- 37 Apa Harus Ingkar?

161 17 5
                                    

Hallo readers, maaf banget untuk hiatus yang nggak ngabarin hihi. Maaf udah ngeghosting kalian selama hampir satu bulan :(. But, I'm back for you guys! Mari lanjutkan cerita yang belum ending ini!!

***

"Dia pernah berkata padaku, 'Jangan berjanji jika akhirnya ingkar, dan jangan meyakinkan seseorang dengan lidahmu jika kamu tak mampu.'"

***

Lampu remang-remang kamarnya nampak redup malam ini, mungkin karena baterai dari lampu tidur portable itu belum diganti. Helaan napas berkali-kali keluar dari mulutnya, pening mulai menyerang kepalanya, di satu sisi ia harus setia pada janjinya, namun di sisi lain berita ini sangat penting dan menyangkut nyawa seseorang.

Gerald merasa bersala dengan mengetahui berita ini dan tidak memberitahukannya kepada mereka yang benar-benar harus tahu. 

"Arrghhh!!" geramnya sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.

Tubuhnya ia dorong ke depan untuk bangun dan duduk dengan posisi seperti orang frustasi. Embusan napas panjang dan berat lagi-lagi keluar melalui mulutnya. Tiba-tiba, ia teringat perkatan Lui tadi, sebelum mereka berpisah.

"Tapi, Kak... Kak Gerald bisa janji sama aku?" 

"..." Gerald diam, ia bingung menjawab apa.

"Jangan berjanji jika akhirnya ingkar, Kak, dan jangan meyakinkan seseorang dengan lidahmu jika Kak Gerald nggak mampu untuk itu.."

Perkataan Lui itu terulang-ulang di kepalanya, sudah seperti kaset rusak yang terus terputar tanpa henti. 

"Apa yang harus gue lakuin, Lui?" tanyanya terlebih pada dirinya sendiri.

Memikirkan hal ini benar-benar membuatnya pusing tujuh keliling, tidak, seribu keliling. Mungkin lebih. Ia akan memikirkan jawabannya nanti, ya, Gerald harus mengambil satu langkah yang tepat.

***

Keesokan paginya, di rumah keluarga kecil yang akan mempunyai momongan itu, seorang wanita dengan perut besarnya tengah memasak di atas kompor kecil. Mengaduk-aduk nasi yang sudah menjadi bubur dengan tangan pucatnya. 

Setelah dirasa cukup, Lui segera mengakatnya dari atas kompor dan hendak memindahkan panci berisi bubur panas itu ke meja makan. 

Aldy yang tiba-tiba berjalan melewati dapur pun melihat Lui tengah memindahkan bubur ke atas meja. Aldy menghampiri istrinya itu dan mengambil alih panci itu dari tangan Lui.

"Loh? Mas? Nggak berat padahal, aku bisa angkat sendiri," ucap Lui setelah Aldy mengambil alih pancinya.

"Pancinya panas, bisa luka kamu kalau tiba-tiba jatuh," jawab Aldy sedikit mengejek kecerobohan Lui.

Lui berdecak kesal lalu duduk di kursi meja makan sembari membalik piring yang sudah ia siapkan untuk sarapan pagi itu.

"Apaan sih, 'kan aku nggak seceroboh itu," celetuk Lui membela dirinya.

Aldy duduk di kursi samping Lui sambil menghadapkan arah kursinya ke wanita itu. Menatap Lui dengan pipi yang disanggah oleh telapak tangan yang bertumpu pada meja sambil tersenyum. 

Astheneia 2: End With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang