13 - Wedding Party

173 23 1
                                    

🦋Happy Reading Everyone🦋
.
.
.
.
.
"Ketika kedua insan telah bersatu, maka di waktu itulah sebuah kehidupan yang sebenarnya akan dimulai."

***

Ruangan yang tadinya polos tak berhias, kini telah di sulap oleh seorang designer handal. Kain-kain putih panjang menjadi background dari ruangan itu. Mereka memilih warna putih karena acara yang akan diadakan di ballroom hotel itu adalah acara pernikahan, dan pernikahan itu suci apa adanya.

Bunga-bunga gantung dan juga hiasan lainnya ikut memeriahkan bangunan tersebut. Membuat pasang mata siapa saja akan terpukau begitu melihat design wedding party ini. Sangat simpel, namun terlihat begitu elegan.

Begitupun dengan sepasang mata indah milik tokoh utama di cerita ini. Lui begitu terkesan dengan design ruangan tersebut. Hingga tak sadar ia sudah mengungkapkan kekagumannya sampai lebih sepuluh kali kepada suaminya, Aldy.

"Mas, ya ampun cantik banget designnya."

Aldy menghela napas mendengarnya, ini kali kelima belas Lui mengatakannya. "Iyaa, Dek."

Namun, walau begitu Aldy sangat senang melihat wajah bahagia Lui yang menurutnya sangat langka ia dapatkan. Lui adalah wanita pengeluh dan selalu saja cemberut ketika Aldy tidak menuruti kemauannya. Hal itu dikarenakan seumur hidupnya, Lui sangat dimanja oleh kedua orang tuanya.

"Dek," panggil Aldy.

"Hm? Kenapa, Mas?" sahut Lui sangat ceria.

"Kamu udah minum obat belum?" Pertanyaan yang sangat sering Aldy tanyakan kepada Lui, setiap hari bahkan setiap jam.

Lui menghela napas berat, lalu menjawab, "Udah Mas Aldy, Lui udah minum."

Aldy menghela napas lega, untungnya Lui begitu menurut untuknya. Obat yang akan membuat jantungnya tidak mengalami komplikasi lagi. Dokter benar-benar menyarankan Lui untuk terus meminum obatnya. 

Aldy juga mempertanyakan efek sampingnya, namun kata dokter hal itu sangat minim terjadi. Perbandingannya sekitar satu banding seribu. Sangat mustahil untuk terjadi. Dan Aldy optimis penyakit mematikan itu tidak akan diterima oleh istrinya dan calon bayinya kelak ketika Lui tengah mengandung.

"Itu Kak Lida, aku ke sana ya, Mas," izin Lui kepada Aldy.

"Hm? Iyaa," jawab Aldy yang barusan sadar dari lamunannya.

Lui berdiri dan bergegas ke tempat Lida berada, Aldy terus memperhatikan wanitanya yang tengah berjalan ke sana sambil berlari-lari kecil. Aldy tertawa kecil melihatnya, walaupun sudah berumur hampir dua puluh tahun, Lui masih saja bertingkah seperti anak kecil.

"Woy, Al," panggil seseorang dari arah belakang Aldy.

Aldy berbalik dan menemukan orang tersebut adalah kedua teman kerjanya yang begitu dekat dengannya, Andy dan Redinta. Aldy tersenyum ke arah mereka berdua dan melakukan highfive secara bergantian dengan keduanya.

"Gimana? Udah mulai?" tanya Andy.

"Belum, pengantin perempuannya aja masih make up," jawab Aldy.

Redinta duduk di samping Aldy duduk, kursi Lui sebelumnya. Sementara Andy mengedarkan pandangannya ke lain arah, seperti mencari seseorang.

"Istri lo mana dah? Biasanya nempel mulu," tanya Andy sekaligus mengejek Aldy.

"Lagi di ruangan sama kakak gue." Aldy tidak menanggapi candaan Andy yang menurutnya memang bukan candaan, namun kenyataan.

Astheneia 2: End With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang