"Rahasia ada untuk disembunyikan dan tentu dengan alasan tertentu, jika Anda salah satu yang mengetahui rahasia saya, tolong jaga kepercayaan yang sudah saya berikan kepada Anda."
***
Bulan ke tujuh, berjalan dengan sangat berat untuk perempuan berusia 25 tahun ini. Langkah kakinya berjalan dengan pelan menuju halaman rumah sakit. Air mata luruh membasahi kedua pipinya saat mengingat perkataan dokter Sasy di ruangan tadi.
"Kankernya mulai menyebar dan mengganas, Luika. Kamu yakin masih kuat? Tolong pikirkan lah lagi, ini bisa membahayakan nyawa kamu."
Kakinya memang terus berjalan ke depan, namun pandangannya terlihat kosong tidak berpenghuni. Pikirannya melayang kemana-mana, memikirkan cara terbaik sekaligus risiko terburuk yang akan ia dapatkan.
Hingga tiba-tiba, Lui merasa tubuhnya melayang dan kakinya tidak lagi menapak lantai. Ia tergelincir, dan hampir, hampir menghantam lantai yang keras jika saja sebuah lengan kuat seseorang menahan lengan dan pinggangnya.
Kedua mata mereka beradu, sama-sama shock. Lui segera menegakkan kembali tubuhnya dibantu oleh pria itu.
"Lo nggak papa? Lagian kalau jalan sambil melamun sih, sampai nggak liat ada tanda lantai licin," omel pria itu yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat dari suaminya, Gerald.
"A-aku nggak papa, Kak. M-makasih, Kak Gerald." Setelah mengucapkan itu, Lui segera pergi dengan cepat, ia tidak ingin diinterogasi lebih lanjut oleh Gerald.
"Iya sama-sama, eh Lui... Buru-buru banget kayaknya," ucap Gerald sambil menggaruk kepalanya.
Pandangannya kini tertuju pada sebuah buku putih yang tergeletak tidak berdaya di ubin rumah sakit. Gerald mengambil buku tersebut dan membaca nama si empunya buku.
"Nyonya Aldyan..," gumamnya, lalu melanjutkan ucapannya kembali, "sifat cerobohnya nggak berubah ya walaupun sudah nikah."
Gerald menggeleng pelan, tak habis pikir dengan seorang Luika. Ia melanjutkan langkahnya dan kembali ke tujuan awalnya datang ke rumah sakit ini. Nanti gue balikin deh, habis pulang dari sini.
Sementara itu, Lui yang masih berjalan setengah berlari mulai merasa ada yang aneh. Ia sontak mengehentikan langkahnya ketika menyadari buku yang sedari tadi berada di genggamannya, kini menghilang kemana.
Ya ampun! Dirinya baru ingat kalau buku itu terlepas dari genggamannya ketika ia tergelincir tadi. Lui menghela napas pasrah, bagaimana ini? Gerald pasti sudah melihat isinya. Buku check up yang terselip riwayat penyakit kankernya.
Lui segera mengeluarkan ponselnya dan menelpon ke nomor Gerald. Beberapa dering awal terdengar, Gerald langsung mengangkat di dering kelima.
"Iya? Kenapa, Lui?" tanya Gerald sesaat setelah mengangkat telepon dari Lui.
"Kak, buku check up aku ada sama kakak?" tanya Lui to the point.
"Iya nih ada, ntar aku bawain ke kamu, udah dulu ya lagi periksa hehe," jawab Gerald yang langsung mematikan sambungan teleponnya setelah itu.
"K-Kak Gerald tung---"
Tutt... Tutt.. Tutt..
KAMU SEDANG MEMBACA
Astheneia 2: End With You
Storie d'amore(SEQUEL ASTHENEIA) Kembali lagi dengan mereka berdua.. Mereka yang seperti matahari dan salju.. Mereka yang seperti tetesan air hujan dan batu.. Mereka yang sekarang telah bersatu dalam hangatnya cinta.. Dan mereka yang sekarang telah bersatu karena...