hehe

Jangan lupa vote dan komen biar aku semangat nulis hehe

(*>.<*)

Love, 💗💛💙💚💜





Juliet's Little AnswerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang