"Setiap ibu pasti melalui bulan-bulan yang berat untuk membesarkan makhluk kecil berharga di dalam rahimnya. Namun, begitu melihat bentuk nyata makhluk kecil itu, semuanya terbayar bahkan si ibu akan merasa menjadi manusia paling bahagia di dunia ini."
***
Keadaan Lui hari ini terlihat begitu berbeda dari hari-hari biasanya. Berulang Reika mengecek keadaan menantunya itu untuk memastikan kalau Lui akan membaik. Namun, nyatanya tidak, perempuan itu tambah tidak nafsu makan setelah muntah-muntah pagi tadi.
"Nak, kamu makan ya? Pucat banget loh," suruh Reika lembut sambil mengelus kepala Lui.
"Ntaran, Bunda, Lui masih nggak enak banget perutnya," jawab Lui, ntah sudah keberapa kalinya menantunya itu menolak untuk makan.
Reika menghela napas berat, ia menyerah untuk membujuk Lui makan hari itu. Reika akan mencoba menelpon Aldy dan menyuruhnya untuk kembali sebentar ke Jakarta.
"Hallo? Aldy?"
***
Kamar terasa begitu dingin karena AC yang terus-menerus menyala dari pagi tadi. Lui masih terbaring lemah di atas ranjang. Tubuhnya benar-benar sakit sekarang, pengaruh tidak makan dan selalu muntah-muntah sejak pagi tadi.
Tangannya mengelus pelan perutnya yang sudah mulai sedikit membuncit. "Maafin Mama ya, Nak, kamu jadi nggak makan apa-apa karena Mama."
Lui menyebikkan bibirnya ke depan, sedetik kemudian wanita itu langsung bangkit dan beranjak dari ranjangnya. Ia harus makan demi makhluk tak berdosa ini. Jika tidak, anaknya akan kekurangan gizi nanti.
Dengan susah payah dan tertatih-tatih, wanita itu mencoba untuk melangkahkan kakinya menuju dapur yang letaknya di lantai bawah. Kuat-kuat kedua tangannya mencengkram pegangan tangga agar tidak terjatuh terguling dan terjelungkup dari tangga tersebut.
"Ya ampun, Lui!" teriak Reika panik ketika melihat menantunya itu berjalan menuruni tangga.
Teriakan itu membuat Daren, suaminya, terkejut dan langsung mendatangi ruang tengah. Sementara Reika langsung berlari menuju Lui dan memapah menantunya itu.
"Kamu ini ada-ada aja, ngapain sih pakai acara turun tangga segala? Kan bisa panggil si Bibi, atau nggak Bunda," omel Reika.
Lui hanya menyengir tidal berdosa ke arah Reika yang tengah merangkulnya dan menuntunnya untuk turun. Setelah sampai di bawah, Reika juga Daren menghela napas lega karena tidak ada kejadian buruk yang menimpa keluarga mereka.
"Hmm, bikin kaget aja kamu ini, Nak. Lain kali jangan turun sendiri yaa," ucap Daren yang sama paniknya dengan sang istri.
"Hehe iya, maafin Lui ya Bunda, Ayah.." Lui tertunduk karena merasa bersalah sudah membuat kedua mertuanya khawatir sampai seperti ini.
Reika dan Daren mengangguk-angguk mengerti. "Udah, kamu mau makan ya?"
"Iya, Bunda. Lui laper hehe." Akhirnya, jawaban yang Reika dan Daren tunggu dari pagi tadi keluar juga dari mulut menantunya itu.
Daren dan Reika segera mengajak Lui untuk berjalan ke ruang makan dengan senang hati. Sepanjang acara makan, mereka bertiga berceloteh ria, membahas tentang jenis kelamin cucu mereka nanti sampai nama apa yang cocok untuk mereka jika saja bayi mereka kembar perempuan dan laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astheneia 2: End With You
Romance(SEQUEL ASTHENEIA) Kembali lagi dengan mereka berdua.. Mereka yang seperti matahari dan salju.. Mereka yang seperti tetesan air hujan dan batu.. Mereka yang sekarang telah bersatu dalam hangatnya cinta.. Dan mereka yang sekarang telah bersatu karena...